tirto.id - Komunitas Crosshijaber menjadi pembicaraan warganet dan viral di media sosial Instagram hingga Twitter dalam beberapa hari terakhir.
Crosshijaber merupakan kumpulan para pria yang senang berpenampilan layaknya perempuan bahkan mereka mengenakan hijab bergaya syar'i lengkap dengan cadar.
Para Crosshijaber tersebut juga memiliki komunitas di sejumlah media sosial seperti Facebook dan Instagram. Tagar crosshijaber pun ditemukan di Instagram dan Twitter.
Hingga pukul 14.16 WIB, tagar crosshijaber di Instagram mencapai 100 tagar, ada juga tagar Crosshijabers serta akun Instagram crosshijabers tetapi tanpa unggahan foto.
Namun sari sejumlah tangkapan layar Instastory, terdapat foto wajah pria mengenakan gamis, hijab panjang dan ada juga yang memakai cadar.
Diungkapkan bahwa beberapa dari Crosshijaber tersebut bahkan berani masuk ke tempat yang dilarang bagi pria seperti tempat wudu, area tempat salat wanita di masjid bahkan toilet.
Mengenal Crosshijaber dan Perbedaannya dengan Transgender
Istilah Crosshijaber diambil dari kata crossdressing yakni aksi mengenakan pakaian yang tidak sesuai dengan jenis kelamin bawaan dari lahir.
"Perilaku ini kalau dalam istilah medis dikenal dengan sebutan transvestisisme yakni perilaku yang sering kali dianggap sebagai suatu penyimpangan yang merupakan gangguan kejiwaan karena adanya keinginan dari seorang laki-laki atau perempuan yang mengenakan pakaian yang biasa dikenakan oleh jenis kelamin sebaliknya," kata psikolog klinis dari RSUD Wangaya, Denpasar, Bali Nena Mawar Sari dikutip dari Antara, Senin (14/10/2019).
Biasanya, kata Nena, perilaku transvestisisme berawal dari riwayat seseorang merasa tidak nyaman dengan identitas seksual yang dia miliki akibat adanya trauma di masa lalu.
"Bisa jadi dia dulu mengalami pelecehan seksual sehingga dia merasa kalau memakai baju sebaliknya dia akan merasa nyaman," katanya.
Mengenakan pakaian tidak sesuai jenis kelamin bawaan dari lahir bukan hal baru. Sejak ratusan tahun silam, perilaku bertukar penampilan telah dilakukan di berbagai negara dengan berbagai alasan.
Pada tahun 1450-1553 di Inggris, isu crossdressing sudah mencuat. Bahkan crossdressing tak hanya dilakukan kaum pria tetapi perempuan juga.
Pada era tersebut, tercatat 13 perempuan dituntut hukuman karena melakukan cross-dressing. Sebagian mengenakan topi laki-laki atau jubah pastor dan memangkas pendek rambutnya.
Dua dari antara mereka melakukannya dalam jangka panjang, sementara lainnya berpenampilan seperti laki-laki hanya untuk tujuan membangkitkan suasana erotis.
Crossdressing juga erat dengan ekspresi seni. Sejak zaman Edo, dikenal seni pertunjukan kabuki. Dalam kesenian ini, para aktor berpenampilan dan mengambil peran-peran perempuan.
Di samping noh dan bunraku, kabuki disebut-sebut sebagai salah satu dari tiga bentuk teater klasik Jepang. UNESCO pun menyatakannya sebagai warisan budaya nonbendawi.
Crossdressing juga bisa berupa bentuk protes misalnya pada 2017 lalu sekitar 30 siswa ISCA Academy di Exeter nekat masuk sekolah mengenakan rok karena tidak diperbolehkan memakai celana pendek ketika cuaca di sana sedang panas.
Istilah crossdressing tak sama dengan kondisi transgender. Menurutnya, seseorang yang melakukan crossdressing bisa saja memiliki tujuan beragam mulai dari penyamaran untuk melakukan tindakan kriminal, hiburan atau ekspresi diri hingga mendapat kepuasan seksual.
"Transvestisisme orientasi seksualnya sama dengan jenis kelamin yang dia miliki," katanya.
"Kalau transgender orientasi seksual dia berbeda dari jenis kelaminnya dan biasanya benar-benar tak mau kembali ke jenis kelamin yang dulu sampai dia melakukan transformasi misalnya dengan terapo hormon atau operasi kelamin."
Jika Bertemu Para Crosshijaber
Jika bertemu dengan orang dengan perilaku transvestisisme, Nena menyarankan agar tidak panik.
"Kita tidak pernah tahu orang itu niatnya apa, apakah gangguan jiwa murni atau kenapa. Kalau bertemu jangan panik. Tenang saja. Segera pergi dari lokasi itu pelan-pelan dan langsung lapor pada yang berwajib," kata Nena.
"Masalahnya kita tidak pernah tahu apa motif mereka. Bisa saja mereka punya niat kriminal, kalau kita panik teriak-teriak dia bisa kalap yang tadinya cuma mau ambil dompet bisa saja membacok atau apa. Atau orang itu adalah ekshibisionis, yang mana kalau kita bereaksi dengan perilakunya dia justru akan terpuaskan."
Jika transvestisisme masih di ranah yang tepat misalnya dalam dunia fesyen yang mana dikenal dengan jenis fesyen androginus, maka hal tersebut masih bisa diterima, kata Nena.
Salah satu selebriti internasional yang pernah kedapatan beberapa kali melakukan crossdressing adalah salah satu anggota dari grup vokal One Direction, Harry Styles.
Dia pernah mengenakan jumpsuit wanita berwarna hitam yang dihiasi renda serta frills, pada ajang Met Gala 2019. Styles melengkapi penampilannya kala itu, dengan giwang mutiara pada telinga kanannya.
Editor: Agung DH