tirto.id - Kasus diabetes militus pada anak meningkat drastis dalam kurun tiga belas tahun terakhir.
Data Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) menyebutkan, pada tahun 2023, kasus diabetes meningkat hingga 70 kali lipat sejak tahun 2010.
Rincian data kasus diabetes pada anak dan remaja di tahun 2023 mencapai angka 1.654 yang tersebar di 13 kota seluruh Indonesia.
Kondisi darurat ini, tentu merupakan sebuah teguran bagi orang tua agar senantiasa memperhatikan pola hidup sehat pada anak demi mencegah terjadinya diabetes.
Menurut laman Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (Kemenkes RI), anak yang menderita penyakit diabetes biasanya memiliki sejumlah gejala termasuk banyak makan, banyak minum, banyak buang air kecil dan buang air besar, penurunan berat badan drastis dalam 2–6 minggu, kelelahan, dan lekas marah.
Selain itu, juga terdapat tanda darurat lainnya yang patut diwaspadai seperti sesak nafas, dehidrasi, syok, dan napas berbau keton.
Jenis diabetes yang kerap terjadi pada anak adalah diabetes militus tipe 1, yang disebabkan oleh pankreas yang tidak memiliki cukup insulin.
Menanggapi persoalan serius yang tengah dihadapi oleh anak Indonesia, dosen dari Departemen Biostatistik, Epidemiologi, Kesehatan Populasi, Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat dan Keperawatan (FKKMK) Universitas Gadjah Mada (UGM), Lastdes Cristiany Friday Sihombing menjelaskan bahwa langkah utama yang dapat mencegah terjadinya diabetes pada anak adalah pola hidup sehat yang dibiasakan sejak usia bayi.
“Pencegahan dimulai dari kebiasaan dan penerapan pola makan saat MPASI,” tutur Lastdes dalam keterangan tertulis yang diterima Tirto, Senin (7/2/2023).
Cara Cegah Diabetes pada Anak
Anak secara umum belum terlalu paham mengenai apa yang terbaik untuk kesehatannya. Oleh karena itu, peran orang tua sangat penting untuk membentuk pola hidup sehat pada anak.
Pola hidup sehat dimulai sejak anak masih berusia dini. Bahkan pola hidup sehat sudah bisa diterapkan semenjak anak mengenal makanan pembantu ASI.
Lastdes pun memberikan tips yang dapat diikuti orang tua untuk mencegah diabetes pada anak, berikut penjelasannya.
1. Pola makan sejak dini
Pada usia awal kehidupan anak, sejak usia 6 bulan ke atas anak sudah mulai mengenal makanan lain selain ASI. Makanan yang diberikan bisa berbentuk makanan padat seperti biskuit atau bubur.
Sehingga, pada tahap ini, anak sudah mengenal rasa seperti asin dan manis. Orang tua diharapkan dapat mengatur asupan gula dan garam pada anak.
Sebab, tahap awal perkenalan makanan merupakan momen krusial yang akan membentuk pola kebiasaan makan anak di kemudian hari.
“Anak-anak kalau dikenalkan dengan rasa yang signifikan baik asin, manis, maupun gurih akan cenderung ketagihan memilih makanan tersebut sehingga orang tua harus bisa mengatur atau membatasi konsumsi gula garam pada anak. Sebab, jika anak sudah terbiasa mengonsumsi gula maupun garam akan terbawa sampai dewasa dan sulit dihilangkan,” jelas Lastdes.
2. Edukasi anak
Saat anak sudah mulai diajak berdiskusi, berikan pengertian kepada anak mengenai seberapa banyak jajanan manis yang bisa mereka konsumsi. Jelaskan kepada mereka jajanan apa saja yang boleh dikonsumsi.
WHO memberikan anjuran konsumsi gula pada anak adalah kurang dari 6 sendok teh per hari. Sementara asupan garam dianjurkan kurang dari 1 sendok teh per hari.
3. Aktif bergerak
Selain mengatur asupan gula dan garam, hal yang tak kalah penting adalah mendorong anak agar aktif bergerak. Mengikuti kegiatan olahraga rutin juga sangat disarankan bagi anak.
Selain bisa mencegah diabetes, anak yang aktif melakukan kegiatan fisik secara teratur bisa mendorong tumbuh kembang dan metabolisme anak menjadi lebih baik.
“Kondisi pandemi kemarin juga membuat anak-anak tidak banyak melakukan aktivitas luar ruangan dan kurang gerak. Ini mungkin juga menjadi salah satu faktor yang meningkatkan angka diabetes pada anak di tanah air,” papar Lastdes.
Berdasarkan data dari Indonesian Report Card On Physical Activity for Children & Adolescents 2022, aktivitas fisik yang dilakukan oleh anak Indonesia tergolong rendah.
Laporan tersebut menyebutkan bahwa kurang dari 20 persen dari jumlah populasi anak di Indonesia masih belum memenuhi kebutuhan aktivitas fisik.
Editor: Dhita Koesno