Menuju konten utama

Menilik Peta Politik Pilkada Jateng: Siapa Paling Berpeluang?

Dari dinamika politik di Pilkada Jateng, beberapa kandidat sudah muncul, tetapi poros koalisi masih sangat cair.

Menilik Peta Politik Pilkada Jateng: Siapa Paling Berpeluang?
Ilustrasi bursa Pligub Jateng. tirto.id/Quita

tirto.id - Pertarungan politik di Pilkada Jawa Tengah semakin kuat. Hal ini semakin terang setelah KPU Jawa Tengah mengumumkan PDIP sebagai parpol satu-satunya yang memperoleh kursi untuk mengusung kandidat sendiri.

Dalam rapat pleno yang digelar di kantor KPU Jawa Tengah, Jawa Tengah, Selasa (28/5/2024), Ketua KPU Jawa Tengah, Handi Tri Ujono, mengumumkan bawah PDIP merupakan partai dengan kursi legislatif terbanyak di Jawa Tengah, yakni 33 kursi. Handi mengakui PDIP bisa mengusung kandidat sendiri.

“Secara formil memang iya kalau ketentuan pengajuan pasangan calon parpol minimal didukung oleh 20 persen kursi atau 25 persen suara," ujarnya.

"Sementara tadi tertinggi dari PDIP 33 kursi. Kalau di Jateng 120 kursi, jadi ada 24 kursi untuk dapat mengajukan pasangan calon. Jadi kalau sudah dapat 33, tentu melampaui syarat minimum,” imbuh Handi.

Status ini memperkuat pergerakan PDIP Jawa Tengah dalam Pilkada Jawa Tengah. Saat ini, sejumlah kader PDIP sudah mengambil formulir untuk maju Pilkada Jawa Tengah antara lain Eks Ketua DPRD Jawa Tengah, Rukma Setyabudi, Kepala LKPP cum eks Wali Kota Semarang, Hendrar Prihadi, mantan Wakil Jawa Tengah, Heru Sudjatmoko, Anggota DPR RI, Riyanta, hingga Bupati Klaten, Sri Mulyani.

Di sisi lain, PKB terus berupaya untuk membangun koalisi dengan mendorong Gus Yusuf maju Pilkada Jateng. Teranyar, PKB, lewat Ketua Desk Pilkada PKB Abdul Halim Iskandar berupaya melobi Gerindra untuk mengusung Gus Yusuf di Pilkada Jateng.

Halim mengakui bahwa pihaknya membuka pintu komunikasi dengan Gerindra Jawa Tengah untuk bisa maju bersama dalam Pilkada Jawa Tengah. Sosok nama yang masuk dalam proses kerja sama tersebut adalah Ketua DPD Gerindra Jawa Tengah, Sudaryono, untuk menjadi calon wakil gubernur mendampingi Yusuf Chudlori.

"Komunikasi Gus Yusuf dengan Pak Sudaryono sebagai Ketua Gerindra Jateng," kata Halim di kantor DPP PKB, Jakarta, Rabu (22/5/2024).

Meski demikian, Halim masih membuka pintu komunikasi dengan partai lain untuk mencari pendamping Yusuf Chudlori. Menurutnya, PKB masih memiliki cukup waktu berdiskusi dengan banyak pihak dalam proses penentuan kursi calon wakil gubernur.

"Koalisi bisa dengan siapa saja, dan bagi dari proses membangun koalisi," kata dia.

Situasi politik di bursa Pilkada Jateng memang masih dinamis. Mengutip hasil survei Parameter Politik Indonesia (PPI), belum ada satu pun kandidat yang cukup kuat untuk menguasai Jawa Tengah. Direktur Eksekutif PPI Adi Prayitno mengatakan bahwa belum ada tokoh kuat setelah Ganjar dan Gibran tidak lagi maju di Pilkada Jateng.

"Setelah Ganjar Pranowo dan Gibran Rakabuming Raka tidak maju Pilkada Jawa Tengah, belum ada lagi tokoh Jawa Tengah yang dikenal luas dan punya modal politik mumpuni di level provinsi," kata Adi dalam rilis survei Pilkada Jateng per Mei 2024 secara daring, Rabu (29/5/2024).

