tirto.id - Saat ini usaha jasa laundry tengah menjamur di sejumlah daerah di Indonesia, terutama di kawasan yang dekat dengan kampus-kampus. Usaha jasa laundry memang menawarkan kemudahan bagi masyarakat yang tidak sempat mencuci baju sendiri.
Namun, disisi lain usaha laundry ini ternyata juga memunculkan persoalan pencemaran lingkungan dari air limbah yang seringkali dibuang langsung ke saluran air tanpa pengolahan terlebih dahulu.
Guna mengatasi permasalahan limbah cair laundry tersebut, lima mahasiswa UGM berinovasi mengembangkan adsorben atau penyerap limbah laundry. Mereka membuat adsorben dengan memanfaatkan limbah styrofoam dan limbah cangkang udang yang banyak dijumpai di lingkungan.
Kelima mahasiswa UGM tersebut adalah Mandrea Nora, Virna Agustisari, Adyatma Bhagaskara, Alice Lim dari FMIPA, dan Hardian Ridho Alfalah dari Fakultas Biologi.
“Kami memanfaatkan peluang dari melimpahnya jumlah limbah styrofoam dan kulit udang untuk menciptakan membran yang mampu mengatasi permasalahan limbah laundry ini,” tutur Hardian, dalam keterangan tertulis yang diterima Tirto.
Mandrea menjelaskan hasil cucian laundry biasanya dibuang tanpa diolah sehingga menghasilkan limbah cair yang mengandung surfaktan berbahaya. Sementara itu beberapa detergen mengandung jenis surfaktan yang sulit terurai seperti Alkil Benzena Sulfonat (ABS) dan dapat menimbulkan masalah lingkungan. Oleh sebab itu, mereka berupaya membuat membran yang dapat menyerap komponen ABS dari limbah laundry dibawah bimbingan Drs. Dwi Siswanta, M.Eng., Ph.D.
Lantas bagaimana cara mengelola limbah laundry dengan styrofoam?
Dalam pembuatan membran adsoben ini mereka menggunakan limbah Styrofoam. Sytrofoam ini bersifat non-biodegradable yang dapat menyumbang penumpukan limbah sehinga diperlukan pengolahan secara kimia melalui isolasi dan konversi kandungan polistirena di dalamnya menjadi polistirena sulfonat (PSS). Sementara itu kitosan dari limbah kulit udang digunakan sebagai polikatonik yang dapat menyerap limbah dalam jumlah besar.
Mandrea menyampaikan kombinasi PSS dan kitosan tersebut menghasilkan adsorben berupa membran polielektrolit yang dapat diibaratkan sebagai bola dengan kutub positif dan negatif. Kutub positif mewakili kitosan yang berfungsi untuk menarik ABS pada limbah laundry, sedangkan kutub negatif mewakili PSS yang berperan sebagai penguat struktur membran.
“Inovasi membran PSS-kitosan diharapkan dapat menjadi inisiator dalam pengembangan adsorben ramah lingkungan. Pembuatan membran ini melibatkan pemanfaatan limbah yang berasal dari lingkungan sehingga selain mengu menciptakan lingkungan yang bebas oleh limbah laundry, dapat pula mengatasi persoalan limbah styrofoam dan kulit udang,” urainya.
Editor: Iswara N Raditya