tirto.id - Para menteri Presiden Joko Widodo lagi-lagi bikin pernyataan blunder. Kali ini yang terlibat adalah Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan Mahfud MD dan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan.
Mereka mengatakan COVID-19 itu mirip seorang istri: sama-sama sulit ditaklukkan dan oleh karena itu satu-satunya cara yang dapat dilakukan agar dapat hidup berdampingan adalah menyesuaikan diri.
"Persoalan begitu kompleks, kok, malah dibuat bercanda enggak bermutu bapak-bapak? Begitu amat, sih, promosi untuk new normal-nya? Alih-alih memberikan transparansi informasi kepada publik, menyatakan kekurangan di sana-sini, ini malah bikin pernyataan enggak penting," kata aktivis yang banyak meneliti isu perempuan, gender, dan hak asasi manusia Tunggal Pawestri saat dihubungi reporter Tirto, Rabu (27/5/2020) siang.
"Janganlah bikin pernyataan-pernyataan seperti ini jadi bagian new normal itu," tambahnya.
Dalam acara halalbihalal Keluarga Besar Universitas Sebelas Maret yang digelar secara virtual pada Selasa (26/5/2020) kemarin, Mahfud awalnya menyinggung bagaimana pemerintah berupaya menerapkan new normal atau kelaziman baru sebagai respons atas pandemi COVID-19 yang tak juga berakhir. "Membuat kenormalan baru... karena sesuatu yang tidak bisa dihindari," katanya.
New normal atau kelaziman baru pada dasarnya adalah menjalankan aktivitas seperti biasa, tapi dengan menjalankan protokol kesehatan seperti pakai masker, rajin cuci tangan, tidak berkerumun, dan sejenisnya. Hal ini selaras dengan pernyataan Jokowi yang bilang sampai vaksin ditemukan, masyarakat harus "hidup berdamai dengan COVID-19."
Mahfud kemudian mengatakan mendapat kiriman meme dari Luhut yang dalam bahasa Inggris berjudul "Corona is like your wife." "Corona itu seperti istrimu," katanya. "Ketika kamu mau mengawini, kamu berpikir kamu bisa menaklukkan dia. Tapi sesudah menjadi istrimu, kamu tidak bisa menaklukkan istrimu. Sesudah itu, you learn to live with it. Ya sudah, sudah begitu."
Pernyataan ini ia ulang lagi ketika membahas bagaimana lockdown--atau karantina wilayah menurut undang-undang--menjadi perdebatan masyarakat. Ada yang setuju dengan itu, ada pula yang tidak.
"Bagaimana yang terbaik, mari kita diskusi, belum ada keputusan soal itu, semua masih dalam wacana dan kontroversi masih ada. Dan kita harus terbiasa menghadapi itu. Seperti yang saya katakan tadi, Corona is like your wife. In easily you try to control it, then you realize that you can't. Then you learn to live with it," katanya.
Misoginis
Tunggal Pawestri mengatakan lelucon seperti itu tak layak diumbar di ruang publik, apalagi oleh pejabat negara. Pernyataan ini semakin tidak patut karena saat ini masyarakat, terutama perempuan, sedang kesusahan. Indikatornya adalah "angka kekerasan terhadap perempuan meningkat karena pandemi."
Berdasarkan data dari Lembaga Bantuan Hukum Asosiasi Perempuan Indonesia untuk Keadilan (LBH Apik), selama 16 Maret hingga 30 Maret 2020 terjadi 59 kasus kekerasan, perkosaan, pelecehan seksual, dan pornografi online. 17 di antaranya adalah kasus KDRT. Jumlah ini meningkat tiga kali lipat dibandingkan sebelum pemberlakukan imbauan pembatasan sosial.
Kecenderungan ini tidak terjadi di Indonesia saja. Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) António Guterres pernah mengatakan telah terjadi "gelombang KDRT yang mengerikan berskala global" selama masa pandemi dan orang-orang diminta oleh pemerintah diam di rumah.
Sementara Komisioner Komnas Perempuan Andy Yentriyani mengatakan "pernyataan ini merujuk pada persepsi institusi perkawinan sebagai ruang pembuktian supremasi suami terhadap istri." Kepada wartawan Tirto, Rabu (27/5/2020) siang, ia mengatakan "Corona seperti istri yang sulit ditaklukkan" adalah "pernyataan misoginis" yang "tanpa disadari berkontribusi pada budaya menyalahkan perempuan ketika menjadi korban kekerasan."
Ia juga menegaskan lelucon Mahfud dan Luhut sangat bertolak belakang dengan upaya membangun relasi yang setara antara suami dan istri di dalam perkawinan dan laki-laki serta perempuan di ruang publik. Relasi setara diharapkan dapat turut mencegah terjadinya KDRT dan kekerasan seksual lain.
"Komnas Perempuan mengajak semua jajaran pejabat publik untuk menghentikan pernyataan-pernyataan yang misoginis dan turut menjadi aktor perubahan menuju relasi setara antara laki-laki dan perempuan," katanya menegaskan.
Penulis: Haris Prabowo
Editor: Rio Apinino