Menuju konten utama

Duduk Perkara Maybank vs Atlet eSport di Kasus Pembobolan Rp22 M

Nasabah Maybank menuntut ganti rugi atas tabungan sekitar Rp22 miliar yang dibobol pejabat bank.

Duduk Perkara Maybank vs Atlet eSport di Kasus Pembobolan Rp22 M
ilustrasi Bank [Foto/Shutterstock]

tirto.id - Dalam satu hari, muncul silang pernyataan dari nasabah Winda D Lunardi dan ibundanya, Floletta Lizzy Wiguna dengan manajemen Maybank berkaitan dugaan pembobolan. Korban dikenal sebagai atlet e-Sport sebagai Winda Earl di tim EVOS Ladies Mobile Legends.

Polemik baru muncul setelah Albert, seorang kepala cabang Maybank di Cipulir, Jakarta Selatan ditetapkan sebagai tersangka kasus tersebut. Tuduhannya memalsukan pembukuan, menerima imbalan atas transaksi, ‘mencuci’ uang diduga hasil pidana.

Kasus ini tak selesai dengan penetapan tersangka, karena nasabah ingin agar bank ganti semua kerugian uang yang ditilep pejabat Maybank total Rp22,8 miliar. Manajemen merespons penggantian itu bergantung vonis dari pengadilan.

Manajemen Maybank diwakili Head of National Antifraud Maybank, Andiko dan pengacara Hotman Paris Hutapea menjelaskan duduk perkara versi perusahaan.

Andiko menyebut, uang yang ditabung secara berjangka berasal dari Herman Lunardi, ayah Winda. Kali pertama lewat transfer sebesar Rp2 miliar pada 27 Oktober 2014. Lalu tambah hingga berjumlah Rp17,9 miliar. Ibu Winda, Floletta lalu ikut memarkir uang total Rp5 miliar.

“Menurut pengakuan tersangka [pimpinan cabang] ATM dan buku tabungan nasabah dipegang pimpinan cabang padahal sudah tanda tangan menerima,” kata Andiko, melansir KompasTV, Senin (9/11/2020).

Manajemen curiga ada permainan Albert disebut ‘bank dalam bank’. Ditandai dari pencairan bunga bank tabungan ibu-anak dibayarkan dari rekening pribadi Albert di bank lain (BCA) ke rekening Herman Lunardi sebesar Rp576 juta. Padahal dengan bunga 7 persen, Maybank harusnya membayar Rp1,2 miliar kepada nasabah.

Maybank juga menemukan, aliran dana transfer rekening Winda ke akun perusahaan asuransi Prudential sebesar Rp6 miliar untuk bayar polis. Berselang 1 bulan, uangnya ditransfer ke rekening Herman Lunardi senilai Rp4,8 miliar

Winda memastikan akun di Maybank berjenis rekening orang. Namun, Andiko membantah bahwa Albert hanya membukakan buku tabungan tapi bukan account statement. Semua data Winda diisi oleh pimpinan cabang dan nasabah hanya tanda tangan blanko.

“Diduga si pimpinan cabang ini praktik ‘bank dalam bank’. Ia memakai uang nasabah diputar di luar,” kata Hotman.

Bantahan Nasabah

Raibnya duit nasabah baru disadari pada Februari 2020 saat Winda dan ibunya akan menarik uang. Rupanya uang tersisa belasan juta di rekening Winda dan hanya ratusan ribu bagi ibunya. Winda melaporkan ke Maybank dan dijawab masalah sudah selesai. Padahal Winda belum juga menerima pengembalian dana.

Tudingan manajemen Maybank yang mengaitkan ayahnya dengan Albert membuat Winda sakit hati. Herman Lunardi merupakan nasabah lama, kata Winda, ketika memutuskan buka deposito. Tujuannya untuk tabungan masa depan, sehingga tak mungkin diotak-atik uangnya untuk polis asuransi Prudential seperti versi manajemen.

“Saya jamin tidak ada kerja sama antara papa saya dengan tersangka,” kata Winda, melansir KompasTV.

Winda dan ibunya memastikan punya rekening koran, tapi tak ada buku tabungan dan ATM karena menabung dalam waktu lama, sehingga merasa tak perlu alat pengambil uang.

“Saya kan mau meminta mutasi selama 2015 sampai periode sekarang. Saya baru diberitahu kalau saya harus mempunyai kartu ATM. Baru di sana saya membuat kartu ATM,” ujar Winda masih dari stasiun televisi sama.

Pengacara Winda, Joni Patinasarani menyebut data pribadi Winda, ibu dan bapaknya diduga disalahgunakan pelaku. “Oknum ini memegang data diri tidak hanya Winda tapi juga Bapaknya juga ibunya. Ada tiga rekening yang bisa dia gunakan dan kendalikan,” imbuhnya.

Direktur Indonesia e-Fraud Watch (IEW), Solichul Huda menilai perlunya pendekatan digital forensik untuk mengetahui apakah Maybank terlibat secara kelembagaan atau tidak. Selama ini kepolisian belum pakai pendekatan itu, padahal bisa jadi alat analisis utuh kasus di bank.

“Log atau catatan transaksi korban pasti ada di aplikasi tabungan yaitu rekening pertama kali buka. Jadi penyidik uji forensik data bank tersebut untuk melihat aliran dana korban dari rekening korban. Nanti akan tahu semua modus dan siapa saja yang terlibat,” ungkapnya.

Baca juga artikel terkait KASUS MAYBANK atau tulisan lainnya dari Zakki Amali

tirto.id - Hukum
Penulis: Zakki Amali
Editor: Rio Apinino