Menuju konten utama

Demi Netralitas, ASN & TNI-Polri Wajib Mundur jika Maju Pilkada

Netralitas aparat dan ASN dipertaruhkan, ketika masih ada beberapa ASN, TNI-Polri tercatat maju Pilkada, tetapi tidak mundur dari jabatannya.

Demi Netralitas, ASN & TNI-Polri Wajib Mundur jika Maju Pilkada
Sejumlah personel Polisi saat mengikuti apel gabungan TNI-Polri di Mapolres Bogor, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Senin (13/11/2023). ANTARA FOTO/Yulius Satria Wijaya/YU

tirto.id - "Saya kembali mengingatkan kepada seluruh ASN, TNI, dan Polri, dalam menjalankan tupoksinya (tugas pokok dan fungsi) harus bersifat netral dan bekerja sesuai dengan koridor hukum yang berlaku."

Menkopolhukam Hadi Tjahjanto menyampaikan penekanan dalam pengarahan Rapat Koordinasi Kesiapan Penyelenggaraan Pilkada Serentak 2024 di Wilayah Papua di Jayapura, Papua, Rabu (29/5/2024). Dalam keterangan pers yang diterima, Kamis (30/5/2024), Hadi meminta para ASN, TNI dan Polri untuk netral dan bekerja sesuai koridor hukum.

Bagi mantan Panglima TNI ini, netralitas TNI-Polri dan ASN penting demi legitimasi penyelenggaraan Pilkada tidak terganggu. Ia mengingatkan, ketidaknetralan mempengaruhi kepercayaan publik dalam hasil pemilu.

"Tentunya, kualitas demokrasi akan terganggu apabila legitimasi masyarakat menurun terhadap hasil pemilu, pemerintah, maupun kepada penyelenggara pemilu," katanya.

Sayangnya, netralitas aparat dan ASN hanya akan menjadi jargon, ketika dalam kenyataannya harus diakui bahwa masih ada beberapa ASN, TNI-Polri berstatus aktif yang tercatat maju Pilkada di beberapa daerah.

ASN Setingkat Sekda, TNI, Polri Maju Pilkada

Dalam catatan, ASN yang ikut pilkada rerata berstatus sekretaris daerah. Mengutip pemberitaan TV One, Sekda Cimahi Dikdik Suratno sudah didorong untuk maju Pilkada Kota Cimahi 2024 mendatang.

Kemudian Sekda Kota Semarang, Iswar Aminuddin ikut mendaftar sebagai Bakal Calon Wali Kota Semarang lewat PDIP. Hal itu terungkap dalam upaya Iswar mengambil formulir di maju Wali Kota lewat DPC PDIP Kota Semarang pada Selasa (7/5/2024) lalu.

Selain itu, ada juga Sekda Kota Majalengka, Eman Suherman, yang mendapat dukungan dari sejumlah partai untuk maju Pilbup Majalengka. Eman pun sudah ikut proses penjaringan, bahkan mendaftar ke PPP.

Di luar tiga nama tersebut, salah satu sekda yang juga mendapat perhatian adalah Sekda Kota Depok, Supian Suri. Supian mendapat dukungan maju Pilkada Depok lewat Koalisi Sama-Sama yang terdiri atas PDIP, Gerindra, PPP, PKB, Demokrat dan PAN.

Partai-partai ini sudah memberikan surat rekomendasi dengan status Supian masih menjabat sebagai sekda pada pertengahan Mei 2024 lalu. Terkini, mengutip dari Liputan6, Supian sudah mengajukan cuti luar tanggungan dan mundur dari kursi Sekda Depok. Ia pun mengklaim akan mendapat surat pemberhentian sebagai ASN pada Juni 2024 mendatang.

Gelar pasukan Operasi Keselamatan Candi 2024

Anggota kepolisian melakukan hormat saat mengikuti apel gelar pasukan Operasi Keselamatan Candi dan Pencanangan Aksi Kesalamatan Jalan di Lapangan Pancasila, Semarang, Jawa Tengah, Sabtu (2/3/2024). ANTARA FOTO/Makna Zaezar/wpa.

Anggota TNI-Polri juga ada yang berstatus aktif seperti para sekda dan tetap maju pilkada. Salah satu anggota yang menjadi sorotan adalah Kapolda Jateng, Irjen Ahmad Luthfi. Sejumlah baliho dan banner Luthfi maju Pilkada Jateng sudah beredar di berbagai daerah. Teranyar, Luthfi disebut sudah berkomunikasi dengan Partai Nasdem untuk maju Pilkada Jateng.

