Menuju konten utama
Proyek Pembangunan Kampus UIII

Duduk Perkara Penggusuran Lahan Warga demi Ambisi Bangun UIII

Pihak UIII akan melanjutkan tahapan pembangunan kampus yang difokuskan pada lahan yang masuk kategori zona hijau dan putih.

Duduk Perkara Penggusuran Lahan Warga demi Ambisi Bangun UIII
Sejumlah warga mengajukan protes karena tanamannya digusur dari lahan milik Universitas Islam Internasional Indonesia (UIII) di Cisalak, Kamis (3/8/2023). (Tirto.id/Riyan Setiawan)

tirto.id - Jafar (47), seorang petani yang kini hanya bisa meratapi lahannya di Sukmajaya, Depok, Jawa Barat, yang telah rata oleh tanah akibat pembangunan Universitas Islam Internasional Indonesia (UIII). Padahal kebun itu adalah mata pencahariannya.

“Lahan pertanian saya habis total. Lahan tidak ada ganti rugi sama sekali. Saya sedih nyari makan di mana buat anak istri kalau tidak ada kebun ini,” kata Jafar saat ditemui reporter Tirto di lokasi, Rabu (2/8/2023).

Saat itu, saya berbincang bersama Jafar di sebuah saung yang dirakit dari triplek dan kayu seadanya yang lokasinya tepat berada di seberang lahan pertanian yang digusur. Di sana, terdapat beberapa warga penggarap yang merupakan bagian dari 31 petani yang lahannya digusur oleh pihak UIII.

Jafar mengenakan kaos polo putih biru yang telah lusu dengan celana bahan hitam. Dengan muka muram, ia bercerita telah masuk ke daerah Sukmajaya sejak 1998 dan mulai berkebun.

Saat itu terdapat pernyataan dari Presiden BJ Habibie untuk memanfaatkan lahan tidur untuk kegiatan produktif mengingat terjadinya krisis moneter. “Akhirnya saya manfaatkan lahannya untuk berkebun,” kata dia.

Sementara lahan yang digusur untuk pembangunan kampus UIII yang ia miliki sekarang bersama 30 warga lainnya baru dimanfaatkan tiga tahun terakhir. Kurang lebih sekitar 5 hektar.

Jafar sendiri memiliki perkebunan seluas 4.000 meter. Ia menanam pisang, singkong, hingga pohon jati. Dari hasil buminya itu, ia dapat menghasilkan hingga Rp5 juta perbulan.

Sebenarnya isu mengenai penggusuran lahan sudah ada sejak 2017. Saat itu, perwakilan warga Sukmajaya diundang oleh pemerintah untuk sosialisasi di Hotel Bumi Wiyata Depok.

Dalam sosialisasi tersebut, dikatakan jika lahan di daerah tersebut akan dioper alih oleh Radio Republik Indonesia (RRI) Depok kepada Kementerian Agama. Rencananya lahan seluas 142 hektar akan dilakukan pembangunan untuk kampus UIII.

Kemudian pemerintah melakukan penggusuran pada November 2019. Namun belum dilakukan di perkebunan milik Jafar.

Pada Oktober 2022, alat berat mulai masuk ke lahan milik 31 warga. Jafar bersama sejumlah warga menghadang alat berat tersebut, akhirnya pengerukan dihentikan.

Lalu, pada 18 Mei 2023, alat berat kembali mengeruk sebagian lahan milik Jafar cs. Tanaman mereka hancur semua dilindas oleh truk. Penggusuran lahan itu dilakukan tanpa adanya surat peringatan.

“Makanya kami kaget. Waktu itu terjadi keributan antara kami dengan petugas," ujarnya.

Akhirnya pada 7 Juli 2023, pemerintah melayangkan surat peringatan pertama (SP1). Para penggarap pun melakukan pertemuan dengan pihak UIII dengan dikawal banyak aparat. Alhasil pihak UIII memutuskan mengganti rugi sebesar Rp2,5 juta perbidang tanah. Akan tetapi tidak dihitung berapa luas bidang tanah dan tanaman yang ditanam.

Warga menolak keras karena tak terima dengan sistem perhitungan seperti itu. Akhirnya keluarlah SP2, dengan ultimatum terima atau tidak, lahan harus dikosongkan.

