tirto.id - Sebilah pisau menancap di bahu kanan ulama kelahiran Madinah Arab Saudi, Ali Saleh Mohammed Ali Jaber atau Syekh Ali Jaber, saat menghadiri wisuda perdana tahfidz Taman Pendidikan Al-Qur'an (TPQ) serta perayaan tahun baru Islam 1442 H di Jalan Tamin, Kecamatan Tanjung Karang Barat, Bandar Lampung, Minggu (13/9/2020) sore.
Andika, warga setempat yang menjadi saksi mata, mengatakan peristiwa ini bermula ketika Ali Jaber hendak memberikan hadiah kepada seorang anak yang bisa membaca Al-Fatihahdengan benar. Ali Jaber bertanya ke anak itu, mau sepeda atau hadiah lain. Saat itu Ali Jaber sedang duduk di kursi.
"Kemudian anak tersebut turun panggung [menuju] ke ibunya untuk bertanya. [Dia] naik lagi ke panggung dan memberitahu Syekh Ali Jaber ingin sepeda," jelas Andika, dilansir dari Antara.
Ali Jaber memanggil ibu si anak ke atas panggung dan meminjam ponselnya untuk foto bersama. Namun ponsel ternyata rusak, tidak bisa menyimpan gambar. Ali Jaber lantas meminjam ponsel jemaah lain.
"Saat Ali Jaber mencoba meminjam hanphone itu, pelaku penusukan lari dari arah sebelah kanan, langsung naik ke panggung dan menusuk Syekh," kata Andika. "Kami semua tidak menyangka. Anak itu lari dari sebelah kanan. Kami kira ingin memberikan handphone ke Ali Jaber."
Keterangan Andika sama seperti video penusukan yang viral di media sosial. Pelaku langsung ditangkap dan dikeroyok oleh para jemaah.
Ali Jaber sendiri bisa berdiri menenangkan jemaah, meski pisau masih menancap. Luka kelak ditutup dengan enam jahitan di bagian dalam dan empat di luar.
Pelaku diketahui bernama Alpin Adrian (AA), berusia 20 tahun, terhitung warga sekitar juga. Ia langsung diamankan polisi.
Tak butuh waktu lama bagi masyarakat mengetahui sosok pelaku penusukan. Di media sosial viral foto AA yang mengangkat kertas putih bertuliskan nama lengkapnya dan perbuatan yang sudah dilakukan. Akun Instagramnya juga langsung diburu warganet. Kecaman dan umpatan memenuhi unggahan foto.
Kapolda Lampung Irjen Pol Purwadi Arianto mengatakan berdasarkan keterangan orang tua, jiwa AA terganggu. "Namun dari kepolisian tidak bisa menerima pengakuan ini begitu saja," katanya di Mapolresta Bandarlampung, Minggu (13/9/2020).
Untuk mengecek klaim tersebut secara ilmiah, polisi memanggil psikiater dari Bidang Kedokteran dan Kesehatan (Biddokkes) Polda Lampung. "Menurut keterangan dokter kejiwaan yang kami undang, pola pikirnya bagus, ada tanya, ada jawab, namun isi pikirannya ini yang sulit," kata Purwadi.
Mereka juga terus terus mendalami motif penusukan. "Untuk motifnya kami masih dalami karena ada kesulitan menangkap jawaban pelaku."
Sekretaris Jenderal Majelis Ulama Indonesia (MUI) Anwar Abbas mendesak aparat menyelesaikan kasus ini dengan cepat. Ia juga mengatakan "kalau ada jaringan yang mendukung di belakangnya, maka harus dibongkar sampai ke akar-akarnya." Ini penting agar "tidak menyisakan kecurigaan sedikit pun juga kepada pemerintah terutama kepada para penegak hukumnya."
Kabid Humas Polda Lampung Kombes Pol Zahwani Pandra Arsyad hari ini mengatakan polisi "belum menemukan" indikasi pelaku tergabung dalam jaringan teroris.
Perlukah Ulama Dilindungi UU?
Selain menyelesaikan kasus, politikus PKS yang juga anggota Komisi VIII DPR RI Bukhori Yusuf berharap ini menjadi momentum bagi pemerintah dan DPR untuk segera mewujudkan adanya regulasi soal perlindungan ulama dan tokoh agama lain. Peraturan yang ada saat ini, yakni UU Nomor 1/PNPS Tahun 1965 tentang Pencegahan Penyalahgunaan dan/atau Penodaan Agama dan KUHP, dianggap belum komprehensif mengatur perlindungan terhadap tokoh agama.
Ia lantas merujuk data Bareskrim Polri. Menurutnya pada 2018 lalu terdapat 21 kekerasan dengan korban tokoh agama. Ada yang cedera, bahkan meninggal.
Hal serupa disampaikan rekan Bukhori di Fraksi PKS DPR RI, Abdul Fikri Faqih. Ia berharap penusukan ini menjadi momentum untuk segera menuntaskan pembahasan RUU Perlindungan Tokoh dan Simbol Agama menjadi undang-undang. RUU ini sudah masuk Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas 2020.
Sejauh ini DPR telah menyekapati nama, yaitu RUU tentang Perlindungan Tokoh Agama dan Simbol Agama. Sebelumnya RUU yang dimotori PKS ini bernama RUU tentang Perlindungan Kiai dan Guru Ngaji.
"Dalam format yang diusulkan PKS, RUU tersebut melindungi tidak hanya ulama atau tokoh agama dari kalangan Islam. Semua tokoh agama dari seluruh agama yang ada di Indonesia wajib dilindungi negara," ujar Abdul Fikri, dikutip dari Antara.
RUU ini pernah dijadikan materi kampanye politik PKS saat Pemilu 2019, meski memang inisiasinya muncul sebelum itu.
Saat muncul, peraturan ini dikritik karena dianggap bertentangan dengan prinsip persamaan di hadapan hukum. "Aturan itu tidak boleh diskriminatif, harus memastikan semua orang sama di depan hukum, mendapat perlindungan yang sama, dan yang hak sama," kata Direktur Lembaga Bantuan Hukum Jakarta Arif Maulana.
"Ketentuan perundang-undangan soal hak menyampaikan pendapat, hak berekspresi, hak menyampaikan pikiran itusudah dijamin dalam UUD. Dan peraturan itu sudah mencakup ulama. Itu sudah cukup," katanya.
Editor: Rio Apinino