Menuju konten utama
Agenda Ekonomi Bulanan

Catatan-Catatan Agenda Global dan Peluang Indonesia di Bulan April

Setelah agenda ASEAN-Australia Special Summit dan keputusan The Fed yang sempat membuat ketidakpastian di Maret, apa saja agenda global di bulan yang berdampak bagi Indonesia?

Catatan-Catatan Agenda Global dan Peluang Indonesia di Bulan April
Ilustrasi investasi bisnis. Getty Images/iStockphoto

tirto.id - Sejumlah agenda ekonomi di tingkat global bakal digelar pada April 2018. Selain itu, ada juga kebijakan negara lain yang terkait dengan Indonesia.

Beberapa agenda berlangsung di Indonesia, seperti Indonesia-Africa Forum 2018 yang berlangsung pada 10-11 April 2018 di Bali. Melalui forum ini, Indonesia akan berupaya meningkatkan kerja sama dagang dengan negara-negara di Afrika. Pertemuan ini sangat strategis di tengah proteksi perdagangan yang sedang digencarkan Amerika Serikat (AS) dan isu perang dagang AS dan Cina. Upaya peningkatan pasar ekspor ke Afrika memang perlu langkah konkret.

Selain agenda untuk mendorong perdagangan, beberapa forum global seperti Spring Meetings IMF-World Bank2018akan berlangsung 20-22 April 2018. Forum ini memang tak secara teknis berpotensi pada implikasi langsung pada ekonomi domestik, tapi pertukaran informasi sangat penting, mengingat Spring Meetings akan menjadi ajang pertemuan para penentu kebijakan di masing-masing negara. Rencananya akan ada pertemuan para bank sentral, menteri keuangan, parlemen, para petinggi swasta, organisasi masyarakat dan akademisi.

Beberapa agenda global yang akan dibahas antara lain proyeksi ekonomi, mengurangi kemiskinan, pembangunan ekonomi, dan program bantuan sosial. Secara spesifik, forum yang dihelat di Washington DC, AS akan menyoroti pentingnya investasi pada SDM serta membangun ketahanan, dan juga menyinggung tentang inovasi maupun kemitraan di sektor swasta dan publik.

Khusus Indonesia, pertemuan ini juga penting sebagai negara berkembang untuk mendapatkan perkembangan terbaru antar negara. Apalagi Indonesia, akan menjadi tuan rumah Annual Meeting IMF-World Bank pada Oktober 2018 mendatang. Selain forum global, agenda yang akan berlangsung pada April nanti adalah 32nd ASEAN Summit

ASEAN Economic Community (AEC) Council Meeting pada 25-28 April 2018 yang berlangsung di Singapura.

Para pemimpin negara dan pemerintahan dari negara-negara di ASEAN bakal mengadakan pertemuan dalam perhelatan rutin ini. AEC atau Masyarakat Ekonomi ASEAN yang telah berlaku efektif Januari 2016, sebuah tantangan dari slogan one nation one identity menciptakan satu pasar ASEAN barang maupun jasa. Namun, kenyataannya kebijakan masing-masing negara di ASEAN masih mencerminkan sebaliknya, masih terjadi kompetisi, misalnya di industri sawit. Meski Indonesia-Malaysia pernah membentuk komite bersama soal sawit, tapi pada kenyataannya secara alami persaingan kedua negara di pasar sawit global tak terhindarkan.

Pemerintah Malaysia akan memberlakukan pajak ekspor sebesar 5 persen terhadap produk sawit yang akan diekspor. Sebelumnya Malaysia memberlakukan tarif 0 persen sejak awal Januari tahun ini. Kebijakan pengenaan pajak ekspor tentu menjadi kabar baik bagi industri sawit di Indonesia, karena harga produk sawit khususnya minyak sawit mentah atau CPO Indonesia akan lebih kompetitif di pasar global.

infografik agenda ekonomi berskala global

Pajak Ekspor CPO Malaysia, Keuntungan Indonesia

Sejak 8 Januari 2018, Malaysia memutuskan menangguhkan pengenaan pajak ekspor minyak sawit mentah selama tiga bulan. Upaya penundaan dilakukan guna meningkatkan harga CPO serta mengurangi stok CPO Malaysia yang terus meningkat.

