Menuju konten utama

DPR Minta Luhut Cabut Laporan Kasus Haris Azhar & Fatia

Legislator Nasdem Taufik Basari meminta Luhut mencabut laporan terhadap Haris Azhar dan Fatia.

DPR Minta Luhut Cabut Laporan Kasus Haris Azhar & Fatia
Kuasa hukum TKN pasangan Calon Presiden dan Calon Wakil Presiden nomor urut 01 Taufik Basari, Yusril Ihza Mahendra dan I Wayan Sudirta menjawab pertanyaan wartawan seusai menyerahkan berkas materi jawaban di Gedung Mahkamah Konstitusi di Jakarta, Senin (17/6/2019). ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A/pras.

tirto.id - Anggota Komisi III DPR Taufik Basari meminta agar laporan kasus pencemaran nama baik dengan tersangka Fatia Maulidiyanti dan Haris Azhar tidak diselesaikan dengan proses pidana. Ia pun mengusulkan dua hal.

“Masih tersedia jalur-jalur lain yang dapat ditempuh untuk menyelesaikannya. Saya mengusulkan pencabutan laporan oleh pelapor atau kepolisian mendorong penyelesaian perdamaian keadilan restoratif," ujar dia via keterangan tertulis, Senin (21/3/2022).

Aparat penegak hukum bisa menindaklanjuti dengan memberikan ruang yang sepadan dan proporsional bagi pelapor untuk menjelaskan keterangan versinya sebagai hak untuk membantah. Taufik melihat kasus ini melibatkan orang yang kini berada di kekuasaan.

Ia mengatakan meskipun dalihnya ini persoalan personal, namun sulit dihindari persepsi publik bahwa kasus ini menjadi kasus penguasa versus rakyat yang sedang memperjuangkan hak rakyat atas informasi.

"Tentunya akan lebih bijak apabila pelapor yakni Luhut Binsar Panjaitan bersedia mencabut laporannya dan menggunakan sarana media lain untuk membela dirinya atau menyampaikan penjelasannya," imbuh Taufik.

Dia berharap pihak kepolisian mempertimbangkan dan mengkaji usulan tersebut, demi menjaga demokrasi dan kepercayaan publik terhadap penegakan hukum yang adil. Haris Azhar, Direktur Lokataru, merespons perihal penetapan tersangka kepadanya.

"Badan saya, fisik saya, dan juga saya yakin Fatia, kami bisa dipenjara. Tapi kebenaran yang kami bicarakan dalam video Youtube itu, dia tidak bisa dipenjara. Penderitaan orang Papua, tidak bisa diberangus dan dipenjarakan," kata Haris, via konferensi pers daring, Sabtu (19/3). Ia menilai penetapannya sebagai tersangka sebagai sebuah kehormatan.

"Kalau negara hari ini hanya bisa memberikan status tahanan atau suatu hari akan memenjarakan saya, saya anggap itu sebuah kehormatan atau saya anggap fasilitas negara yang diberikan kepada saya, ketika kami membantu ungkap sebuah fakta," tutur dia.

Fakta yang dia maksud yakni benturan kepentingan sejumlah orang yang dobel posisi, yaitu posisi bisnis dan saat bersamaan juga menjabat sebagai pejabat publik. Fakta kedua, yang dia dan Fatia bahas adalah masalah di Papua yaitu praktik benturan kepentingan itu terjadi berbanding sangat jauh dengan situasi masyarakat di Intan Jaya.

Kasus Haris, Fatia, dan Luhut ini bermula pada Agustus 2021. Kala itu Fatia tampil dalam akun Youtube Haris Azhar yang berjudul “Ada Lord Luhut di Balik Relasi Ekonomi-Ops Militer Intan Jaya!! Jenderal BIN juga Ada!!."

Kuasa hukum Luhut menyomasi Fatia dalam tempo 5x24 jam sejak surat tersebut diterbitkan.

Hal ini juga berkaitan dengan temuan koalisi masyarakat sipil perihal indikasi kepentingan ekonomi dalam serangkaian operasi militer ilegal di Intan Jaya, Papua.

Riset yang diluncurkan oleh Walhi Eknas, Jatam Nasional, YLBHI, Yayasan Pusaka, LBH Papua, WALHI Papua, Kontras, Greenpeace, Bersihkan Indonesia dan Trend Asia mengkaji keterkaitan operasi militer ilegal di Papua dan industri ekstraktif tambang dengan menggunakan kacamata ekonomi-politik.

Dalam kajian koalisi ada empat perusahaan di Intan Jaya yang teridentifikasi dalam laporan ini yakni PT Freeport Indonesia (IU Pertambangan), PT Madinah Qurrata'ain (IU Pertambangan), PT Nusapati Satria (IU Penambangan), dan PT Kotabara Mitratama (IU Pertambangan).

Dua dari empat perusahaan itu yakni PT Freeport Indonesia dan PT Madinah Qurrata'ain adalah konsesi tambang emas yang teridentifikasi terhubung dengan militer/polisi termasuk dengan Luhut.

Baca juga artikel terkait KASUS LUHUT VS HARIS AZHAR atau tulisan lainnya dari Adi Briantika

tirto.id - Hukum
Reporter: Adi Briantika
Penulis: Adi Briantika
Editor: Fahreza Rizky