Menuju konten utama
Pemilu Serentak 2024

Bursa Kandidat 2024: Cawapres Jadi Kunci Pemenangan Pemilu?

Saat ini posisi cawapres penting sebagai alat merekatkan konsolidasi di tengah partai masih menutup kartu untuk Pemilu 2024.

Bursa Kandidat 2024: Cawapres Jadi Kunci Pemenangan Pemilu?
Ilustrasi Calon pada Pemilu 2024. tirto.id/Quita.

tirto.id - Persaingan pengisian kursi bakal calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres) jelang Pemilu 2024 semakin ketat. Meski koalisi partai politik masih cair, tapi kandidat yang muncul, baik dalam survei maupun yang digadang-gadang parpol untuk maju sudah mengerucut.

Mengutip data survei Indikator Politik per 1-6 Desember 2022 terhadap 1.220 responden dengan margin of error 2,9 persen, kandidat capres ada Ganjar Pranowo (29,5 persen), Anies Baswedan (22,8 persen) dan Prabowo Subianto (19,5 persen).

Di luar tiga nama tersebut, ada Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil (5,7 persen), Agus Harimurti Yudhoyono atau AHY (1,9 persen), Erick Tohir (1,4 persen), Puan Maharani (1,3 persen), Khofifah Indar Parawansa (1,1 persen) dan Sandiaga Uno (0,8 persen).

Akan tetapi, nama-nama di luar 3 besar bakal calon presiden sangat potensial sebagai bakal cawapres. Sebut saja Ridwan Kamil (21,6 persen), Sandiaga Uno (13 persen), AHY (12,4 persen), Erick Tohir (8,8 persen) dan Khofifah (6,6 persen).

Dalam survei lainnya, Poltracking misal, sudah melakukan simulasi hingga 3 paslon dengan sejumlah skenario. Simulasi tiga pasangan calon dalam survei 21-27 November 2022 terhadap 1.220 responden dengan angka margin of error 2,9 persen sudah memprediksi capres-cawapres potensial pemenang pemilu.

Pertama, bakal pasangan Ganjar Pranowo - Erick Thohir (33,1%) lebih unggul dibanding pasangan Anies Baswedan - Agus Harimurti Yudhoyono (27,5%) dan Prabowo Subianto - Muhaimin Iskandar (25.5%). Pada simulasi pasangan calon kedua, Ganjar Pranowo - Ridwan Kamil (30,5%) lebih unggul dibanding pasangan Prabowo - Erick Thohir (28,2%) dan Anies Baswedan - Agus Harimurti Yudhoyono (27,7%).

Sementara itu, pada simulasi pasangan ketiga, Ganjar Pranowo - Sandiaga Salahuddin Uno (29,8%) unggul tipis dibanding pasangan Anies Baswedan - Khofifah Indar Parawansa (28,5%) dan Prabowo Subianto - Muhaimin Iskandar (26.3%).

Pada simulasi keempat, pasangan Ganjar Pranowo - Airlangga Hartarto (27,7%) unggul tipis dibanding pasangan Prabowo - Khofifah Indar Parawansa (26,6%) dan Anies Baswedan - Ahmad Heryawan (25.1%). Sedangkan dalam simulasi kelima, Prabowo Subianto - Erick Thohir (27,1%) unggul tipis dibanding pasangan Ganjar Pranowo - Puan Maharani (26,4%) dan Anies Baswedan - Khofifah Indar Parawansa (26,2%).

Posisi Cawapres Signifikan di Pilpres 2024

Analis politik dari Universitas Padjajaran sekaligus Direktur Eksekutif KedaiKOPI, Kunto Adi Wibowo mengakui, posisi cawapres kini berbeda dengan pemilu masa lalu. Saat ini, posisi cawapres penting sebagai alat untuk merekatkan konsolidasi di tengah partai masih mengungkapkan dan menutup kartu untuk menghadapi Pemilu 2024.

“Jadi tidak hanya dengan simbol capresnya, tapi cawapres menjadi penting juga karena di situ ada representasi kepentingan elite, ada representasi partai, ada presentasi yang lain yang harus diperhitungkan secara politik,” kata Kunto kepada Tirto, Kamis (5/1/2023).