Menteri Perusahaan, Perladangan, dan Komoditi Malaysia Mah Siew Keong menilai keputusan tersebut membuat harga minyak sawit mentah Malaysia jadi lebih kompetitif. Selain itu, penangguhan pajak ekspor juga berpotensi menarik pembeli CPO yang relatif sensitif terhadap harga seperti India dan Cina.

Di sisi lain, Indonesia melakukan kebijakan sebaliknya. Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan (Kemendag) Indonesia Oke Nurwan mengumumkan pemerintah tetap menerapkan pajak ekspor CPO sebesar 0 dolar AS per metrik ton untuk April 2018. Besaran bea keluar untuk CPO tersebut sesuai dengan yang tercantum pada Kolom 1 Lampiran II Huruf C Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 13/PMK.010/2017.

Dari perbedaan dua kebijakan itu, bakal ada perbedaan harga antara CPO Malaysia yang kena pajak ekspor 5 persen, dengan CPO Indonesia yang tak kena pajak ekspor. Suka tidak suka, keputusan ini bakal memengaruhi pembeli CPO serta membuat harga minyak sawit kedua negara bersaing. Perlu ada pemanfaatan peluang.

Untuk jangka pendek dan panjang, Indonesia pun bisa memanfaatkan perhelatan Indonesia-Africa Forum 2018 untuk menggaet calon pembeli. Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) mengupayakan agar acara yang digelar pada 10-11 April mendatang di Nusa Dua, Bali itu bisa meningkatkan kerja sama dagang dengan sejumlah negara Afrika.

“Kami berharap negara-negara di Afrika dapat bersiap untuk memanfaatkan Indonesia-Africa Forum sebagai ajang mendiskusikan hambatan tarif, sehingga kita bisa menguranginya,” ujar Direktur Afrika Kemenlu Daniel Simanjuntak seperti dilansir Antara.

Salah satu yang dapat menjadi fokus dalam forum itu ialah pembahasan mengenai ekspor minyak sawit mentah ke sejumlah negara di Afrika. Salah satu yang telah dibidik seperti Nigeria. Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki), tahun ini membidik pasar negara-negara di Afrika untuk perluasan pasar dan antisipasi kebijakan hambatan non tarif di Eropa.

Pada pertengahan tahun lalu, Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita sempat melakukan kunjungan kerja ke Nigeria. Pemerintah pun mengupayakan agar ekspor minyak sawit mentah bisa dilakukan ke Nigeria. Enggartiasto sedang mencari cara agar keinginan untuk ekspor tersebut dapat sejalan dengan pembatasan importasi produk di sana.

Afrika memang seakan jadi pasar potensial bagi Indonesia yang hendak menggenjot nilai ekspor. Gapki mencatat permintaan CPO di negara-negara Afrika meningkat 50 persen dari 1,52 juta ton pada 2016 menjadi 2,29 juta ton pada 2017.

Komitmen untuk menjalin hubungan dagang dengan Afrika memang telah ditunjukan Presiden Joko Widodo dalam sejumlah kesempatan. Rencana tersebut rupanya sejalan dengan sejumlah indikator perekonomian Afrika yang tercatat membaik dari tahun ke tahun.

Berdasarkan IMF, Afrika pada 2020 bakal menjadi benua yang mengalami pertumbuhan ekonomi sebesar 4,3 persen. Di sisi lain, penduduk Afrika akan didominasi oleh usia produktif pada 2034. Setidaknya jumlah angkatan kerja di Afrika bakal mencapai 1,1 miliar serta menjadikannya benua dengan penduduk berusia produktif di dunia.

Baca juga artikel terkait EKSPOR atau tulisan lainnya dari Suhendra

tirto.id - Ekonomi
Reporter: Damianus Andreas
Penulis: Suhendra
Editor: Suhendra