tirto.id - Seorang perempuan minoritas Uighur mengungkapkan penyiksaan dan pelecehan yang ia alami di salah satu kamp tahanan milik pemerintah Cina di Xinjiang, Cina Barat. Kamp tahanan itu berisi ratusan ribu kelompok minoritas Cina yang ditahan oleh pemerintah.
Mihrigul Tursun (29), berbicara kepada wartawan di Washington, ia diinterogasi selama empat hari berturut-turut tanpa tidur dan rambutnya dicukur. Itu terjadi dalam penangkapan kedua di Cina pada 2017 lalu.
"Saya pikir saya lebih baik mati daripada melakukan penyiksaan ini dan memohon mereka untuk membunuh saya," kata Tursun, dikutip dari AP News Selasa (27/11/2018).
Tursun lahir dan besar di Cina lalu pindah ke Mesir untuk kuliah bahasa Inggris. Tak hanya kuliah, Tursun juga memilih untuk berkeluarga dan memiliki anak kembar tiga.
Pada 2015 Tursun ke Cina untuk berlibur ke rumah keluarganya. Namun ia ditahan dan dipisahkan dari anak-anaknya yang masih bayi. Ia dibebaskan tiga bulan kemudian.
Namun pada 2017, Tursum kembali ditahan. Beberapa bulan kemudian, dia ditahan untuk ketiga kalinya dan menghabiskan tiga bulan di sebuah sel penjara yang sesak dengan 60 perempuan lain.
Ia harus tidur bergantian, menggunakan toilet di depan kamera keamanan dan menyanyikan lagu-lagu memuji Partai Komunis Cina. Tursun mengatakan dia dan narapidana lainnya dipaksa untuk mengambil obat yang tidak diketahui, termasuk pil yang membuat mereka pingsan dan cairan putih yang menyebabkan perdarahan pada beberapa wanita.
Tursun mengatakan sembilan wanita dari selnya meninggal selama tiga bulan di sana. Dia akhirnya dibebaskan dan kini menetap di Virginia, AS.
Kelompok hak asasi manusia mengatakan, Cina telah menahan hingga 2 juta warga Uighur untuk mempromosikan apa yang disebut pemerintah “ethnic unity” di ujung barat negara itu.
Pada Senin (26/11/2018), lebih dari 270 ulama dari 26 negara mengeluarkan pernyataan yang menarik perhatian yakni "pelanggaran hak asasi manusia massal dan serangan yang disengaja pada budaya pribumi" yang terjadi di Cina.
"Di kamp-kamp itu, para tahanan ini, yang kebanyakan adalah Uighur, menjadi sasaran bentuk-bentuk pengawasan dan tekanan psikologis yang sangat invasif karena mereka dipaksa untuk meninggalkan bahasa asli mereka, keyakinan agama dan praktik budaya, ”kata pernyataan itu.
Di luar kamp, lebih dari 10 juta Muslim Turki minoritas di wilayah ini menjadi sasaran pengawasan, pemeriksaan, dan pengawasan interpersonal yang sangat membatasi kebebasan warga."
Mengutip Antara, ratusan pakar meminta negara memberikan sanksi terhadap Cina terkait penahanan massal warga etnik Uighur di kawasan Xinjiang di Cina barat.
Pada Agustus, panel HAM PBB mengatakan pihaknya telah menerima laporan-laporan soal penahanan warga Uighur atau minoritas lain di kamp rahasia di kawasan itu.
Cina menepis tudingan soal penahanan warga minoritas Xinjiang, dengan menyatakan pihaknya melindungi agama dan budaya kaum minoritas, dan langkah-langkah keamanannya diperlukan untuk memerangi pengaruh kelompok-kelompok "ektrimis" yang memicu kekerasan di sana.
Menteri Luar Negeri Cina Wang Yi mengatakan dunia hendaknya menepis "gosip" tentang Xinjiang dan percaya kepada pemerintah.
Tetapi setelah bantahan-bantahan sebelumnya tentang kamp-kamp penahanan itu, para pejabat Cina mengatakan beberapa orang bersalah melakukan pelanggaran ringan dikirim ke pusat-pusat pelatihan "vokasi", tempat mereka diajari ketrampilan dan pengetahuan hukum yang bertujuan mengekang militansi.
Editor: Yantina Debora