Menuju konten utama

Duduk Perkara Sengketa Tanah antara Jusuf Kalla dan Lippo Group

Sengketa lahan antara JK dan PT GMTD bersifat struktural dan berpangkal dari ketertutupan informasi pertanahan nasional.

Duduk Perkara Sengketa Tanah antara Jusuf Kalla dan Lippo Group
Sengketa Lahan KALLA Group dengan PT GMTD. Tirto.id/MN Abdurrahman

tirto.id - Tanah seluas 16,4 hektare milik Jusuf Kalla—melalui korporasinya PT Hadji Kalla—diduga diklaim oleh PT Gowa Makassar Tourism Development (GMTD) Tbk. Sengketa ini pun sempat menjadi perbincangan publik dan warganet Indonesia.

Kegaduhan sengketa lahan ini bermula saat mantan Wapres RI itu bertandang ke lahannya yang berlokasi di kawasan Tanjung Bunga, Makassar, pada Rabu (5/11/2025). JK datang selepas menerima kabar adanya aktivitas pematangan lahan dan pemagaran di lokasi yang beririsan dengan lahannya.

Pemagaran itu disebut dilakukan oleh PT GMTD sejak 27 September 2025. PT GMTD sendiri merupakan BUMD di bawah Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan. Saham mayoritasnya dimiliki oleh Lippo Group.

Di depan wartawan saat itu, JK mengutarakan kegeramannya atas tindakan PT GMTD. JK juga menyebut lahan miliknya itu diduga dimainkan mafia tanah.

"Jadi itu kebohongan dan rekayasa, itu permainan Lippo, itu ciri Lippo itu. Jadi jangan main-main di sini, Makassar ini," kata JK dengan nada tegas, dilansir Antara, Kamis (6/11/2025).

JK menyatakan tidak terima atas klaim PT GMTD di atas tanah yang sudah memiliki legalitas Hak Guna Bangunan (HGB) sejak medio 1996.

PT GMTD menyebut bahwa klaimnya atas lahan itu merujuk pada kepemilikan lahan setelah memenangkan perkara perdata pada 2000 silam. Menurut JK, klaim itu tidak berdasar sehingga eksekusi lahan miliknya juga dicap ilegal.

“Mau sampai ke mana pun, kami siap untuk melawan ketidakadilan, ketidakbenaran. Dan jangan juga aparat pengadilan itu [bermain], berlaku adillah, dukung kebenaran, jangan dimainin,” kata JK.



JK menjelaskan kepemilikannya atas lahan itu merujuk pada dokumen resmi yang dikeluarkan Badan Pertanahan Nasional (BPN) Makassar. Ada empat bidang tanah HGB atas nama PT Hadji Kalla, yakni HGB No. 695/Maccini Sombala seluas 41.521 meter persegi, HGB No. 696/Maccini Sombala seluas 38.549 meter persegi, HGB No. 697/Maccini Sombala seluas 14.565 meter persegi, dan HGB No. 698/Maccini Sombala seluas 40.290 meter persegi.

Selain itu, PT Hadji Kalla pun memiliki Akta Pengalihan Hak Atas Tanah Nomor 37 tertanggal 10 Maret 2008 seluas 29.199 meter persegi. Jika ditotal secara keseluruhan, kepemilikan PT Hadji Kalla mencapai 164.151 meter persegi. Adapun belasan hektare tanah dibeli JK dari ahli waris Pallawa Ruka, yakni putra Raja Gowa Karaeng Idjo.

Sejumlah dokumen kepemilikan tersebut lantas dibenturkan oleh PT GMTD dengan Putusan Perkara Perdata Nomor 228/Pdt.G/2000/PN.Mks yang dimenangkan anak usaha Lippo Group tersebut. Kala itu, PT GMTD berperkara dengan seorang bernama Manyombalang DG. Solong.

Atas klaim tersebut, pihak JK menyebut Manyombalang berstatus penjaga tanah, bukan pemilik tanah.

Jusuf Kalla di Gedung DPR RI
Wakil Presiden RI ke-10 dan ke-11, Muhammad Jusuf Kalla (JK) di Gedung DPR RI, Jakarta, Senin (10/11/2025). tirto.id/Nabila Ramadhanty Putri Darmadi.


