tirto.id - YN (48) ayah dari salah satu siswi korban pelecehan seksual di sebuah Sekolah Dasar Negeri (SDN) di Sleman, DI Yogyakarta bercerita soal kondisi anaknya. Ia menyebut putrinya sempat mengalami trauma usai peristiwa yang terjadi di acara perkemahan itu.
“Sering kalau dia mengingat seperti itu, dia sering trauma, marah-marah dan benci sama tersangka," ujar YN saat dihubungi reporter Tirto, Kamis (9/1/2019).
Trauma itu, kata YN, dialami putrinya sejak mengalami pelecehan seksual oleh wali kelas enam berinisial SPT (48) pada pertengahan Agustus 2019. Pelecehan itu dialami putrinya bersama tiga siswi lain saat kemah di Kawasan Kecamatan Tempel, Sleman.
Sejak saat itu, kata dia, putrinya terlihat sedih dan saat di rumah ketika teringat kejadian tersebut tiba-tiba marah-marah. Putrinya mengatakan benci terhadap wali kelasnya itu.
Terlebih usai kejadian itu sang guru masih beberapa kali mengajar dan tetap di sekolah tersebut. Sehingga saat itu, kata YN, selain melaporkan ke Polisi, para orang tua siswa juga mendesak pelaku tak lagi mengajar di sekolah tersebut.
Sejak pelaku tak lagi mengajar di SD itu, kata dia, kondisi anaknya mulai membaik. Putrinya mulai mendapatkan pendampingan dari psikolog yang berasal dari Pemerintah Kabupaten Sleman.
"Dulu ada psikolog yang hadir ke sekolah, kalau tidak salah sekali. [Yang datang ke rumah] psikolog juga pernah datang dua atau tiga kali," kata dia.
Saat ini, kata YN, kondisi psikologis putrinya sudah membaik. Belajarnya, kata dia, juga sudah tidak terganggu sehingga putrinya itu bisa mendapatkan rangking satu di kelas.
"Dulu saya was-was sudah kelas enam ada kejadian seperti ini malah mengganggu pelajaran," kata dia.
Putri dia sebelumnya mengungkapkan kepadanya bahwa selain saat kemah, tersangka juga pernah melakukan tindak pelecehan seksual terhadap siswi saat di sekolah, tepatnya di ruang UKS.
Di ruang UKS itu, sang guru memanggil 12 siswi secara bergantian termasuk putrinya itu. Namun putri YN saat itu hanya ditanya-tanya saja di dalam ruang tanpa ditutup pintunya. Sementara siswi lain masuk ke UKS lalu pintu ditutup.
Berdasarkan pemeriksaan polisi, di UKS tersebut tersangka SPT juga melakukan tidak kekerasan seksual terhadap sejumlah siswi lain. Di ruangan tersebut, kata polisi, tersangka merasa bagian payudara dan alat kelamin siswinya.
YN mengaku senang dan lega setelah polisi menetapkan SPT sebagai tersangka. Ia berharap agar SPT dihukum sesuai dengan undang-undang yang berlaku.
"Semua dari orang tua sudah merasa lega dan senang," ujar dia.
Dalam kasus ini, Polres Sleman menetapkan SPT (48 tahun) sebagai tersangka pelecehan seksual. Ia diduga melakukan pelecehan terhadap 12 siswinya.
Kasus ini terungkap saat ada empat siswi kelas enam yang mengadu ke guru lain jadi korban pelecehan seksual SPT.
Mereka mengadu telah menjadi korban kekerasan seksual saat kemah di kawasan Kecamatan Tempel Sleman pada 13 Agustus 2019. Para siswi itu mengadu telah diraba-raba di bagian payudara dan alat kelaminnya saat sedang tidur di dalam tenda khusus perempuan.
"[Korban] sambil menangis menceritakan kejadian pada malam hari itu," kata Kanit Pelayanan Perempuan dan Anak (PPA) Polres Sleman Iptu Bowo Susilo saat jumpa pers di Polres Sleman, Selasa (7/1/2020).
Berdasarkan penyelidikan polisi, korban kekerasan seksual yang dilakukan guru wali kelas itu ada sebanyak 12 siswi. Namun, polisi hanya melakukan pemeriksaan terhadap enam korban karena pertimbangan kondisi psikologis korban.
Penulis: Irwan Syambudi
Editor: Abdul Aziz