Menuju konten utama

DPR Klaim Dengarkan Aspirasi Publik saat Bahas RUU Kesehatan

DPR justru menuding ada suatu organisasi profesi kesehatan (OP) yang ingin UU Kesehatan hanya mengakomodir satu OP tertentu saja.

DPR Klaim Dengarkan Aspirasi Publik saat Bahas RUU Kesehatan
Pengunjuk rasa dari tenaga medis dan kesehatan melakukan aksi di depan gedung MPR/DPR-DPD, Senayan, Jakarta, Selasa (11/7/2023).ANTARA FOTO/Galih Pradipta/nym.

tirto.id - Wakil Ketua Komisi IX DPR Emanuel Melkiades Laka Lena mengklaim pembahasan RUU Kesehatan hingga disetujui menjadi undang-undang telah melibatkan partisipasi publik. Melki membantah DPR mengabaikan aspirasi yang disampaikan organisasi profesi bidang kesehatan.

“Jadi di Baleg sudah diundang, teman-teman ini yang mengatakan tidak diundang ini sudah diundang di Baleg. Di kami (Komisi IX) pun sudah diundang 2 kali malah,” kata Melki dalam Forum Medan Merdeka 9 di Kantor Kemenkominfo, Jakarta, Senin (17/7/2023).

Melki menyayangkan pihak organisasi profesi selalu menyebar kabar bahwa mereka tidak diundang dalam partisipasi publik dan tidak didengarkan aspirasinya. Ia menyatakan bahwa memang tidak semua aspirasi bisa dimasukan ke dalam UU Kesehatan.

“Saya kenal baik dengan semua pimpinan OP ini, saya merasa sayang aja, kalau saya cerita saya buka aib orang. Mereka sudah diundang sudah didengarkan, tapi memang tidak semua [aspirasi] itu kan masuk dalam norma. Lalu saya kasih ilustrasi itu dari 10 yang disampaikan, 7 masuk dalam norma UU dan 3 itu tidak,” jelas Melki.

Salah satu yang tidak diakomodir, kata Melki, tuntutan agar organisasi profesi tetap tunggal.

“Nah masalahnya, karena OP cuma satu yang mereka inginkan di [UU Kesehatan], sementara dalam UU ini ingin bahwa ya OP [lebih dari satu] itu karena kan hak berserikat berkumpul kan, kembali ke UUD 1945,” terang Melki.

Melki menyatakan bahwa dalam UU Kesehatan organisasi profesi tidak tunggal dan akan diatur pemerintah mengenai regulasinya.

“Sementara pada saat yang sama juga kita tau ada aspirasi teman-teman medis, para dokter, dokter spesialis, tenaga kesehatan, bidan, perawat mereka minta OP jangan satu karena nanti mereka nggak punya alternatif,” jelas Melki.

Ia menegaskan bahwa UU Kesehatan dibuat bukan untuk kepentingan satu kelompok atau individu saja. Maka ia menyayangkan kabar yang menyebut bahwa UU Kesehatan ini tidak dibahas dengan melibatkan partisipasi publik.

“Bahwa jangan karena kemudian kepentingan pribadi/kelompok terganggu maka tidak disebut untuk kepentingan banyak orang. Karena UU ini bukan untuk OP, tapi diputuskan melayani masyarakat banyak dan tenaga kesehatan agar mereka bekerja lebih baik,” ungkap Melki.

Baca juga artikel terkait UU KESEHATAN atau tulisan lainnya dari Mochammad Fajar Nur

tirto.id - Sosial budaya
Reporter: Mochammad Fajar Nur
Penulis: Mochammad Fajar Nur
Editor: Bayu Septianto