"Sebut saja misalnya Kapolda Jateng ternyata juga punya minat untuk mencalonkan gubernur ini akan komunikasi dengan kita," kata Ketua DPP Partai Nasdem Sugeng Suparwoto di Kantor Nasdem, Kamis (30/5/2024).

Sugeng menyebut bahwa Nasdem dan Ahmad Luthfi mengagendakan pertemuan bersama untuk membahas isu politik. Kedua belah pihak dijadwalkan akan bertemu pada Sabtu (1/6/2024).

"Kita bahkan sudah diagendakan kalau tidak salah besok hari Jumat, eh hari Sabtu," kata dia.

Selain Luthfi, ada nama lain yang juga berstatus anggota polisi yang disebut maju pilkada seperti Kapolda Papua, Irjen Mathius D. Fakhiri dan Wakapolda Aceh, Brigjen Armia Fahmi. Namun, nama Luthfi jauh lebih santer, apalagi sudah sampai masuk dalam beberapa lembaga survei.

Saat ditemui usai acara sosialisasi Tapera di Gedung Bina Graha, Jakarta, Jumat (31/5/2024), Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko enggan berkomentar soal fenomena tersebut. "Sudah itu dulu (soal Tapera)," kata Moeldoko singkat.

Desakan Mundur bagi ASN, TNI-Polri Maju Pilkada

Sejumlah pegiat pemilu dan ahli hukum pun menyampaikan kritik terhadap fenomena sekda dan aparat yang berpolitik praktis di tengah status mereka sebagai ASN maupun TNI-Polri.

Peneliti Perludem, Fadli Ramadhanil mengingatkan bahwa para ASN, TNI-Polri harus mundur jika ikut dalam proses pencalonan pilkada. Ia menilai, upaya mendekati partai politik sudah termasuk proses pemilu sehingga harus mundur.

"Kalau ada ASN, TNI-Polri mau ikut politik praktis, proses pencalonan pilkada, ya mundur, harus mengundurkan diri dari sekarang, termasuk mulai dari proses dia melakukan pendekatan ke partai politik, dia melakukan pendekatan ke banyak-banyak elite partai politik dia harus sudah mundur karena itu sudah bagian dari aktivitas politik praktis," kata Fadli, Jumat (31/5/2024).

Fadli tidak memungkiri upaya seperti berkomunikasi dengan partai politik hingga sekadar memasang baliho masif bermuatan nama aparat, baik ASN, TNI maupun Polri sudah dikategorikan sebagai politik praktis. Ia menilai, permasalahan seperti itu tidak hanya berimbas kepada tindakan etis-tidak etis pejabat, melainkan juga mempertaruhkan citra lembaga.

Oleh karena itu, Fadli mendorong agar para ASN, TNI-Polri yang ingin terjun ikut pemilu harus segera mundur. Di sisi lain, pemerintah perlu bertindak ketika menemukan unsur yang mengarah pada politik praktis. Ia mendorong instansi pemerintah asal berani keras agar tidak ada penyalahgunaan kekuasaan dan melanggar aturan.

"Mesti ditegakkan sanksi disiplin oleh instansi dan lembaga kalau mereka tidak mundur. Harus lebih sensitif terhadap praktik politik praktis karena kita tahu bahwa engga ada keinginan untuk mundur dari beberapa orang berstatus politis atau ASN untuk langsung mundur," kata Fadli.

Direktur Eksekutif Pusat Studi Konstitusi Universitas Andalas Charles Simambura menilai permasalahan para ASN dan TNI-Polri maju pilkada memang menjadi dilema. Ia mengakui regulasi melarang mereka untuk maju, tetapi mereka juga perlu berkomunikasi dengan partai untuk mendapatkan tiket.

"Secara normatif ini menjadi dilema ya. Di satu sisi kita melarang ASN, TNI-Polri untuk berpolitik praktis, tapi manakala mereka hendak mencalonkan diri mereka mulai sowan kemana-mana. Di situ kemudian wilayah abu-abunya. Kalau mereka dilarang sowan kemana-mana, terus gimana partai politik akan bisa mengenal dan mengetahui mereka dan bagaimana untuk bisa dicalonkan sementara ini tahap penjajakan," kata Charles kepada Tirto, Jumat (31/5/2024).