Kedua, kata Kunto, kandidat cawapres saat ini punya kapasitas kuat. Mereka punya elektabilitas, kekuatan untuk membantu tim pemenangan dalam menghadapi Pemilu 2024 hingga punya kemampuan individu dalam mengelola kepentingan. Hal ini membuat kandidat capres-cawapres 2024 bisa menjadi semacam dwitunggal yang saling mengisi.

“Jadi tidak hanya presidennya saja sebagai matahari yang nggak mau ada matahari kembar, tapi juga ini dwitunggal, yang saling mengisi, yang saling berkolaborasi dan menurut saya di sini penting untuk menghidupkan kembali bahwa cawapres tidak hanya sebagai pajangan gitu,” kata Kunto.

Ketiga, situasi cawapres yang punya basis massa terbukti dari hasil survei. Mereka juga punya kemampuan menggalang dana untuk kepentingan kampanye dan punya track record. Di sisi lain, capres-cawapres tidak bisa digandeng oleh partai. Ia menilai partai harus bisa membuat chemistry tidak sebatas untuk pencalonan, tetapi juga membawa perubahan.

Sementara itu, Direktur Eksekutif Indonesia Political Power, Ikhwan Arif juga tidak memungkiri bahwa posisi cawapres menentukan posisi pemilih. Ia beralasan, posisi cawapres kerap membantu mendongkrak elektabilitas capres meski tidak begitu besar.

“Yang membandingkan pemilu sekarang dan pemilu sebelumnya dalam menentukan cawapres adalah tingginya persaingan politik, sebab banyaknya muncul figur politik potensial terutama kandidasi milenial. Salah satu potensi terbesar ada pada generasi baru yang turut berpengaruh dalam pilpres sekarang," kata Ikhwan kepada Tirto.

Ikhwan menerangkan potensi besar cawapres saat ini adalah mendorong kampanye politik lewat pendanaan kampanye, upaya mengeruk suara (terutama pada suara milenial yang mampu mendongkrak suara capres-cawapres). Ia lantas mengutip hasil riset bahwa kandidat seperti Ridwan Kamil, Sandiaga Uno, AHY adalah figur yang memiliki modal tersebut sekaligus rekam jejak yang bagus.

Ia menegaskan, penentuan cawapres kali ini juga penting karena sekaligus membuka peta koalisi yang masih belum terang dalam menghadapi 2024.

“Penentuan cawapres sangat krusial di Pilpres 2024, sejauh ini pembahasan politik lebih kepada posisi capres ketimbang posisi cawapres. Jadi peta koalisi sudah terlihat ada beberapa potensi capres yang akan bertempur nantinya. Intinya sekarang ada pada siapa figur cawapres yang akan mendampingi bakal capres yang sudah tergambar hari ini," kata Ikhwan.

Ikhwan mencontohkan bagaimana koalisi perubahan (koalisi yang disebut terdiri atas Partai Nasdem, PKS dan Parti Demokrat) masih berkutat pada masalah penentuan cawapres. Hal ini juga terjadi pada Koalisi Indonesia Bersatu dan Koalisi Indonesia Raya yang masih belum menentukan cawapres mereka. Hal itu menandakan bagaiman peran penting cawapres dalam Pemilu 2024.

Ia juga tidak memungkiri adanya potensi matahari kembar jika melihat konstelasi capres-cawapres dan koalisi yang terbentuk. Ia menuturkan, nominasi kandidat terlalu banyak dan berasal dari dapur pemerintah sendiri. Ia mencontohkan berkaca pada rilis beberapa lembaga survei, nominasi bakal cawapres yang nilai elektabilitasnya rendah disandingkan dengan capres yang nilai elektabilitas tinggi.

“Misalnya posisi menteri Erick Tohir sebagai cawapres potensial terkuat jadi rebutan meskipun nilai elektabilitas lebih rendah dari kandidat lain seperti Ganjar Pranowo, Anies Baswedan atau Prabowo Subianto. Akan berpotensi besar terbentuknya matahari kembar," kata Ikhwan.

Baca juga artikel terkait PEMILU 2024 atau tulisan lainnya dari Andrian Pratama Taher

tirto.id - Politik
Reporter: Andrian Pratama Taher
Penulis: Andrian Pratama Taher
Editor: Abdul Aziz