tirto.id - Dinas Kesehatan (Dinkes) Kota Semarang, Jawa Tengah, melaporkan temuan kasus diabetes melitus (DM) pada anak di wilayahnya mengalami peningkatan cukup signifikan.
Temuan diabetes melitus pada anak di Semarang tahun 2022 mencapai 377 kasus. Jumlah itu meningkat dari temuan pada 2021 sebanyak 269 kasus.
Kepala Dinkes Kota Semarang, dr Abdul Hakam menjelaskan diabetes melitus terbagi tipe 1 dan 2. Temuan kasus diabetes melitus pada anak yang dilaporkan Dinkes Semarang merupakan gabungan keduanya.
Secara rinci, temuan diabetes melitus pada anak tahun 2021 terdiri atas 27 kasus DM tergantung insulin dan 242 kasus DM yang tidak tergantung dengan insulin.
Pada 2022, DM yang tergantung insulin sebanyak 33 kasus dan DM yang tidak tergantung insulin sebanyak 344 kasus.
Hakam menjelaskan diabetes melitus tipe 1 menyerang anak-anak dengan autoimun sejak lahir mengakibatkan kelainan di pankreas, padahal pankreas memproduksi insulin.
"Kalau insulinnya tidak bisa terproduksi pasti gula darahnya tinggi. Karena itu, membutuhkan insulin supaya kadar gula darah atau dari makanan yang dikonsumsi menjadi glukosa. Glukosa dibutuhkan sel bagi penderita DM untuk tenaganya," kata Hakam dikutip dari Antara, Sabtu (11/2/2023).
Pankreas yang mengalami gangguan atau kerusakan tidak bisa memproduksi insulin, sehingga dibutuhkan insulin yang disuntikkan dari luar.
"Makanya, jangan heran ada anak kecil sudah harus nyuntik insulin sebelum makan. Karena [insulin] itu dibutuhkan supaya ketika dia makan jadi glukosa dan itu masuk ke dalam sel-sel dalam tubuhnya," katanya.
Sementara untuk diabetes melitus tipe 2, semula banyak ditemukan pada orang dengan usia 60 tahun ke atas. Akan tetapi, Hakam bilang belakangan ini banyak temuan kasus DM tersebut pada usia muda.
"Semakin ke sini, angka usia [penderita DM tipe 2] tambah maju. Karena pola hidup, pola makan tidak dilakukan secara sehat. Penginnya mager (malas gerak), makan enak," katanya.
Apalagi, kata dia, layanan kuliner sekarang ini sudah sedemikian maju. Hal itu memungkinkan setiap orang memesan makanan lewat daring tanpa perlu ke gerai penjualnya.
"Pola-pola seperti ini diperbaiki. Pola hidup milenial, pola makannya. Bagaimana badan tetap sehat terjaga keseimbangan gizinya, diimbangi dengan aktivitas. Jadi, benar-benar seimbang," katanya.
Penulis: Dwi Aditya Putra
Editor: Gilang Ramadhan