Charles mengingatkan bahwa aturan meminta ASN, TNI dan Polri untuk mundur ketika mau maju pemilu. Namun, para ASN maupun TNI-Polri tidak bisa dibiarkan ketika melakukan lobi politik. Ia beralasan, ASN maupun TNI-Polri yang ikut pemilu bisa saja menggunakan kekuasaan atau jabatan untuk mendapatkan dukungan.

Selain itu, Charles juga mengingatkan potensi gangguan netralitas aparat dalam pilkada mendatang. Ia khawatir ada dua bentuk ketidaknetralan yang terjadi. Pertama adalah ASN atau TNI-Polri itu akan menggunakan kekuasaannya untuk mendorong bawahan mendukungnya meski sudah keluar dari jabatan di masa depan. Kedua, memobilisasi para bawahan untuk mengajak mereka tidak memilih partai yang batal mengusung ASN atau TNI-Polri tersebut.

Meski ada ruang abu-abu, Charles mendorong agar Bawaslu untuk pro-aktif mengingatkan agar tidak ada pelanggaran aturan dalam pemilu. Namun, ia lebih mendorong para ASN maupun TNI-Polri mundur jika memang ingin berpolitik praktis.

"Sebenarnya kalau mau lebih tegas lagi mestinya mereka mundur sejak awal dari mengambil formulir tapi kan di satu sisi belum tentu, belum pasti, ini merugikan. Saya pikir ini memang ada wilayah abu-abu yang belum tegas diatur tetapi sebenarnya pada posisi kemudian harusnya Bawaslu berperan untuk mencegah," kata Charles.

Ahli hukum tata negara Universitas Bengkulu, Beni Kurnia Illahi, juga mengingatkan bahwa undang-undang pilkada mengamanatkan agar TNI-Polri dan ASN untuk mundur. Bagi TNI-Polri, status mundur penting agar tidak mengganggu stabilitas penyelenggaraan pemerintahan. Hal yang sama juga bagi ASN.

Ia khawatir muncul kecurangan terstruktur baik yang dilakukan ASN setingkat sekda maupun TNI-Polri dengan jabatan setingkat kapolda atau pangdam ketika melakukan politik praktis.

"Dia akan lebih dikira memobilisasi terhadap aparatur pemerintahan di sana karena yang dimaksud terstruktur di dalam konteks TSM itu memang itu lah makna terstruktur," kata Beni, Jumat (31/5/2024).

Beni mengingatkan, makna struktur adalah tindakan penyelenggara negara termasuk penyelenggara pemilu untuk melakukan mobilisasi massa, berkecenderungan untuk memilih satu pasangan calon.

"Ini disebut sebagai politik gentong babi, memanfaatkan momen dan jabatannya untuk memilih salah satu paslon yang mereka anggap itu terafiliasi dengan kelompok-kelompok mereka," kata Beni.

Beni mengatakan, ASN dan TNI-Polri yang melakukan lobi politik sudah melanggar tugasnya. Ia mencontohkan, polisi yang melakukan lobi politik sama dengan melanggar fungsinya sebagai pengayom publik. Hal itu, kata Beni, sudah termasuk melanggar prinsip penyelenggaraan pemerintahan yang baik.

Di sisi lain, Beni melihat situasi para ASN maupun TNI-Polri melakukan pelanggaran karena tidak ada larangan tegas untuk tidak ikut kontestasi. Menurut Beni, hal itu justru tidak akan baik karena menunjukkan mereka maju dengan menggunakan kewenangan yang berimbas pada konflik kepentingan.

Oleh karena itu, senada dengan yang lain, Beni juga mendorong agar para ASN maupun TNI-Polri untuk mundur agar lebih terhormat dalam mengikuti Pilkada.

"Makanya kita tentu saja mendorong agar yang bersangkutan baik itu kapolda, sekda dan juga pejabat-pejabat negara strategis lainnya, atau pejabat daerah strategis lainnya ya untuk mundur saja kalau memang ingin kemudian masuk ke dalam konteks kontestasi pilkada ya harusnya mengundurkan diri secara baik, lalu bergabung dengan partai politik," kata Beni.

"Itu justru lebih gentle daripada menggunakan fasilitas negara untuk berpolitik. Itu kan sangat jauh dari prinsip demokrasi dan itu dikhawatirkan dengan sikap politik gentong babi itu," tutur Beni.

Baca juga artikel terkait PILKADA 2024 atau tulisan lainnya dari Andrian Pratama Taher

tirto.id - Politik
Reporter: Andrian Pratama Taher
Penulis: Andrian Pratama Taher
Editor: Maya Saputri