Pendapat Adi bukan tanpa alasan. Dari segi popularitas, lima tokoh dengan popularitas paling tinggi antara lain eks Wagub Jawa Tengah, Taj Yasin (52,1 persen), eks Wali Kota Semarang cum Kepala LKPP, Hendrar Prihadi (40 persen), Bupati Kendal cum kader Golkar, Dico Ganinduto (38,1 persen), Ketua DPD PKB Jawa Tengah, Yusuf Chudlori atau Gus Yusuf (30,7 persen) dan Bambang Wuryanto (29,5 persen).

Sementara itu, jika dilihat secara terbuka, 5 nama kandidat elektabilitas calon gubernur jatuh pada Taj Yasin 10,9 persen, Hendrar Prihadi 7,7 persen, Dico Ganinduto 7,1 persen, Gus Yusuf 6,4 persen, Joko Sutopo 2,1 persen dan Bambang Pacul 2 persen.

Taj Yasin Survei cagub Pilkada Jateng

Tangkapan layar - Direktur Eksekutif Parameter Politik Indonesia Adi Prayitno saat memaparkan hasil survei yang disiarkan daring dan disaksikan dari Jakarta, Rabu (29/5/2024). ANTARA/Rio Feisal.

Elektabilitas nama-nama lain yang disebut-sebut berada di bawah itu seperti Kapolda Jateng, Irjen Ahmad Lutfi (1,8 persen), Sudaryono (0,7 persen) hingga anak presiden Jokowi cum Ketua Umum PSI, Kaesang Pangarep 0,7 persen.

Dalam simulasi lima nama juga tidak berubah dan menguat tidak terlalu banyak yakni Taj Yasin (22,7 persen), Gus Yusuf (13,1 persen), Hendrar Prihadi (12,5 persen), Dico Ganinduto (11,9 persen), dan Joko Sutopo (9 persen).

Saat nama Taj Yasin dihapus karena fokus sebagai legislator DPD, lima nama terkuat memiliki elektabilitas berbeda tipis yakni Gus Yusuf 13,7 persen, Hendrar Prihadi 12,6 persen, Dico Ganinduto 12,3 persen, Ahmad Lutfi 10,3 persen dan Joko Sutopo 9,2 persen.

Sementara itu, dalam elektabilitas cawagub secara terbuka, lima nama tokoh teratas adalah Taj Yasin (5,4 persen), Gus Yusuf (2,5 persen), Raffi Ahmad (1,6 persen), Ahmad Lutfi (1,5 persen), dan Sudirman Said (1,4 persen). Di luar nama itu, ada Sudirman Said (1,4 persen), Dico Ganinduto (1,3 persen), Sudaryono (0,6 persen) dan Hendrar Prihadi (0,4 persen).

Dalam simulasi tertutup, nama Taj Yasin tetap teratas dengan 14,6 persen. Kemudian disusul Ahmad Lutfi 8,6 persen, Gus Yusuf 7,7 persen, Dico Ganinduto 7,4 persen dan Hendrar Prihadi 6 persen.

PPI juga menemukan persepsi publik untuk pendamping nama-nama yang diisukan maju Pilada. Jika Taj Yasin kembali maju Pilkada, 3 nama terkuat adalah Gus Yusuf (16,9 persen), Dico Ganinduto (11,9 persen) dan Ahmad Lutfi (5,1 persen).

Untuk Hendrar Prihadi yang disebut kader terkuat PDIP maju di Pilkada Jateng, tiga nama terkuat adalah Dico (6 persen), Gus Yusuf (5,9 persen) dan Taj Yasin (5,8 persen). Terakhir, pendamping Dico yang paling kuat adalah Raffi Ahmad (8,5 persen), Gus Yusuf (5,7 persen) dan Hendrar Prihadi (4,8 persen).

Mungkinkah Ada 3 Poros?

Adi menekankan bahwa bentuk poros Pilkada Jawa Tengah akan tergantung pada keputusan elite politik. Namun, melihat kandidat yang cukup banyak dan punya portofolio politik di Jawa Tengah sekaligus tidak ada status petahana, poros yang terbentuk bisa lebih dari dua. Ia memperkirakan situasi akan membentuk tiga poros dengan basis poros pilpres karena koalisi pilpres sebelumnya ingin mempertahankan koalisi mereka di Pilpres ke Pilkada.

"Kalau melihat peta politik secara umum, saya meyakini akan ada 3 poros ini di Jawa Tengah karena semua calon masih potensi saling mengungguli sama lain-lainnya, baik dari segi popularitas, atau pun elektabilitas," kata Adi.