Beberapa hari kemudian pihak UIII langsung melayangkan SP3 dengan ditempel di saung mereka tanpa diberikan kepada warga yang terdampak.

“Setelah itu alat berat ke sini lagi sudah rata dengan tanah, mereka turun dengan kawalan aparat yang banyak. Warga belum siap, saat warga mulai datang, tanaman sudah ditumpuk gitu saja dan rata dengan tanah," jelasnya.

Jafar berharap agar dirinya bisa tetap menggarap di lahan perkebunannya itu. Jika memang terpaksa digusur, ia ingin ganti rugi yang diberikan sepantasnya, yakni dihargai sesuai luas tanah dan jumlah tanaman yang tumbuh.

“Jadi enggak bisa dipatok satu bidang hanya Rp2,5 juta,” kata dia.

Penggusuran UIII

Sejumlah warga mengajukan protes karena tanamannya digusur dari lahan milik Universitas Islam Internasional Indonesia (UIII) di Cisalak, Kamis (3/8/2023). (Tirto.id/Riyan Setiawan)

Pada waktu yang sama, Yenni Sumolang (62) juga merasa sedih perkebunannya itu harus digusur. Sama seperti Jafar, ia tak diberikan surat peringatan jika lahannya itu akan digusur.

“Sedih juga pak, karena saya yang kerjakan sendiri. Capek, beberapa kali ketemu ular, saya cangkul cabut rumput. Tapi mau gimana lagi, saya nggak punya kuasa, yang lakukan ya mereka punya kekuasaan," kata Yenni.

Luas lahannya sekitar 8.000 meter ditanami singkong, ubi jalar, pisang, hingga sayur-sayuran. Digunakan selama dua tahun, ia tak pernah menjual hasil buminya itu untuk kepentingan pribadi.

“Hasil kebun itu saya berbagi ke warga, teman, keluarga. Pokoknya untuk Tuhan [pahala] dulu nomor satu," kata Yenni yang saat itu mengenakan busana biru dan celana panjang hitam dengan alas sepatu boot.

Senada dengan Jafar, ia menolak biaya ganti rugi sebesar Rp2,5 juta. “Saya inginnya diganti permeter dan hasil tanaman saya juga,” kata dia.

Jafar dan Yenni pun mengajak saya mengunjungi lahannya yang kini telah rata dengan tanah. Lahan tersebut terlihat sisa tanah merah dengan tanaman seperti pohon pisang serta tumbuhan lainnya yang sudah tertumpuk dengan bentuk tak karuan.

Lokasi tanah mereka sekitar 500 meter dari Gedung Rektorat UIII yang kini telah berdiri megah. Jika dari jalan Juanda atau Jalan Raya Bogor, Depok, jaraknya sekitar 1 kilometer. Untuk menuju ke sana, saya harus melintasi jalur tanah merah yang tak rata dan berkelak-kelok.

Sepanjang jalan ditumbuhi pohon lebat layaknya perkebunan dan terdapat sebuah Setu Pengarang yang dipenuhi tanaman eceng gondok. Minim lampu penerangan sepanjang jalan.

Pembangunan Kampus UIII

Sebuah Mobil Buldoser menebang pohon sengon untuk meratakan lahan yang akan dibangun Kampus UIII. (tirto.id/Riyan Septiawan)

Warga Gusuran Belum Dapat Ganti Rugi

Jauh sebelum lahan milik Jafar dan Yenni digusur, terdapat tanah milik warga yang terlebih dulu terdampak penggusuran secara paksa.

Pada 2019, pemukiman milik Jeremias Ndiang (47) digusur paksa oleh pihak UIII tanpa menerima ganti rugi sepeserpun. Di lahan seluas 3.120 meter yang ia tinggal sejak 2001 itu, ia bangun rumah, pohon sengon, dan kolam ikan bawal.

Tepat tanggal 7 November 2019 pagi, turun alat berat yang menggusur rumahannya. Saat dieksekusi, masih terdapat tiga anaknya di dalam rumah. Petugas kemudian menarik paksa anaknya keluar yang saat itu masih berusia 3, 15, dan 17 tahun.

“Anak saya ditarik ke luar oleh aparat gabungan lalu jatuh di dalam got, ada polisi bilang 'Ayo hancurkan, ratakan'. Saya binggung kehadiran aparat ini mediasi atau berpihak, saya pertanyakan berpihak ke rakyat," kata Jeremias kepada Tirto, Rabu (2/8/2023).