Dua hari sebelum kedatangan JK di lahannya, PT GMTD mengklaim sudah melakukan eksekusi. Tindakan ini berdasar putusan perkara perdata yang dimenangkan sebelumnya.

“Kami bersyukur bahwa proses hukum telah berjalan secara adil dan transparan. Pelaksanaan eksekusi menandai berakhirnya sengketa panjang dan menjadi bukti nyata kepastian hukum di Indonesia," kata Presiden Direktur PT GMTD, Ali Said, dalam keterangan resmi pada Senin (3/11/2025).

Kepada Tirto, kuasa hukum PT Hadji Kalla, Azis Tika, mengatakan bahwa perkara perdata yang diputus pada 2000 itu tidak ada sangkut-pautnya dengan kepemilikan lahan kliennya. Sebab, sudah jelas yang menjadi tergugat bukanlah PT Hadji Kalla, melainkan individu.

Azis bilang PT Hadji Kalla sampai kini tidak pernah bersengketa tanah dengan PT GMTD secara hukum di pengadilan.

Oleh karena itu, Azis mencap klaim eksekusi PT GMTD sebagai prosedur yang cacat hukum. Eksekusi dilakukan tanpa adanya konstatering berupa pengecekan fisik, pengembalian batas-batas lokasi, dan pengukuran ulang.

Terlebih, proses eksekusi tersebut melibatkan pula pejabat militer TNI Angkatan Darat. Menurutnya, hal itu boleh jadi merupakan manuver oligarki mafia tanah.

“Saya anggap dan bisa saya cermati bahwa kegiatan dan langkah yang diambil pihak PN Makassar atas permohonan PT GMTD adalah suatu khayalan dan tidak masuk akal dan bisa saya katakan abal-abal,” kata Azis kepada Tirto, Selasa (11/11/2025).

Kompleksitas Riwayat Perkara

Lebih lanjut, Azis juga menekankan bahwa lahan yang diperkarakan dan dieksekusi PT GMTD sejatinya bukan berada di lahan PT Hadji Kalla. Yang diklaim PT GMTD adalah lahan dari Manyombalang yang berdekatan dengan tanah PT Hadji Kalla.

Hanya saja, posisi tanah Manyombalang itu berhadapan dengan lahan milik JK. PT GMTD dituding memanfaatkan kondisi itu untuk sekalian melahap lahan PT Hadji Kalla.

“Persoalan konstatering dan eksekusi bukanlah lokasi milik PT Hadji Kalla dan lokasi ini dengan tegas tidak pernah dilakukan konstatering dan eksekusi. GMTD berperkara dengan Manyombalang bukan pihak PT Hadji Kalla. Bisa jadi salah objek, tetapi yang diklaim larinya ke lokasi Hadji Kalla. Ini kan konyol namanya,” kata Azis.

Pernyataan Azis soal tidak adanya pengukuran dan eksekusi di lahan PT Hadji Kalla sejalan dengan data PN Makassar. Tidak ada pula koordinasi antara PN Makassar dan BPN untuk melakukan pengukuran maupun eksekusi lahan milik JK di Tanjung Bunga tersebut.

“Bahwa terhadap objek atau lokasi yang dinyatakan oleh PT Hadji Kalla itu ada Hak Guna Bangunan [HGB]-nya. Ini berdasarkan informasi yang kami lihat, itu ada empat [HGB], itu belum pernah dilakukan eksekusi," ucap Juru Bicara Humas PN Makassar, Wahyudi Said, dikutip Kompas.com, Jumat (7/11/2025).

Belum adanya pengukuran maupun eksekusi atas lahan PT Hadji Kalla juga dikonfirmasi Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), Nusron Wahid. Beberapa waktu lalu, Nusron telah melayangkan surat kepada PN Makassar.

“Maka dengan ini disampaikan bahwa objek sertifikat hak guna bangunan atas nama NV Hadji Kalla TRD (Trading Company) belum dilakukan pengukuran dan tidak dilaksanakan eksekusi,” ucap Nusron membacakan sebagian isi surat tersebut.

Direktur PT GMTD, Ali Said, enggan berkomentar soal kebenaran eksekusi maupun pengukuran lahan PT Hadji Kalla yang diklaim telah dilakukan berdasar putusan perkara perdata pada 2000 itu. Dia juga enggan menanggapi pertanyaan soal apakah korporasinya pernah bersengketa tanah dengan PT Hadji Kalla.

