tirto.id - Jaringan Advokasi Tambang (JATAM) menilai aksi demonstrasi mahasiswa Universitas Haluoleo, Kendari, Sulawesi Tenggara yang sempat rusuh, Rabu (6/3/2019), disinyalir akibat akumulasi kekecewaan masyarakat menolak kehadiran tambang di Pulau Wawonii.
"Aksi pada 6 Maret lalu itu, dilakukan warga Pulau Wawonii dan mahasiswa, mendesak dan menuntut Gubernur Sulteng Tenggara untuk mencabut 15 izin tambang di Pulau Wawonii," ujar Kepala Kampanye Jatam Melky Nahar kepada Tirto, Selasa (12/3/2019).
Sejak 2007, menurut Melky, masyarakat bersama mahasiswa menolak kehadiran tambang di Pulau Wawonii yang diterbitkan oleh bupati saat itu, Lukman Abunawas secara sepihak tanpa proses sosialisasi terlebih dahulu kepada warga.
"Izin-izin itu diterbitkan sepihak oleh Bupati, dan rentan dengan praktik koruptif," tuturnya.
Lebih dari itu, menurut Melky, penolakan proyek tambang tersebut juga dinilai masyarakat mengancam penghidupan mereka. Masyarakat lokal menggantungkan hidupnya pada pertanian dan perkebunan, perikanan dan kelautan, serta pariwisata.
"Masyarakat Wawonii kemudian terus melawan, meski dalam sejarah perjuangan mereka, kerap diintimidasi, dilecehkan, ditembak aparat keamanan," ujarnya.
Sejauh ini Jatam, menurut Melky, terus berkoordinasi dengan para organisasi gerakan yang berada di sana sembari memperkuatnya dengan kajian-kajian.
"Jatam lebih pada penguatan kajiannya sih. Terutama terkait tambang di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil. Belum turun langsung ke Kendari untuk aksi bersama," pungkasnya.
Penulis: Alfian Putra Abdi
Editor: Maya Saputri