Ia tak terima anaknya diperlakukan seperti itu. "Dalam sisi kemanusiaan saya miris, sedih," tegasnya.

Setelah digusur, lahannya sempat ditawari sebesar Rp35 juta. Namun, ia mempertanyakan dasar dari nilai ganti rugi tersebut.

“Karena enggak terima [Uang ganti rugi] pas November, pas Desember dianggap hangus dan dikembalikan ke negara," ujarnya. Saat ini berdasarkan catatannya, sekitar 63 Kepala Keluarga (KK) yang telah digusur untuk proyek pembangunan Kampus UIII.

Ia pun menunjukkan rumahnya yang kini telah disulap menjadi Gedung Rektorat UIII. Di sebelahnya terdapat perpustakaan serta masjid. Di lokasi tersebut, terdapat tiga alat berat yang tengah mengeruk tanah. Kini, Jeremias hanya bisa meratapi bekas rumahnya itu.

“Saya ada upaya untuk minta ganti rugi. Kami dari lawyer akan minta audiensi lagi ke Kemenag. Tapi sampai sekarang belum ada respons permintaan audiensi,” kata dia.

Proyek pembangunan kampus UIII yang membutuhkan lahan sekitar 142 hektar itu rencananya juga akan menggusur pemukiman warga yang berada di Pasar Kambing, Juanda dan sepanjang Jalan Raya Bogor hingga Bojong, Depok.

Salah satu warga, Rina Setianingsih (40) mengatakan, mendengar informasi tersebut dari pihak UIII. “Warga di sini resah semua. Infonya nanti akan ada pendataan," kata Rina saat ditemui di kediamannya di Pasar Kambing, Juanda, Depok.

Ia mengaku selama ini sudah nyaman hidup dengan suami dan keempat anaknya di lahan seluas 800 meter itu. Apalagi ia memiliki pabrik tahu yang beromset Rp20 juta per tiga bulan. Pabrik tahu tersebut mempekerjakan enam karyawan.

“Kalau digusur, mereka akan kehilangan pekerjaan," ujarnya.

Apalagi yang ia khawatirkan akan mendapatkan ganti rugi yang tidak sesuai. “Kaya warga yang punya lahan perkebunan saja, kompensasinya saja belum jelas, masa kami mau ngalami nasib yang sama juga," pungkasnya.

PEMBUKAAN PERKULIAHAN DI UIII

Ketua Majelis Wali Amanah (MWA) Jusuf Kalla (kiri) memberikan sambutan saat mengikuti pembukaan perkuliahan di Fakultas A, UIII, Depok, Jawa Barat, Senin (20/9/2021). ANTARA FOTO/Asprilla Dwi Adha/rwa.

LBH Jakarta Menyoroti Penggusuran Paksa demi Ambisi UIII

Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta mengecam pembangunan UIII yang menggusur paksa terhadap warga yang mayoritas hidup sebagai petani. Pihak UIII melakukan penggusuran lahan secara paksa bersama aparat gabungan yang terdiri dari TNI, Polri, dan Satpol PP di lahan garapan warga penggarap lahan eks RRI, Depok, Jawa Barat.

“Proses pembangunan UIII merupakan bentuk penggusuran paksa dan telah melanggar hak warga atas penghidupan yang layak," kata Pengacara Publik dari LBH Jakarta Fadhil Alfathan melalui keterangan tertulisnya, Kamis (27/7/2023).

Proses pembangunan ini jelas melanggar hak asasi manusia (HAM) dan hak konstitusional warga negara atas penghidupan yang layak sebagaimana dijamin Pasal 27 ayat (2) UUD NRI 1945. Terlebih dalam kasus ini, warga yang didampingi LBH Jakarta telah menyampaikan pengaduan kepada Komnas HAM RI.

“Namun sayangnya, pihak UIII dan Kementerian Agama RI tetap melakukan penggusuran paksa bersama aparat keamanan," ucapnya.

