Menuju konten utama

Cara Pejabat Kementerian Desa Membeli Predikat Kinclong BPK

Pejabat Kemendes yang melakukan suap merupakan inisiator Saber Pungli. Auditor BPK yang menerima suap kerap mengampanyekan antikorupsi.

Cara Pejabat Kementerian Desa Membeli Predikat Kinclong BPK
Pejabat Eselon I BPK Rochmadi Saptogiri dengan rompi tahanan berada di mobil tahanan usai menjalani pemeriksaan di Gedung KPK, Jakarta, Sabtu (27/5). ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan.

tirto.id - Ali Sadli keluar dari lobi Gedung Komisi Pemberantasan Korupsi, 27 Mei 2017. Auditor Badan Pemeriksa Keuangan itu keluar paling awal, sekitar pukul 23.05. Jeda sekitar 10 menit, auditor utama BPK Rochmadi Saptogiri menyusul keluar. Mengenakan baju hitam lengan panjang, Rochmadi hampir menabrak mobil tahanan lantaran tangannya terus menutupi wajah seakan pemain tinju yang siaga.

Jeda sekitar 10 menit, dua orang dari Kementerian Desa dan Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (Kemendes PDTT) keluar hampir bersamaan. Mereka adalah Jarot Budi Prabowo, pejabat eselon III Kemendes, dan Sugito, Irjen Kemendes. Jarot berjalan cepat dengan ekspresi muka tegang. Sedangkan Sugito, sambil menunduk, melangkah dengan tersenyum menuju mobil tahanan KPK.

Keempat orang ini rampung menjalani pemeriksaan selama sehari. Masing-masing dari mereka keluar mengenakan rompi khas oranye "Tahanan KPK".

Tiada sepatah kalimat pun yang keluar dari mulut mereka. Malam itu, keempatnya ditahan di beberapa rumah tahanan terpisah.

Juru Bicara KPK Febri Diansyah menjelaskan bahwa Sugito dan Jarot langsung ditahan di Rumah Tahanan Negara Kelas I Jakarta Pusat. Adapun Rochmadi ditahan di Rutan Kelas II A Jakarta Timur dan Ali Sadli di Rutan KPK Pomdam Jaya Guntur, Jakarta Selatan.

Dua orang dari Kemendes itu dijerat melanggar undang-undang tentang pemberantasan tindak pidana korupsi karena melakukan gratifikasi (memberikan hadiah atau janji) kepada aparatur negara. Sementara dua pejabat BPK itu pun terkena jerat pidana korupsi karena telah menerima gratifikasi tersebut dari kedua pejabat Kemendes. Ancaman hukuman keempatnya antara 1 tahun hingga 20 tahun penjara.

Predikat Seharga Rp240 Juta

Ketua KPK Agus Rahardjo menegaskan kasus yang menjerat empat pejabat negara itu terkait suap. Kemendes PDTT ingin audit laporan keuangannya pada 2016 meraih opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) dari BPK.

Sebelumnya pada 2014 dan 2015, Kemendes PDTT mendapat predikat di bawah WTP, yakni Wajar dengan Pengecualian (WDP).

“Minta agar ingin naik dari WDP jadi WTP, tolong dibantu, nanti ada sesuatu,” ungkap Agus di Gedung Merah Putih KPK, 27 Mei 2017.

Baca juga:

Opini WTP dari BPK Tidak Menjamin Bersih dari Korupsi

Periksa Data: WTP Bukan Jaminan Bebas Korupsi

Berdasarkan riset Tirto, sejak 2008 hingga 2015, Kementerian Desa hanya sekali dapat predikat WTP murni.

Pada 2008, kementerian yang pada masa pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono ini bernama Kementerian Negara Pembangunan Daerah Tertinggal, memperoleh opini Wajar Dengan Pengecualian (WDP) dari audit Laporan Keuangan Pemerintah Pusat BPK. Begitupun selama tiga tahun berikutnya. Pada 2012, kementerian ini mendapat opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) dengan syarat. Pada 2013 ia meraih opini WTP murni. Tapi setahun berikutnya kembali turun status menjadi WDP.

