tirto.id - Cina akan menyambut para pejabat PBB yang berencana melakukan kunjungan di wilayah Xinjiang yang merupakan tempat bagi Muslim Uighur. Hal ini disampaikan Lu Kang juru bicara Kementerian Luar Negeri Cina.
"Xinjiang adalah wilayah terbuka, kami menyambut semua pihak termasuk pejabat PBB untuk berkunjung. Dengan syarat mereka mematuhi hukum dan peraturan di Cina,” kata Lu Kang pada Senin (7/1/2019) sebagaimana dilansir Aljazeera.
Lu memperingatkan pula bahwa pejabat PBB tidak boleh mencampuri urusan dan masalah-masalah domestik di Cina. PBB harus bersikap netral dan objektif terkait observasi yang bakal mereka lakukan di Xinjiang.
Syarat itu disampaikan Cina di tengah kecaman global atas tuduhan diskriminasi atau pelanggaran Hak Asasi Manusia terhadap Muslim Uighur di wilayah tersebut.
Pada bulan Desember lalu, Michelle Bachelet selaku Komisaris Tinggi untuk Hak Asasi Manusia PBB mengatakan, PBB tengah mencari akses ke Xinjiang untuk melakukan verifikasi terkait laporan mengkhawatirkan terhadap kamp-kamp tahanan Muslim Uighur di bagian barat Cina di Xinjiang.
Kunjungan ke Xinjiang dilakukan sebagai tindak lanjut panel HAM PBB pada bulan Agustus lalu. Dalam panel itu dikatakan bahwa lebih dari satu juta warga Uighur dan minoritas Muslim Uighur di Xinjiang telah ditahan di kamp tahanan.
Di sisi lain, Beijing juga telah meluncurkan kampanye aktif untuk mempertahankan tindakannya di Xinjiang dalam menghadapi protes yang dilakukan oleh para aktivis, cendekiawan, pemerintah asing, dan pakar HAM PBB.
Sebelum PBB berkunjung, media berbahasa Inggris di Cina, Global Times mengonfirmasi bahwa diplomat asing dari 12 negara termasuk Rusia, Indonesia, India, Kazahkstan, dan Pakistan diundang untuk memenuhi pelatihan kejuruan dan pusat pendidikan di Xinjiang pada akhir Desember.
Li Wei pakar anti-terorisme yang berbasis di Beijing menjelaskan bahwa banyak dari 12 negara menghadapi ancaman ekstrimisme yang mirip dengan Xinjiang. Kunjungan para diplomat ke pusat-pusat pendidikan tersebut akan memfasilitasi penanganan mengenai de-ekstremisme.
"Langkah-langkah de-ekstremisme Xinjiang telah berlaku dan membantu membangun masyarakat yang stabil. Sementara banyak negara lain yang telah menderita ekstremisme dan terorisme belum menemukan cara yang efektif," kata Li.
Li mencontohkan bagaimana Indonesia yang memiliki populasi Muslim terbesar menghadapi ancaman teroris yang datang dari Timur Tengah.
Penulis: Isma Swastiningrum
Editor: Yantina Debora