Menuju konten utama

Dirjen Dukcapil Kemendagri Diperiksa Jadi Saksi Kasus e-KTP

Ditjen Dukcapil Kemendagri, Zudan Arif Fakrulloh dipanggil KPK sebagai saksi untuk tersangka Direktur Utama PT Sandipala Arthaputra, Paulus Tannos, Selasa (20/8/2019).

Dirjen Dukcapil Kemendagri Diperiksa Jadi Saksi Kasus e-KTP
Juru Bicara KPK Febri Diansyah. Antaranews/Benardy Ferdiansyah.

tirto.id - Dirjen Dukcapil Kemendagri, Zudan Arif Fakrulloh dipanggil Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) hari Selasa (20/8/2019). Zudan dipanggil sebagai saksi untuk kasus korupsi pengadaan proyek KTP Elektronik (e-KTP).

Dia dipanggil sebagai saksi untuk tersangka Direktur Utama PT Sandipala Arthaputra, Paulus Tannos.

"Yang bersangkutan dipanggil sebagai saksi terkait tersangka PLS [Paulus Tannos]," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah, Selasa (20/8/2019).

Selain Zudan ada 5 saksi lain yang dipanggil yaitu Kartika Wulansari sebagai karyawan swasta, kemudian mantan Direktur Produksi Perum Percetakan Negara Republik Indonesia (PNRI) Yuniarto.

Saksi ketiga adalah Muda Ikhsan Harahap yang menjadi pegawai PT SAP Indonesia, kemudian ada Andy Wardhana selaku Komisaris PT Delta Resource, dan Manager Legal PT Sinarmas Sekuritas Anthony Pheanto.

Nama Tannos muncul kembali setelah ditetapkan sebagai tersangka baru proyek e-KTP oleh KPK pada hari Selasa (13/8/2019). Tannos dianggap bersalah karena ikut menyepakati skenario pemenangan tender e-KTP langsung pada PNRI.

Dia juga ikut menyepakati fee yang harus diberikan kepada anggota DPR. Dia sendiri disinyalir mendapat keuntungan paling besar.

"Sebagaimana telah muncul di fakta persidangan dan pertimbangan hakim dalam perkara dengan terdakwa Setya Novanto, PT Sandipala Arthaputra diduga diperkaya Rp145,85 miliar terkait proyek e-KTP ini," ucap Wakil Ketua KPK Saut Situmorang.

Bersama dengan Miryam S Haryani, Direktur Utama Perum Percetakan Negara RI Isnu Edhi Wijaya dan Ketua Konsorsium PNRI, Ketua Tim Teknis Teknologi Informasi Penerapan Kartu Tanda Penduduk Elektronik Husni Fahmi, Tannos disangkakan melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 jo Pasal 64 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.

Baca juga artikel terkait KASUS KORUPSI E-KTP atau tulisan lainnya dari Felix Nathaniel

tirto.id - Hukum
Reporter: Felix Nathaniel
Penulis: Felix Nathaniel
Editor: Maya Saputri