tirto.id - Satu hari pada 1971, Bill Bowerman—seorang pelatih atletik di University of Oregon—sedang menunggu sarapan buatan sang istri. Saat sarapan dihidangkan, Bowerman melihat pola cetakan pada wafel, seketika ide bersejarah itu muncul. Saat itu, membayangkan sebuah sepatu olahraga yang bidang tapaknya memiliki pola khusus seperti wafel, maka atlet yang memakainya bisa dengan mudah mencengkram trek tanpa harus khawatir terpeleset.
Saat itu, Bowerman dan atlet yang dilatihnya, Phil Knight sudah menjalankan perusahaan patungan, menjual sepatu bernama Blue Ribbon Sports (BRS). Namun, mereka hanyalah distributor dari produsen sepatu asal Jepang bernama Onitsuka Tiger (sekarang bernama ASICS). Usaha itu sudah mereka jalankan sejak Januari 1964.
Sebelum mendirikan perusahaan, Bowerman sudah menaruh perhatian pada sepatu olahraga sejak 1950-an. Saat itu, ia menulis kepada beberapa produsen sepatu, mengusulkan gagasan agar bisa membuat sepatu lari yang lebih baik. Namun, tak satupun perusahaan menerima rekomendasinya. Ia cukup frustrasi, tetapi tidak menyerah. Dari seorang tukang sepatu lokal, ia belajar membuat sepatu. Tak hanya membuatnya secara teknis, Bowerman juga diajarkan merancang sepatu hingga mampu membuat sepatu.
Dalam situs resmi Nike, Phil Knight adalah atlet pertama yang memakai sepatu buatan Bowerman. Menurut Knight, Bowerman sengaja memilihnya untuk mencoba sepatu tersebut karena ia tahu Knight bukanlah pelari terbaik dalam tim. “Jadi dia bisa menggunakan saya sebagai kelinci percobaan tanpa banyak risiko,” ujar Knight seperti dikutip situs resmi Nike.
- Baca juga: Sepatu-sepatu Paling Mahal di Dunia
Knight mencoba sepatu tersebut pada malam sebelum pertandingan. Rekan satu timnya, Otis Davis melihat sepatu itu dan ingin mencobanya. Ternyata Davis menyukainya dan memutuskan memakai sepatu itu pada pertandingan lari 400 meter di Olimpiade 1960. Davis kemudian menang dan mendapat medali emas.
Bowerman terus berusaha membuat sepatu yang nyaman bagi para pelari. Ia mengukur lebar dan memperhatikan detail fungsional seperti bagian tumit yang diperluas atau pergelangan kaki yang tipis. Dia bereksperimen dengan puluhan tekstil, mulai dari kulit kangguru, beludru, kulit rusa, kulit ular dan bahkan kulit ikan. Semua itu dicobanya untuk menemukan bahan ringan, elastis dan tahan lama yang ideal, yang menghasilkan kreasi baru setiap minggu.
Inspirasi dari wafel buatan sang istri pada satu momen 1971, telah mengubah banyak hal dalam bisnis dan hidup Bowerman. Nampan besi pembuat wafel dijadikannya alat membuat sol sepatu. Adonan wafel digantinya dengan urethane meleleh. Pada 1974, Bowerman mendapatkan hak paten atas inovasi tersebut.
Sejak Bowerman menemukan inovasi tapak wafel, hubungan antara BRS dan Onitsuka hampir berakhir. BRS kemudian meluncurkan sepatu produksi sendiri. Jeff Johnson adalah karyawan pertama Nike, ia sekaligus pencetus nama Nike yang dilafalkan dengan “Nai-ki”.
Pada 1976, perusahaan tersebut mempekerjakan John Brown and Partners, yang berbasis di Seattle, sebagai biro iklan pertamanya. Tahun berikutnya, agensi tersebut menciptakan "iklan merek" pertama untuk Nike. Pada 1980, Nike telah meraih 50 persen pangsa pasar sepatu atletik di Amerika Serikat. Perusahaan itu lalu go public pada Desember tahun itu juga.
- Baca juga: Bukan Sepatu Cinderela
Nike terus melebarkan sayapnya, tak hanya menjual sepatu di Amerika, tetapi juga ke negara-negara lain di Eropa dan Asia. Majalah Fortune melaporkan pada 1994, penjualan Nike mencapai $3,7 miliar. Sekitar 60 persen dari penjualan berasal dari Amerika Serikat, sedangkan penjualan di Eropa berkontribusi 30 persen dan Asia hanya 5 persen.
Meskipun perusahaan itu didirikan di Amerika Serikat, tapi gerai terbesarnya ada di London, tepatnya di Oxford Street. Biaya pembangunan gerai tiga lantai itu mencapai 10,5 juta poundsterling.
Saat ini, total aset Nike melebihi $21,6 miliar. Pada 2015, Nike mencatat total pendapatan $30,6 miliar. Jumlah karyawannya juga melebihi 62.000 orang di seluruh dunia.
Pencapaian Nike sampai sekarang ini tentu tak bisa dilepaskan dari momen kontemplasi Bowerman dengan wafel dan bagaiman ia merusak cetakan wafel milik istrinya demi membuat sol sepatu pertama Nike.
- Baca juga: Setelah Vans Tak Ada Lagi
Penulis: Wan Ulfa Nur Zuhra
Editor: Suhendra