Pada era pemerintahan Joko Widodo, Kemendes masih mendapat opini WDP. Pada 2016, barulah ia mendapat WTP. Sayangnya, opini itu bernilai cacat karena ditengarai berbau korupsi.

KPK menduga pejabat eselon III dan eselon I Kemendes, yakni Jarot Budi Prabowo dan Sugito, "membeli" predikat WTP kepada BPK. Nilainya Rp240 juta. Pembelian ini melalui dua auditor BPK, Rochmadi Saptogiri dan Ali Sadli.

“Untuk sementara ini, kami tidak melihat keterlibatan Ketua BPK. Apakah dalam proses selanjutnya kelihatan, nanti akan di-update," ujar Ketua KPK Agus Rahardjo.

WTP merupakan opini yang diincar oleh seluruh lembaga pemerintahan, baik pusat maupun daerah. WTP mengindikasikan laporan keuangan telah disajikan secara wajar untuk seluruh aspek material sesuai Standar Akuntansi Pemerintah. Semakin baik tingkat opini yang didapatkan, semakin baik pula penyajian laporan keuangan. Artinya, institusi tersebut semakin transparan dalam penggunaan anggarannya.

Pengungkapan kasus ini berawal pada Jumat, 26 Mei, sekitar pukul 3 sore ketika KPK mendatangi kantor BPK. Tim KPK segera mengamankan enam orang, yakni Rochmadi Saptogiri, Jarot Budi Prabowo, Ali Sadli, salah satu sekretaris Rochmadi, sopir Jarot, dan seorang satpam.

Di ruangan Ali Sadli, KPK menemukan Rp40 juta. Uang ini merupakan suap kedua. Sebelumnya, awal Mei, Sadli sudah menyuap Rp200 juta.

Selain itu, di brankas ruangan Rochmadi, KPK mendapati uang Rp1,145 miliar dan 3.000 dolar AS.

Hingga kini belum diketahui dari mana dan apa keterkaitan sejumlah uang itu dengan tuduhan tindak korupsi ini. KPK menaruh seluruh barang bukti tersebut ke dalam 1 kardus dan 1 tas, termasuk di dalamnya memuat amplop cokelat dan putih berisi uang. Tim KPK lantas menyegel ruang kerja Ali Sadli dan Rochmadi.

Setelah itu, tim KPK bergerak ke kantor Kemendes PDTT di Jalan TMP Kalibata, Jakarta Selatan, pada pukul 16.20. Di sana tim KPK mengamankan Sugito. Sebelumnya Sugito mengikuti rapat seluruh pejabat eselon I dengan Menteri Desa PDTT Eko Putro Sandjojo. KPK lantas menyegel ruang kerja Jarot Budi Prabowo, Sugito, dan biro keuangan.

Baca juga: Upaya Partai Berebut Pengaruh lewat Pendamping Dana Desa

Infografik HL Indepth Dana Desa

Teriak Antirasuah tapi Justru Terjerat Kasus Suap

Rocmadi Saptogiri dan Sugito merupakan garda terdepan antikorupsi di masing-masing institusinya. Namun, mereka berdua justru mengingkari komitmennya sendiri.

Rochmadi tergolong orang yang gemar berteriak lawan korupsi. Pada 25 Agustus 2011, misalnya, Rochmadi menegaskan audit keuangan lima pemerintahan daerah di Provinsi Sulawesi Utara dinyatakan tidak wajar. Ia juga menyebut dua pemda mendapat WDP dan satu pemda tidak diberi opini. Saat itu, Rochmadi menjadi Kepala Perwakilan BPK di provinsi tersebut. Setahun setelahnya, Rochmadi bekerjasama dengan 16 pemda Sulut untuk melaksanakan E-audit.

