tirto.id - Langkah Menteri Kesehatan (Menkes) Nila Moeloek meminta Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) memblokir iklan rokok di internet, terutama media sosial, mendapat dukungan dari Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI).
Ketua Harian YLKI Tulus Abadi menilai langkah Menteri Nila itu patut didukung karena iklan rokok di internet bisa diakses oleh siapa pun, termasuk anak-anak, tanpa kontrol dan batas waktu.
Berdasarkan data Kementerian Kominfo, pada tahun 2016, sekitar 10 persen dari pengguna internet di Indonesia yang saat itu mencapai 80-100 juta orang, berusia di bawah 15 tahun.
“YLKI meminta Menteri Kominfo memblokir iklan rokok di internet," kata Tulus saat dihubungi reporter Tirto pada Kamis (13/6/2019).
"Iklan rokok di internet layak diblokir guna melindungi anak-anak dari paparan iklan rokok dan mencegah meningkatnya prevalensi merokok pada anak-anak dan remaja,” tambah dia.
Tulus mengatakan saat ini Indonesia tergolong sebagai negara 'surga' bagi industri rokok. Hal ini karena iklan dan promosi rokok masih terbilang bebas meski ada pembatasan.
Menurut dia, iklan rokok sudah selayaknya dilarang. Tulus mencontohkan iklan rokok di Eropa sudah dilarang sejak tahun 1960. Sementara di Amerika, iklan rokok sudah dilarang sejak tahun 1973.
“Indonesia merupakan negara yang masih menjadi surga iklan dan promosi rokok. padahal di seluruh dunia iklan dan promosi rokok telah dilarang,” ucap Tulus.
Sesuai penuturan Menteri Nila, Kementerian Kesehatan telah menerbitkan surat edaran nomor TM.04.01/Menkes/314/2019 tentang pemblokiran iklan rokok di internet. Surat edaran itu sudah ditandatangi oleh Nila pada 10 Juni 2019.
Namun Kementerian Kominfo sebagai kementerian yang mempunyai wewenang melakukan pemblokiran iklan rokok di internet belum merespons.
"Saya belum lihat dari Kominfonya. Tapi rumornya kalau kami meminta, mereka dari Dirjennya tentu akan melakukannya," ujar Nila pada hari ini.
Menurut Nila, hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018 menunjukkan peningkatan prevalensi perokok anak dan remaja usia 10-18 tahun, yakni dari 7,2 persen pada 2013 menjadi 9,1 persen di tahun 2018.
"Saya berharap Menkominfo segera melakukannya. Kita harus menyelamatkan anak-anak generasi kita," ujar Nila.
Penulis: Vincent Fabian Thomas
Editor: Addi M Idhom