tirto.id - Dinas Kesehatan (Dinkes) Sulawesi Selatan tengah menangani enam kasus Kejadian Luar Biasa (KLB) pertusis pada anak. Kepala Dinas Kesehatan Sulsel, Rosmini Pandin merinci sebanyak 4 kasus di Kabupaten Bulukumba dan 2 kasus di Kabupaten Luwu.
Rosmini menyebut KLB pertusis pada sejumlah wilayah terjadi lantaran pasien tidak diimunisasi atau imunisasi lengkap tidak terpenuhi. Sementara pertusis ini bisa dicegah dengan vaksinasi atau imunisasi.
"Mudah-mudahan itu bisa jadi pemicu untuk dilakukan imunisasi kejar ke sejumlah daerah yang capaiannya masih rendah sembari melakukan penelusuran anak-anak kita yang belum diimunisasi," ujar Rosmini di Makassar, Rabu (11/5/2023).
Rosmini mencatat sebanyak 19 anak dicurigai (suspek) pertusis (batuk rejan) atau disebut batuk seratus hari, terdiri dari 16 orang di Kabupaten Bulukumba dan 3 orang di Luwu.
Penyakit ini dapat dicegah dengan imunisasi atau PD3I seperti polio, hepatitis B, pertusis, difteri, haemophilus influenzae tipe B, campak dan tetanus. Kasus dari penyakit tersebut telah dikategorikan KLB atau Kejadian Luar Biasa.
Rosmini menyebut saat ini dinas kesehatan provinsi dan daerah tengah melakukan penanganan secara tuntas agar KLB tidak lagi terjadi.
Selain menangani pasien positif KLB portusis, Tim Gerak Cepat (TGC) juga melakukan tracing atau penelusuran terhadap pihak-pihak yang kontak erat dengan pasien.
"Jadi penanganan itu dilakukan telusur oleh TGC, kemudian dilaporkan dan dilakukan lagi vaksinasi di sekitarnya, ada SOP-nya, mereka ditangani hingga tuntas," ujarnya.
Kendati pertusis disebabkan infeksi saluran pernapasan dan bersifat sangat menular, namun Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI belum menyiapkan penanganan kontak erat pasien portusis seperti ketersediaan obat.
"Padahal penularannya cepat, dan untuk menuntaskan penanganannya, kita harus tracing pada kerabat dan teman-teman korban agar KLB ini tidak terjadi kembali. Sebab jika melihat riwayat KLB pertusis, selalu saja terjadi di daerah itu," ujar Sitti Hidayah selaku Kasi Suveilans dan Imunisasi Dinkes Sulsel.
Selain pemerintah pusat, Dinkes Sulsel mengharapkan dinas kesehatan daerah ikut kooperatif dalam merencanakan pengadaan obat. Hal itu mengacu pada data temuan KLB pertusis di masing-masing daerah pada tahun-tahun sebelu.
Dinkes Sulsel mencatat kasus pertusis di wilayahnya pada 2022 sebanyak 6 orang dari suspek sebanyak 22 orang. Adapun 6 orang ini tersebar di Maros 2 orang, Bulukumba 1 orang, dan Luwu 3 orang.
"Berdasarkan riwayat kasus pertusis, kita yakin kasus sekarang masih imbas dari tahun sebelumnya, karena penanganannya memang yang tidak lengkap," ujarnya.
Terkait penanganan kontak erat pasien pertusis, Dinkes Sulsel telah mengajukan permintaan obat profilaksis dalam bentuk sirup dan tablet.
"Kini mulai dianggarkan dan obatnya sudah ada, jadi siap dibagi meski obatnya terbatas," kata dia.