Menuju konten utama

Catatan DEEP Indonesia soal Pemilu: KPU Kurang Mitigasi Risiko

DEEP Indonesia menyoroti kinerja Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI yang menimbulkan polemik selama proses Pemilu 2024.

Catatan DEEP Indonesia soal Pemilu: KPU Kurang Mitigasi Risiko
Direktur DEEP Indonesia Neni Nur Hayati dalam acara Polemik yang disiarkan langsung oleh akun YouTube MNC Trijaya, Sabtu (24/2/2024).Youtube/Akun YouTube MNC Trijaya

tirto.id - Democracy and Electoral Empowerment Partnership (DEEP) Indonesia menyoroti kinerja Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI yang menimbulkan polemik selama proses Pemilihan Umum (Pemilu) 2024.

Direktur DEEP Indonesia, Neni Nur Hayati mengatakan, KPU RI tak siap menyelenggarakan Pemilu 2024. Ia juga menilai KPU tak memiliki rencana mitigasi risiko atas polemik rekapitulasi suara melalui Sirekap.

"KPU tidak siap menyelenggarakan pemilu ini dan kurang ada mitigasi risiko yang mestinya disiapkan dengan baik ketika terjadi potensi kerawanan," ucap Neni dalam acara Polemik, yang disiarkan secara langsung oleh akun YouTube MNC Trijaya, Sabtu (24/2/2024).

"Terutama digitalisasi, yang seharusnya instrumen yang ada itu berkaitan dengan pemungutan dan perhitungan suara, semestinya disiapkan dengan maksimal," lanjutnya.

Dia mengatakan, Sirekap sebetulnya dipakai untuk menunjukkan transparansi serta akuntabilitas hasil Pemilu 2024. Sebab, tak semua parpol atau calon anggota legislatif yang memiliki saksi di semua tempat pemungutan suara (TPS) untuk memantau hasil Pemilu 2024.

Namun, kata Neni, hal yang terjadi di Sirekap saat ini justru sebaliknya. Perolehan suara capres-cawapres di Sirekap tidak bisa diedit oleh petugas kelompok penyelenggara pemungutan suara (KPPS). Di satu sisi, perolehan suara anggota legislatif bisa diedit oleh KPPS.

Menurut Neni, perolehan suara capres-cawapres di Sirekap hanya bisa diedit secara langsung oleh KPU RI. Hal ini yang kemudian menimbulkan kecurigaan publik terhadap Sirekap maupun KPU RI.

Tak cuma itu, KPU RI juga sempat menghentikan rekapitulasi suara di tingkat panitia pemilihan kecamatan (PPK). Padahal, banyak petugas KPPS yang sedari awal salah memasukkan jumlah perolehan suara melalui Sirekap.

"Jadi, kenapa sebetulnya rekapitulasi di tingkat PPK tidak boleh dihentikan Pertama, tidak ada urgensi. Kalau urgensi hanya karena Sirekap, kenapa dihentikan di PPK Justru harus diteruskan. Kenapa, karena kesalahan bukan hanya diinput data Sirekap, tapi di C-1-nya. C-1 juga banyak salah input," urai Neni.

Baca juga artikel terkait PEMILU 2024 atau tulisan lainnya dari Muhammad Naufal

tirto.id - Politik
Reporter: Muhammad Naufal
Penulis: Muhammad Naufal
Editor: Anggun P Situmorang