Padahal jika merujuk pada ketentuan Pasal 76 ayat (1) UU HAM, dalam hal terjadi pelanggaran HAM, Komnas HAM sebagai lembaga negara independen yang cakupan kewenangannya berada di ranah pengawasan penghormatan, perlindungan, dan pemenuhan HAM memiliki fungsi pemantauan dan mediasi. Seharusnya pihak UIII dan Kemenag menghormati proses di Komnas HAM tersebut.

Selain itu, tindakan pihak UIII dan Kemenag yang melanggar hak warga dan mengesampingkan proses di Komnas HAM tersebut juga dapat dikategorikan sebagai perbuatan melawan hukum oleh badan dan/atau pejabat pemerintahan karena melanggar prinsip pelindungan hak asasi manusia sebagaimana diatur dalam Pasal 5 huruf b UU Administrasi Pemerintahan.

Kemudian, keterlibatan aparat TNI dinilai berlebihan karena telah melanggar UU TNI dan prinsip-prinsip HAM. Pengerahan aparat keamanan lintas satuan kerja dengan jumlah besar justru menimbulkan suasana ketakutan yang bukan hanya menyebabkan ketakutan terhadap warga terdampak–khususnya kelompok perempuan, anak, dan lansia. Melainkan juga menyebabkan aktivitas sosio-ekonomi warga sekitar menjadi terganggu.

Keterlibatan TNI dalam kasus ini bertentangan dengan ketentuan Pasal 7 UU TNI yang pada pokoknya menegaskan bahwa tugas TNI adalah untuk menjaga kedaulatan negara dan mempertahankan keutuhan wilayah.

“Operasi militer selain perang, dalam membantu tugas pemerintah daerah atau membantu kepolisian Negara Republik Indonesia dalam rangka keamanan dan ketertiban masyarakat yang diatur dalam undang-undang, harus dilaksanakan berdasarkan keputusan politik," tuturnya.

Adapun, keterlibatan TNI dalam kasus ini sudah menjadi pola yang kerap dilakukan terhadap mayoritas kasus penggusuran bersamaan dengan adanya intimidasi dan kekerasan, pembangkangan terhadap upaya hukum, hingga pelanggaran hak masyarakat untuk memperoleh hak atas tanah dan mendapatkan penghidupan yang layak.

“Hal ini tidak hanya berimbas hilangnya hunian, penggusuran juga mengancam keselamatan jiwa, kesehatan serta hilangnya akses terhadap makanan, pendidikan, perawatan kesehatan bahkan pekerjaan dan peluang mencari mata pencaharian lainnya,” kata dia.

LBH Jakarta memandang kasus ini merupakan contoh konkret ekses dari PSN. Serangkaian pelanggaran HAM di Desa Wadas, maupun bagaimana pembangunan Sirkuit Mandalika yang melanggar HAM dan meminggirkan hak masyarakat adat cukup jelas mempertontonkan parade pelanggaran HAM atas nama PSN.

Alih-alih meningkatkan pertumbuhan ekonomi sebagaimana digadang-gadang pemerintah, kata Fadhil, PSN justru jadi mesin penggusur rakyat.

Oleh karena itu, LBH Jakarta mendesak agar seluruh tindakan penggusuran paksa terhadap warga dihentikan. LBH Jakarta mendesak Menteri Agama, Yaqut Cholil Quomas; Kapolri; Panglima TNI, Yudo Margono menghentikan seluruh tindakan penggusuran paksa lahan warga penggarap lahan eks RRI, Depok, Jawa Barat.

PELETAKAN BATU PERTAMA UIII

Presiden Joko Widodo bersama Wakil Presiden Jusuf Kalla melakukan peletakan baru pertama pembangunan Universitas Islam Internasional Indonesia (UIII) yang masuk kedalam proyek strategis nasional dengan di Depok, Selasa (5/6/2018). ANTARA FOTO/Wahyu Putro A

Sementara itu, Komnas HAM akan memanggil sejumlah pihak demi mendalami kasus penggusuran lahan pertanian warga untuk dibangun UIII Depok, Jawa Barat.

“Komnas HAM minggu ini akan mulai meminta keterangan dari beberapa pihak. Misalnya, pihak Rektorat UIII, Pemprov Jabar, Pemkot Depok, Kanwil BPN Jabar, Kodim Depok, Polres Depok, serta Kemenag Pusat," kata Komisioner Komnas HAM Pramono Ubaid Tanthowi kepada Tirto, Rabu (2/8/2023).