Pada 2011, Rochmadi menjadi tuan rumah bagi kedatangan Jabatan Audit Negara (JAN) Malaysia pada 3-5 Oktober 2011 di Manado. Pertemuan ini untuk finalisasi dan penandatanganan laporan audit paralel manajemen hutan bakau di Selat Malaka.

Pada 2013, Rochmadi naik pangkat menjadi Kepala Biro Teknologi Informasi BPK. Ia mendampingi Ketua BPK saat itu, Hadi Poernomo, untuk mempromosikan gerakan antikorupsi di Universitas Padjadjaran, Bandung. Rochmadi juga sering bersama KPK memberikan pemahaman betapa pentingnya memberantas korupsi.

Rochmadi naik jabatan lagi pada 2015. Ia menjadi Auditor Utama Keuangan Negara BPK.

Pada 15 Juni 2015, Rochmadi menyerahkan Laporan Hasil Pemeriksaan atas Laporan Keuangan Kementerian dan Lembaga Tahun 2014 kepada masing-masing pimpinannya. Isi hasil audit tersebut: 23 kementerian dan lembaga memperoleh opini WTP, 8 kementerian dan lembaga mendapat WDP, dan 7 kementerian dan lembaga menerima opini Tidak Memberikan Opini (TMP) atau disclaimer.

Ketua Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Moermahadi Soerja berkata "tidak tahu" bagaimana Rochmadi bisa terjerat tindak pidana korupsi. Menurutnya, sejauh ini BPK telah melakukan audit melalui metode berlapis dan ketat.

"Jadi tidak bisa menggeneralisir apakah semua temuan opini dari BPK bisa didagangkan. Itu enggak bisa. Dari kejadian ini, kita enggak tahu prosesnya seperti apa. Tapi kalau kita sudah melakukan quality assurance kita sudah lakukan," kata Moermahadi di Gedung Merah Putih KPK, 27 Mei lalu.

Sementara Sugito memiliki kinerja yang cukup gemilang di kementeriannya. Menteri Desa Eko Putro Sandjojo menilainya sebagai "personal pekerja keras."

Sugito kerap kerja hingga petang. Ia menjadi pelopor di kementeriannya dalam Satuan Tugas Sapu Bersih Pungutan Liar (Saber Pungli) yang dibentuk Presiden Jokowi.

“Beliau (Sugito) orangnya sederhana. Bahkan di kementerian ini, beliau merupakan motor utama pemberantasan korupsi. Beliau mendidik sangat baik sekali,” kata Eko di Kantor Kemendes PDTT, 27 Mei lalu.

Eko berkata, ia sempat senang atas hasil audit BPK terhadap keuangan kementeriannya, yang mendapat opini WTP pada 2016. Penyerapan anggaran di kementeriannya pun naik dari 69 persen menjadi 95 persen. Namun, ia menilai, kasus korupsi yang melibatkan pejabat teras di kementeriannya ini bisa bikin predikat kinclong tersebut jadi cacat.

"Sayang ada cacat peristiwa ini,” keluh mantan bendahara Partai Kebangkitan Bangsa tersebut.

Eko hanya bisa pasrah menyerahkan seluruhnya pada proses hukum. Bahkan ia memberikan keleluasaan jika BPK ingin mencabut dan melakukan audit keuangan kementeriannya kembali. Tapi terkait Sugito, Eko langsung memecatnya.

Tiga hari setelah operasi tangkap tangan KPK, Kemendes segera berbenah dan mengangkat Ahmad Erani Yustika sebagai pelaksana tugas Inspektur Jenderal menggantikan Sugito.

"Kami sepakat menunjuk Pak Erani karena mempunyai integritas yang tinggi dan cocok menjabat sebagai Irjen," ujar Eko Putro Sandjojo dalam konferensi pers di Jakarta.

===========

Laporan ini diperbarui pada 15 September 2017.

Baca juga artikel terkait OTT KPK atau tulisan lainnya dari Dieqy Hasbi Widhana

tirto.id - Hukum
Reporter: Dieqy Hasbi Widhana
Penulis: Dieqy Hasbi Widhana
Editor: Fahri Salam