tirto.id - Ketua Tim Formatur Sekolah Rakyat, Mohammad Nuh, mengatakan guru yang mendaftar untuk menjadi pengajar di Sekolah Rakyat akan menjalani pelatihan kurang lebih satu bulan.
Hal tersebut, kata Nuh, pelatihan tersebut bertujuan memastikan bahwa para pengajar di Sekolah Rakyat memiliki empati sosial, bukan hanya kompetensi akademik.
"Itu kira-kira bisa satu bulanan pelatihannya itu. Sehingga, April direkrut, Mei pelatihan dan seterusnya orientasi. Maka nanti awal Juli mereka sudah ready," kata Nuh di Gedung Kementerian Sosial, Jakarta, Rabu (19/3/2025).
Nuh mengatakan para guru harus bisa menanamkan rasa percaya diri kepada para murid yang berasal dari kalangan miskin bahkan miskin ekstrem.
Nuh juga menyebut, para guru yang telah lulus pendaftaran Program Pendidikan Profesi Guru (PPG) sejumlah 60 ribu orang akan diajak untuk mendaftarkan diri untuk mengajar di Sekolah Rakyat.
"Yang sudah lulus PPG itu ada 60-an ribu, itu nanti bisa model-model. Bisa dari situ yang nanti kami rekrut," ujarnya.
Tak hanya guru, proses rekrutmen murid untuk Sekolah Rakyat juga mulai dilakukan pada April 2025.
“Titik krusialnya sekarang ini dan insyaAllah mulai dari 1 April, teman-teman satgas sudah mulai melakukan rekrutmen calon-calon murid sesuai dengan desil yang ada di masing-masing daerah,” kata Nuh.
Proses rekrutmen akan dimulai dari anak-anak yang berada dalam kategori desil 1 atau miskin ekstrem yang tinggal di sekitar Sekolah Rakyat berdasarkan Data Tunggal Sosial Ekonomi Nasional (DTSEN).
Anak-anak dari kategori desil 1 ini akan menjalani serangkaian tes, mulai dari psikotes, tes akademik, hingga tes kesehatan. Proses rekrutmen akan dilanjutkan kepada anak-anak dari desil 2 apabila kuota murid masih tersedia.
Lebih lanjut, ia menerangkan pihaknya juga akan secara berkala mengukur proses belajar murid-murid di Sekolah Rakyat sehingga pihaknya dapat pula secara berkala melaporkan perkembangan para murid kepada orang tua, wali murid maupun publik.
Ia menyebutkan pihaknya akan bekerja sama dengan lembaga-lembaga yang memiliki kompetensi untuk mengukur beberapa aspek tersebut secara berkala, mulai dari aspek gizi, kesehatan, tingkat IQ, kedisiplinan, kecerdasan mental hingga kompetensi masing-masing murid.
“Paling tidak setiap semester kami bisa menyampaikan progresnya. Ini lho, progres fisiknya seperti ini, dia tambah sehat, IQ-nya pun juga demikian, kedisiplinannya pun juga demikian, mentalitasnya pun juga demikian, sehingga kami bisa melaporkan ke publik,” pungkas Nuh.
Penulis: Auliya Umayna Andani
Editor: Bayu Septianto