Dari berbagai pihak tersebut, Ubaid mengatakan, Komnas HAM ingin mendalami beberapa hal. Misalnya soal rencana pembangunan perluasan kampus, status tanah, skema ganti rugi atau tali asih yang disiapkan, serta bagaimana pendekatan aparat keamanan dalam menangani konflik ini.

“Jika kami sudah mendapat informasi yang cukup, baik tuntutan para pengadu maupun rencana dan skema yang disiapkan oleh pihak UIII, maka kami bisa melangkah lebih jauh dengan mempertemukan para pihak," ucapnya.

Ia menuturkan kasus tersebut bukan pertama kalinya dilaporkan ke Komnas HAM. Tetapi pernah dilaporkan beberapa tahun lalu. Saat itu ditangani oleh Komnas HAM dengan proses mediasi hingga tercapai poin-poin kesepakatan.

Selam proses mediasi berlangsung, Komnas HAM meminta kepada aparat keamanan agar menahan diri untuk tidak menggunakan cara-cara kekerasan, baik pengusiran atau penggusuran secara paksa, kekerasan fisik, maupun intimidasi kepada para warga.

“Komnas HAM mendorong para pihak untuk mengedepankan proses dialog, sehingga masing-masing pihak dapat mendengar aspirasi dari pihak lain,” kata dia.

Penggusuran UIII

Sejumlah warga mengajukan protes karena tanamannya digusur dari lahan milik Universitas Islam Internasional Indonesia (UIII) di Cisalak, Kamis (3/8/2023). (Tirto.id/Riyan Setiawan)

Penjelasan Pihak UIII soal Penggusuran Lahan

Kepala Pemberdayaan Aset UIII PTNBH, Syafrizal membantah pihaknya telah melakukan penggusuran paksa terhadap 31 lahan pertanian milik warga Sukmajaya, Depok, Jawa Barat. Ia mengatakan, status tanah tersebut memang sudah masuk Zona Hijau dan Putih.

"Jadi itu adalah kegiatan penertiban lahan di Zona Putih dan Zona Hijau yang sudah mendapatkan dana kerohiman. Karena ditanami kembali oleh warga, kita tertibkan semacam kegiatan pengamanan dan pemanfaatan," kata Syafrizal di Depok, Rabu (2/8/2023).

Ia mengatakan pihaknya akan segera melanjutkan tahapan pembangunan kampus. Pembangunan difokuskan pada lahan yang masuk kategori Zona Hijau dan Zona Putih.

Kelanjutan proses itu dilakukan dengan menertibkan dan membersihkan lahan agar siap untuk proses pembangunan.

Tahapan ini dilakukan karena lahan Zona Hijau dan Putih UIII ada yang digunakan kembali oleh warga untuk bercocok tanam. Ia mengklaim proses penyelesaian status lahan sudah selesai sejak 2020.

“Kami kemarin melakukan penertiban dan pembersihan lahan UIII yang masuk Zona Hijau dan Zona Putih. Lahan itu ditanami kembali oleh warga tanpa izin sehingga harus kami tertibkan untuk kelanjutan proses pembangunan," ucapnya.

Zona Putih adalah lahan yang sebelumnya milik RRI yang digunakan untuk pemasangan tower, gudang, dan lapangan. Sedang Zona Hijau adalah lahan yang sudah dibebaskan oleh Team Terpadu Kemenag melalui dana kerohiman. Di luar dua zona ini disebut sebagai Zona Kuning dan Merah.

“Belakangan kami mendapat info kalau lahan di Zona Putih dan Hijau ditanami kembali oleh warga. Sehingga, kami tertibkan," ucapnya.

Ia menambahkan, “Kalau yang di Zona Kuning dan Merah, tentu kita tidak bisa melakukan tindakan.”

Penggusuran UIII

Sejumlah warga mengajukan protes karena tanamannya digusur dari lahan milik Universitas Islam Internasional Indonesia (UIII) di Cisalak, Kamis (3/8/2023). (Tirto.id/Riyan Setiawan)

Baca juga artikel terkait KAMPUS UIII atau tulisan lainnya dari Riyan Setiawan

tirto.id - Pendidikan
Reporter: Riyan Setiawan
Penulis: Riyan Setiawan
Editor: Abdul Aziz