tirto.id - Partai Keadilan Sejahtera (PKS) menginisasi RUU Perlindungan Ulama, Tokoh, dan Simbol Agama-Agama. Aturan itu dibuat untuk menebus janji politik pada Pemilu 2019.
Usulan itu, kata Ketua Departemen Politik DPP PKS Pipin Sopian, muncul lantaran ada beberapa ulama yang dipidanakan.
"Seperti yang pernah dialami oleh Ustaz Abdul Somad, Habib Rizieq [Shihab], Ustaz Hanan Attaki, dan lainnya," kata Pipin kepada reporter Tirto, Selasa (19/11/2019).
Padahal menurut Pipin, para penceramah itu telah menyebarkan syiar Islam sesuai Al-Qur'an dan As-Sunnah. Namun yang terjadi malahan, "pihak berwajib tidak memproses izin acara [ceramah]."
Pipin mengakui, setiap orang berhak mendapatkan perlindungan kebebasan berbicara dan berpendapat. Hal itu sesuai UU 9/1998. Namun menurutnya, perlu ada aturan hukum lain yang menjadi benteng kedua khusus bagi tokoh agama apa pun.
"Karena mereka adalah orang yang rentan mendapatkan ancaman baik fisik maupun non fisik, maupun kriminalisasi, intimidasi. Karena ketidaksetujuan orang lain atas dakwah atau ajaran yang mereka sampaikan," ujarnya.
Sedangkan terkait simbol agama-agama yang dimaksud ialah: Setiap bentuk kitab suci; Citra, gambar atau tulisan yang berisi kalimat tauhid; Lambang lambang agama yang ada di Indonesia; Citra, gambar, atau tulisan yang bermakna Tuhan, dan juga; Seluruh rumah-rumah ibadah.
Jangan Jadikan Dagangan Politik
Ketua Bidang Infokom Majelis Ulama Indonesia (MUI) Masduki Baidlowi menegaskan, usulan RUU Perlindungan Ulama jangan demi kepentingan politik kelompok tertentu saja.
"Yang kemudian menjadi komoditas yang sebenarnya tidak menjangkau secara substansif kepada apa yang benar-benar dirasakan oleh ulama," kata Masduki kepada reporter Tirto, Selasa (19/11/2019).
Isu kriminalisasi ulama, kata Masduki, hanya muncul deras pada saat Pemilu 2019. Keadaan semacam itu, juga tak merata di seluruh wilayah Indonesia.
"Isu ulama dikriminalisasi dan tidak aman, sebenarnya itu hanya isu politik. Karena ulama pada umumnya di Indonesia tidak merasakan seperti itu. Itu hanya isu elit yang berkembang di Jakarta," ujarnya.
Menurutnya, secara umum dan di luar dari hiruk-pikuk politik, kehidupan ulama baik-baik saja. Secara umum, masih bisa melaksanakan ceramahnya melalui berbagai metode dan saluran.
"Saya kira pada umumnya tidak merasakan perlu ada perlindungan. Perlindungan apa maksudnya? Wacananya harus diperjelas dulu. RUU Perlindungan ulama itu, perlindungan dari apa?" ujarnya.
Pendapat serupa juga diungkapkan Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Marsudi Syuhud. Menurutnya RUU Perlindungan Ulama tak perlu.
Sebabnya, kata Marsudi, pemidanaan terhadap ulama tak akan muncul jika satu dengan lainnya saling menghargai. Justru menurutnya, perlu ada sikap serius untuk saling memelihara perdamaian.
"Saya merasakan jika semua taat pada hukum yang ada saja, rasanya juga cukup untuk memelihara kedamaian di bangsa kita," kata Marsudi kepada reporter Tirto, Selasa (19/11/2019).
Direktur Eksekutif Parameter Politik Indonesia Adi Prayitno justru mengkhawatirkan jika, RUU Perlindungan Ulama justru akan membuat para ulama menjadi kebal hukum. Menurutnya, siapapun jika terbukti salah secara hukum harus diadili.
"Yang jadi persoalan jika sudah mengandung hoaks, fitnah dan seterusnya," kata Adi kepada reporter Tirto, Selasa (19/11/2019).
"Tidak ada ceritanya ulama kebal hukum kalau dia ngefitnah," lanjutnya. "Tidak ada ulama yang punya hak imunitas kalau dia nyebarin hoaks."
Melalui RUU Perlindungan Ulama, berdasarkan analisis Adi, PKS mencoba mempertebal citranya sebagai partai Islam. Partai itu, menurutnya, tengah merebut momentum di antara tumbuhnya kelompok Islam yang melek politik.
"Yang pasti mereka menegaskan kepada publik, bahwa sebagai partai Islam sudah berjuang maksimal ingin ngegoalkan RUU Perlindungan Ulama supaya tidak lagi terjadi pada Pilpres kemarin," ujarnya.
Di sisi lain menurutnya, PKS tak sedang menjaring faksi kelompok Islam yang muncul Prabowo Subianto, usai merapat ke koalisi partai pendukung pemerintah. Apalagi untuk menyerap kelompok pendukung Rizieq.
"Sebab kelompok-kelompok Islam itu sejak awal sudah bersama PKS. Kalau untuk Pilpres mereka mendukung Prabowo. Tetapi untuk Pileg mereka bersama PKS," tuturnya.
Pipin Sopian juga mengklaim, RUU Perlindungan ulama bukan untuk menjaring pendukung Prabowo maupun Rizieq. Sebab inisiasi sudah muncul sebelum Pemilu 2019.
"Tidak ada hubungannya dengan kepindahan Gerindra menjadi pendukung Pemerintah. Saat ini kami sedang memperjuangkannya agar masuk dalam Prolegnas [di DPR RI]," ujar Pipin.
Penulis: Alfian Putra Abdi
Editor: Dieqy Hasbi Widhana