“Izin saya belum bisa kasih keterangan,” kata Ali kepada Tirto, Selasa (11/11/2025).

Keterangan Azis bahwa PT Hadji Kalla tidak pernah bersengketa tanah dengan PT GMTD bisa diuji dari arsip riwayat perkara di PN Makassar. Sebab, ditemukan berkas perkara perdata bernomor 5/Pdt.Bth/2018/PN.Mks.

Dalam berkas tersebut tercantum nama Herman Djayalangkara yang berlaku sebagai penggugat. Sementara itu, pihak tergugat berjumlah 21 orang, termasuk di antaranya PT GMTD dan Manyombalang. Herman dalam petitumnya menyatakan diri sebagai pemilik dari objek sengketa karena adanya peralihan hak waris.

Dalam petitumnya, Herman memohon agar Majelis Hakim PN Makassar mengangkat kembali penetapan eksekusi atas objek sengketa dalam Perkara Perdata No. 228/Pdt.G/2000/PN.Mks—alias yang diperkarakan PT Hadji Kalla dan PT GMTD.

Saat dikonfirmasi ke Azis, apakah ada afiliasi antara Herman dan PT Hadji Kalla, dia tidak mengelak.

“Betul ada [afiliasi antara Herman dan PT Hadji Kalla], tapi tidak ada kaitan dengan lahan milik PT Hadji Kalla,” ujar Azis.

Sengketa Lahan KALLA Group dengan PT GMTD

Sengketa Lahan KALLA Group dengan PT GMTD. Tirto.id/MN Abdurrahman


Dalam riwayat perkara perdata tersebut, ditemukan pula perkara Nomor 475/Pdt.G/2025/PN.Mks. Penggugat dalam perkara itu adalah PT GMTD, sementara tergugat adalah PT Hadji Kalla serta Subhan Djaya Mappaturung (Chief Legal & Sustainability Officer Kalla).

Dalam petitumnya, PT GMTD menyatakan para tergugat telah melakukan perbuatan melawan hukum dalam bentuk pencemaran nama baik.

Jika dibilang tidak pernah ada perkara hukum antara PT Hadji Kalla dan PT GMTD terkait tanah—pada Juni 2025, kuasa hukum PT Hadji Kalla ternyata pernah melaporkan PT GMTD ke Polda Sulawesi Selatan.

Perkara ini bermula dari pertemuan antara petinggi PT GMTD dan pihak PT Hadji Kalla pada 2015. Direktur PT GMTD saat itu, Wahyu Tri Laksono, mengajukan usulan tukar menukar atas bidang tanah milik PT Hadji Kalla yang berlokasi di Tanjung Bunga. PT Hadji Kalla tidak menolaknya.

Setelah itu, PT Hadji Kalla meminta PT GMTD melakukan pengecekan atas bidang tanah yang dipertukarkan tersebut. Kedua belah pihak kemudian mencapai kesepakatan yang dilegalkan oleh notaris.

Masalah muncul ketika pihak Kantor Pertanahan Makassar menemukan adanya tumpang tindih lahan di luar konsesi yang disepakati. Dari situlah, PT Hadji Kalla memperkarakan Wahyu dan PT GMTD ke kepolisian. Mereka dituding atas dugaan tindak pidana penipuan dan penggelapan atas bidang tanah.

Dalam sengketa tanah antara PT Hadji Kalla dan PT GMTD, juga muncul nama Mulyono Tanuwijaya. Dalam riwayat perkara di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Makassar, Mulyono menggugat Kantor Pertanahan Makassar lantaran tidak memproses permohonan pemulihan kembali Sertifikat Hak Milik Nomor 25/mattjinisombala seluas 163.262 meter persegi.

Legalitas tanah yang dipersoalkan Mulyono ini serupa dengan legalitas HGB yang dimiliki PT Hadji Kalla. Hanya saja, Mulyono sudah mengurusnya lebih dulu pada 1970.

Azis membantah adanya sangkut paut lahan PT Hadji Kalla dengan milik Mulyono.

“Bahwa ada pihak yang klaim, yakni Mulyono, pihak klien kami tidak berada dalam lingkup perkara dan atau terlibat dalam perkara secara perdata dan PTUN” ucapnya.