Adi mengatakan, elektabilitas kandidat potensial seperti Hendrar, Dico, Taj Yasin maupun Gus Yusuf masih berada dalam angka tipis, apalagi ketika Taj Yasin selaku petahana tidak ikut pilkada. Ia menilai, partai bisa menguatkan kader yang mereka usung untuk merebut kursi di Jawa Tengah. Niat memperkuat poros pilpres bisa menjadi modal ditambah dengan perolehan kursi di mana ketiga poros bisa mengusung masing-masing.

Di sisi lain, terkait kemungkinan Jateng berubah warna dan tidak lagi menjadi kandang banteng, Adi melihat kemungkinan tersebut. Ia beralasan, hasil survei menunjukkan kader terkuat PDIP saat ini, Hendrar Prihadi saja masih bersaing dengan kandidat lain. Ia menilai, PDIP bisa menjaga kursi Jateng 1 sebagai kursi mereka selama mampu mengonsolidasikan kemampuan partai dan kerja-kerja politik untuk mempertahankan kekuasaan.

"Ujung-ujungnya adalah kerja politik tapi kalau melihat kecenderungan rata-rata secara umum sepertinya partai-partai di luar PDIP itu cukup confident [percaya diri] saat ini. Mereka akan mampu merebut basisnya banteng karena tidak ada petahana," kata Adi.

Rakernas V PDI Perjuangan

Presiden ke-5 RI yang juga Ketua Umum Partai PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri (ketiga kiri) didampingi Sekjen Hasto Kristiyanto (kanan), Ketua DPP PDIP Puan Maharani (kiri), calon presiden Ganjar Pranowo (kedua kiri) dan calon wakil presiden Mahfud MD (kedua kanan) bertepuk tangan saat Rapat Kerja Nasional (Rakernas) V PDI Perjuangan di Beach City International Stadium, Ancol, Jakarta, Jumat (24/5/2024). ANTARA FOTO/M Risyal Hidayat/YU

Peluang Koalisi Masih Cair

Sementara itu, analis sosio-politik ISESS Musfi Romdoni juga menilai, poros Pilkada Jateng akan berkutat pada kekuatan sosok tokoh di masing-masing poros. Ia menilai, poros terbentuk setidaknya ada dua poros jika sama-sama kuat.

"Banyaknya poros koalisi bergantung pada kekuatan sosok. Jika ada sosok yang begitu kuat, umumnya hanya dua poros, tapi jika tidak ada sosok menonjol dapat terbentuk lebih dari dua poros koalisi," kata Musfi, Rabu.

Musfi menilai, hasil PPI menandakan bahwa koalisi masih sangat cair dan baru bisa mengental 1-2 bulan ke depan. Semua pun bergantung pada dinamika politik dan perubahan elektabilitas para kandidat.

Ia menilai, nama-nama yang sudah ada memang memiliki elektabilitas keterpilihan dan mulai mengerucut pada 8 nama yakni Wakil Gubernur Jateng 2018-2023, Taj Yasin Maimoen; Ketua PKB Jateng, Yusuf Chudhori; mantan Wali Kota Semarang, Hendrar Prihadi; Bupati Kendal, Dico Ganinduto; Bupati Wonogiri, Joko Sutopo; Kapolda Jateng, Ahmad Luthfi; Ketua PDIP Jateng, Bambang Pacul; Ketua Gerindra Jateng, Sudaryono.

Terkait kemungkinan PDIP bisa menang di Pilkada Jateng, Musfi mengingatkan bahwa partai berlambang banteng moncong putih itu pernah mengusung kandidat dengan elektabilitas 1 digit di Pilkada Jateng, yakni kisah Ganjar Pranowo di Pilgub Jateng 2013. Ketika baru akan diusung PDIP, popularitas Ganjar hanya 6,3 persen atau jauh di bawah Bibit Waluyo yang sebesar 77 persen. Namun, PDIP berhasil memenangkan Ganjar.

"Lalu, apakah kasus Ganjar akan terulang? Saya kira bisa. Melihat belum ada sosok menonjol, saya kira itu justru memberi keuntungan bagi PDIP. Jika tetap tidak ada sosok menonjol, Pilgub Jateng 2024 akan menjadi pertarungan akar rumput. Dengan basis akar rumput yang kuat, PDIP berpotensi mempertahankan kursi Gubernur Jateng," kata Musfi.

Baca juga artikel terkait PILKADA 2024 atau tulisan lainnya dari Andrian Pratama Taher

tirto.id - Politik
Reporter: Andrian Pratama Taher
Penulis: Andrian Pratama Taher
Editor: Maya Saputri