tirto.id - Menjelang Pemilihan Umum (Pemilu) mendatang, kampanye di media sosial (medsos) semakin menjadi fokus bagi para calon peserta.
Namun, dalam era digital ini, pengelolaan kampanye di media sosial perlu menjadi perhatian serius bagi Komisi Pemilihan Umum (KPU) untuk meminimalkan penyebaran informasi yang menyesatkan dan melindungi masyarakat dari propaganda politik yang tidak sehat.
Pakar Komunikasi Digital, Anthony Leong mengatakan, KPU perlu mengatur jelas dan komprehensif perihal kampanye digital saat tahapan pemilu nanti. Misal, terkait iklan digital pada akun pasangan calon.
"Tentunya kampanye di media sosial dan digital ini rentan penyerangan terhadap pribadi pasangan calon, menyebarkan hoaks dan sebagainya. Teknologi seperti AI (artificial intelligence) dapat digunakan untuk memfilter konten kampanye yang mengandung unsur kebohongan atau provokatif," ujar Anthony dalam keterangannya, Selasa (25/4/2023).
Menurutnya, pengaturan kampanye di medsos akan membantu meminimalisir penyebaran informasi yang menyesatkan dan memastikan bahwa pesan kampanye yang edukatif dan mencerahkan masyarakat. Dan juga bagaimana memonitor konten kampanye nanti tentu dapat bersinergi dengan Polri, Kemenkominfo,dan BSSN (Badan Siber dan Sandi Negara).
Direktur PoliEco Digital Insights Institute (PEDI) itu menyarankan agar KPU memperkuat keterlibatan masyarakat dalam pengawasan kampanye di media sosial dengan menyediakan kanal pengaduan yang mudah diakses oleh masyarakat.
"KPU juga perlu memfasilitasi masyarakat dalam melaporkan konten kampanye yang tidak sesuai dengan aturan," ujarnya.
Anthony menyebut kunci memenangkan pemilihan umum 2024 baik di pemilihan presiden (pilpres), pemilihan kepala daerah (pilkada) maupun pemilihan legislatif (pileg) adalah kampanye digital dan media sosial menjadi salah satu strategi utama yang digunakan untuk menjangkau pemilih yang lebih luas dan lebih tepat sasaran.
"Implementasi kampanye digital dan media sosial perlu diaplikasikan karena bisa jangkau segmentasi pemilih dengan tepat sasaran. Tentu harus diikuti dengan value yang perlu ditanamkan misalkan tidak menyerang secara black campaign, misalnya," ujar CEO Menara Digital itu.
Anthony mengakui bahwa keuntungan yang diperoleh antara lain kemampuan untuk mencapai target pemilih yang lebih luas dengan biaya yang lebih murah. Selain itu, kampanye digital dan media sosial juga memungkinkan kandidat untuk menjangkau pemilih di daerah-daerah terpencil yang sulit dijangkau oleh kampanye konvensional.
Namun, tantangan yang dihadapi adalah kandidat harus memahami cara menggunakan platform-platform digital dan media sosial dengan baik. Kandidat juga harus mampu mengoptimalkan fitur-fitur khusus seperti iklan berbayar dan targeting demografis untuk mencapai target pemilih yang lebih tepat sasaran.
Sebelumnya, The Indonesian Institute, Center for Public Policy Research (TII) menilai kampanye politik di media sosial masih belum diatur secara spesifik dan jelas. Hal ini didapat dari hasil penelitian TII tentang “Penataan Regulasi Kampanye Politik di Media Sosial Jelang Pemilu dan Pilkada Serentak 2024 yang Informatif dan Edukatif”.
Direktur Eksekutif TII, Adinda Tenriangke Muchtar mengatakan penelitian itu diharapkan menjadi masukan bagi penyelenggara pemilu dalam melakukan penataan terhadap pengaturan hukum terkait kampanye politik di media sosial, khususnya persiapan Pemilu 2024 agar berjalan secara informatif dan edukatif.
"Penelitian ini menggunakan dua pendekatan dalam analisis temuan dan rekomendasi kebijakan yang diberikan, yaitu dengan aspek regulasi dan aspek evaluasi implementasi kebijakan," kata Adinda di Kantor KPU, Jakarta Pusat, Kamis (13/4/2023).
Penulis: Dwi Aditya Putra
Editor: Maya Saputri