Sengkarut Tata Kelola Pertanahan

Kepala Departemen Advokasi Kebijakan Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA), Roni Septian, menuturkan bahwa sengketa lahan antara JK dan PT GMTD ini bersifat struktural. Sehingga, tidak bisa dibaca secara sederhana sebagai permasalahan saling klaim antar pihak saja. Semua berpangkal dari ketertutupan informasi pertanahan nasional.

“Kalau saja memang tanah yang diklaim JK terbuka informasinya, dapat dipantau oleh publik dan aparat hukum, kan tidak mungkin akan ada klaim lain dari pihak di luar Hadji Kalla. Siapa yang paling berwenang dalam hal ini adalah pihak BPN dan notaris saat itu,” kata Roni kepada Tirto, Rabu (12/11/2025).

Roni menduga petugas kantor pertanahan setempat tidak memeriksa informasi pertanahan yang lebih dulu ada. Sehingga, berbekal AJB dari notaris bersama perusahaan atau mafia tanah itulah, BPN lantas menerbitkan hak atas tanah pihak kedua yang sebelumnya sudah bertuan.

“Itu modus yang sering terjadi,” ucap dia.

Akhirnya, Roni bilang, pihak kedua tidak mengetahui tanah itu sudah ada legalitas HGB yang dimiliki pihak sebelumnya. Kasus ini pun menggambarkan puncak gunung es dari karut marut sistem pendaftaran tanah di Indonesia.

Sengkarut ini tak terlepas pula dari penyimpangan dalam tata kelola administrasi pertanahan. Dalam pantauan KPA, sengkarut berawal dari dugaan tindak pidana korupsi yang dilakukan pihak notaris maupun kantor pertanahan setempat.

“Karena tidak ada institusi lain di Indonesia yang berwenang mengatur dan menyiapkan dokumen pertanahan selain dua pihak tadi disebut. Sehingga, dengan perilaku koruptif seperti itulah mulai dari manipulasi data, sertifikat dianggap tidak ada, lantas tanah bisa diperjualbelikan dan pindah tangan secara bebas oleh mafia tanah. Dan ditambah ketertutupan informasi pertanahan soal siapa yang memiliki tanah di mana,” urai Roni.

Sengketa Lahan KALLA Group dengan PT GMTD

Pengacara Kalla (Aziz Tika) dan Ahli Waris Pallawa Ruka memegang sertifikat HGB. Tirto.id/MN Abdurrahman


"Kalau dicek akses sistem ATR/BPN, ya memang ada peta, tapi tidak tahu itu tanah siapa. Yang tahu hanya pihak kantor pertanahan. Nah, di situlah mafia tanah bermainnya. Korupsi di Kementerian ATR/BPN seperti kanker. Kalau pejabat BPN tidak korup, enggak mungkin ada konflik agraria dan mafia tanah," imbuhnya.

Dalam sengketa tanah antara PT Hadji Kalla dan PT GMTD, Roni menitikberatkan absennya penegakan hukum yang jelas dan terukur. Tumpang tindih informasi antara pihak berperkara dan pihak pengadilan soal ada atau tidaknya pengukuran maupun eksekusi—itu menjadi presedennya.

“Saya melihatnya ada ketidakcermatan oleh pengambil putusan, yaitu majelis hakim yang berujung perintah eksekusi. Karena, tidak mungkin ada BPN turun untuk pengukuran kalau tidak ada surat perintah eksekusi dari pengadilan bersangkutan,” tuturnya.

Menurut Roni, hakim pengadilan setempat mestinya memanggil BPN dalam persidangan perkara sengketa tanah. Pasalnya,, BPN-lah yang bisa mengonfirmasi keabsahan kepemilikan tanah.

“Ketika dokumen kepemilikan tanah dibuka oleh BPN dalam persidangan, seharusnya hakim bisa tahu siapa pemilik tanahnya. Ketika putusannya adalah salah objek, ya harusnya majelis hakimnya diperiksa karena lalai waktu itu,” Roni melanjutkan.

Baca juga artikel terkait SENGKETA LAHAN atau tulisan lainnya dari Rohman Wibowo

tirto.id - News Plus
Reporter: Rohman Wibowo
Penulis: Rohman Wibowo
Editor: Fadrik Aziz Firdausi