tirto.id - Presiden Joko Widodo (Jokowi) kembali menunjukkan ambisinya untuk merealisasikan pembangunan Universitas Islam Internasional Indonesia (UIII) dengan menggelar rapat terbatas, di Istana Negara, Jakarta Pusat, Kamis (18/1/2018). Pertemuan ini membahas perkembangan pendirian kampus yang diklaim sebagai respons Indonesia terhadap kebutuhan global.
Jokowi menyatakan, sejumlah pemimpin negara dengan penduduk mayoritas Muslim, seperti Presiden Palestina, Mahmoud Abbas hingga Sekretaris Jenderal Organisasi Kerja Sama Islam, Iyad Ameen Madani ingin agar para pemuda Timur Tengah belajar tentang Islam di lembaga pendidikan tinggi di Indonesia.
Atas pertimbangan itu, kata Jokowi, pembangunan kampus UIII dinilai penting dan perlu untuk segera terealisasi supaya dapat mengakomodasi keinginan tersebut. “Karena menurut beliau-beliau, Islam yang ada di Indonesia ini dalam praktik kesehariannya adalah Islam yang betul,” kata Jokowi, seperti dikutip Antara, Kamis kemarin.
Hal senada juga diungkapkan Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Menristekdikti) Mohammad Nasir yang menyatakan UIII akan mengajarkan Islam yang moderat. Target pesertanya, kata dia, dari seluruh dunia, tidak hanya sebatas bagi negara Timur Tengah.
“UIII ini ditujukan untuk seluruh dunia, bagaimana Islam yang bisa memberikan manfaat bagi kita semua, yang bersifat toleran dan moderat, ini yang dipahamkan,” kata Nasir usai rapat terbatas di Istana Negara, Jakarta, Kamis.
Kendati demikian, dirinya belum bisa merinci secara pasti kurikulum seperti apa yang hendak diterapkan, karena perlu menunggu rencana program pendidikan yang dikeluarkan Kementerian Agama.
Begitu usulan program studi sudah diberikan, kata Nasir, barulah Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi dapat menindak lanjutinya. Menurut Nasir, pihaknya tidak membatasi jumlah program studinya, selama tetap berkonsentrasi pada pemberian Islamic studies atau pemberian bidang-bidang ilmu agama Islam.
Instruksi pembangunan kampus UIII ini memang diberikan langsung oleh Presiden Jokowi. Tak tanggung-tanggung, perintah pembangunannya sampai dituangkan menjadi Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 57 Tahun 2016 tentang Pendirian Universitas Islam Internasional Indonesia. Perpres tersebut diteken oleh Jokowi, pada 29 Juni 2016.
Pada Pasal 1 ayat (2) disebutkan bahwa UIII merupakan perguruan tinggi berstandar internasional serta menjadi model pendidikan tinggi Islam terkemuka dalam pengkajian keislaman secara strategis. Masih berdasarkan Perpres itu, UIII berada di bawah kewenangan dan harus bertanggung jawab kepada Menteri Agama.
Pendirian kampus UIII ini sendiri rupanya bakal mengikuti jejak beberapa negara lain dengan mayoritas penduduknya beragama Islam, yang telah memiliki lembaga tinggi pendidikan Islam bertaraf internasional. Di antaranya, seperti Universitas Islam Antarbangsa Malaysia dan Universitas Islam Internasional Islamabad di Pakistan.
Akan tetapi, ambisi Jokowi mendirikan Universitas Islam Internasional Indonesia ini menjadi ironis mengingat perguruan tinggi Islam yang ada belum sepenuhnya terakreditasi. Seharusnya, pemerintah lebih memprioritaskan lembaga yang sudah ada, daripada membangun kampus baru yang secara visi dan misi hampir sama.
Berdasarkan data yang dihimpun dari Akreditasi Institusi Direktorat Pendidikan Tinggi Agama Islam Kementerian Agama, misalnya, sampai dengan saat ini sudah ada sebanyak 56 lembaga Perguruan Tinggi Keagamaan Islam Negeri (PTKIN) di Indonesia. Dari total tersebut, sebanyak 49 lembaga sudah terakreditasi, sementara 7 lembaga sisanya belum.
Apabila dirinci lebih lanjut, dari 49 lembaga yang sudah diakreditasi tersebut, lembaga yang mendapatkan akreditasi A hanya 3 lembaga (6,12 persen). Sementara yang dapat akreditasi B ada 34 lembaga (69,39 persen), dan 12 lembaga (24,49 persen) memperoleh akreditasi C.
Di sisi lain, Perguruan Tinggi Keagamaan Islam Swasta (PTKIS) jumlahnya berlipat-lipat lebih banyak dari yang PTKIN, yaitu mencapai 691 lembaga. Meski demikian, 465 lembaga ternyata belum diakreditasi, sehingga jumlah yang sudah memperoleh akreditasi baru sebanyak 235 lembaga PTKIS.
Tak berbeda jauh dengan yang PTKIN, jumlah PTKIS yang memperoleh akreditasi A juga relatif sedikit, yakni hanya ada 4 lembaga (1,70 persen). Selanjutnya yang menyandang akreditasi B ada 47 lembaga dan 184 lembaga sisanya berakreditasi C.
Sekretaris Jenderal Kementerian Agama, Nur Syam berpendapat, kampus UIII disiapkan untuk menyiapkan mahasiswa-mahasiswa yang bisa diakui kemampuannya di tingkat internasional. Selain itu, Nur Syam juga berharap UIII mampu menghasilkan lulusan S2 dan S3 dengan ilmu keislaman yang baik serta moderat.
“Untuk kurikulum dan silabusnya [UIII] sudah dikaji di tingkat nasional. Desain untuk program studinya pun sudah [ada]” kata Nur Syam saat dihubungi Tirto, pada Jumat siang (19/1/2018).
Sementara itu, saat disinggung mengenai kualitas perguruan tinggi Islam yang saat ini ada, Nur Syam berjanji peningkatan bakal dilakukan seiring dengan berdirinya kampus UIII. Menurut Nur Syam, perguruan tinggi Islam, seperti UIN, IAIN, STAIN bakal berkembang sesuai kapasitasnya, serta lebih fokus pada pendidikan S1 mengingat UIII tidak menyediakan pendidikan untuk strata 1 tersebut.
“UIN tetap dibutuhkan masyarakat, sehingga tidak dimuati tambahan-tambahan. Namun kami juga berharap lulusan UIN bisa tampil di kancah internasional,” kata Nur Syam berharap.
Penulis: Damianus Andreas
Editor: Abdul Aziz