tirto.id - Contoh puisi singkat tema Sumpah Pemuda yang bisa bikin nangis dapat dipakai dalam rangka peringatan Hari Sumpah Pemuda setiap tanggal 28 Oktober.
Bangsa Indonesia memperingati Sumpah Pemuda sebagai momen penting yang menjadi tonggak sejarah pergerakan nasional. Ikrar lahir dari Kongres Pemuda II tahun 1928 yang menyatukan berbagai organisasi kepemudaan.
Tiga butir sumpah menjadi simbol kuat persatuan, yaitu satu tanah air, satu bangsa, dan satu bahasa. Peringatan bukan sekadar seremonial tahunan, tapi pengingat peran penting dalam menjaga persatuan di tengah keberagaman.
Generasi muda diajak untuk meneladani semangat para pemuda 1928 yang tak gentar menghadapi perpecahan. Nilai-nilai seperti toleransi, cinta tanah air, dan gotong royong kembali digaungkan sebagai sikap hidup.
Makna Sumpah Pemuda masih relevan di era modern yang penuh tantangan sosial dan identitas. Bahasa Indonesia tetap menjadi alat pemersatu bangsa, sementara semangat kebangsaan terus diuji oleh perkembangan zaman.
Dalam semangat itulah, sebuah puisi bertema Sumpah Pemuda bisa disampaikan karena sanggup menguras air mata, sekaligus menggambarkan harapan yang belum padam dari generasi ke generasi.
Contoh Puisi Singkat Tema Sumpah Pemuda yang Bikin Nangis
Puisi menggambarkan semangat perjuangan dan persatuan para pemuda Indonesia. Berikut adalah contoh puisi singkat bertema Sumpah Pemuda yang mampu bikin nangis:
Semangat Itu Hanya Nostalgia
Puluhan tahun lalu api itu menyala
menjalar ke berbagai pelosok negeri
melahap tiran orang-orang dari negeri kincir itu,
menciptakan cahaya penuh harap. abadi
Sorak sorai kala itu
menggema
meneriakkan persatuan
melahirkan kemerdekaan
“kita semua bersatu!”
ujar seorang pemuda, berdiri tegak
di ruangan tua yang usang
Kini, ribuan purnama berlalu
semangat yang menyala itu tinggal cerita
serupa nostalgia memanjakan sanubari
hanya terpatri di baliho usang
di dinding-dinding rumah yang tergusur
di kampus-kampus yang kosong
Semangat itu
kini hanya nostalgia
Pada Sebuah Dinding
“Di dinding ini, dulu aku menulis Indonesia Merdeka!”
ujar kakek di suatu sore
di bawah langit abu-abu. hujan baru saja reda.
Aku duduk di kursi rotan yang reyot
memandang kakek, mataku berbinar
“Kawanku sudah lama mati. kena diabetes.
tapi aku rasa dia lebih beruntung karena mati.
sialnya, aku masih hidup.
dan menyaksikan keterpurukan ini
orang-orang mati dibunuh penguasa.
sekarang, siapa yang kita lawan, cucuku?
kita melawan bangsa sendiri yang serakah
menindas yang lemah dan miskin
mengambil yang bukan haknya.
aku muak, cucuku.
rasanya aku ingin kembali ke masa lalu
menghapus kata “merdeka” yang pernah aku tulis
atau aku ingin mati di medan pertempuran
rasanya itu lebih berarti bagiku”
Tatapan kakek kosong
memandang pepohonan yang basah
Hujan kembali turun.
kulihat, ada tetesan hujan di mata kakek
Pemuda di Aspal Merah
Puluhan tahun lalu
sekelompok pemuda berkumpul
merumuskan bait-bait emas
bait persatuan
Membidani kemerdekaan
Layaknya api yang membakar kayu
semua itu akan padam
menyisakan arang
Puluhan tahun berlalu,
ada peristiwa
seorang pemuda digilas baja
tubuhnya remuk
serupa harapan
Namanya dikenang jutaan orang
tapi tuan-tuan penguasa hanya sibuk dengan uang
jabatan bagi mereka lebih penting dari nyawa
apa guna semua ini, tuan?
jika keserakahan lebih penting
maka tak usah membual
Kamu ingin menelusuri informasi lainnya seputar Sumpah Pemuda? Klik tautan di bawah ini:
Penulis: Yulita Putri
Editor: Beni Jo
Masuk tirto.id







































