tirto.id - Kejaksaan Agung berencana mengeksekusi terpidana kasus UU ITE Buni Yani pada Jumat (1/2/2019). Namun, Wakil Ketua DPR Fadli Zon meminta Jaksa Agung HM Prasetyo tidak terburu-buru melakukan eksekusi dalam perkara ini.
"Jangan lah pihak Jaksa Agung, apalagi ini kan jaksa agung politik, kita tahu dari Nasdem kan. Jadi jangan terburu-buru, grasa-grusu," kata Fadli di Masjid Al-Barkah, Tebet, Jakarta Selatan, Jumat (1/2/2019).
Fadli mengatakan HM Prasetyo jangan sampai mempolitisasi proses hukum. Terlebih lagi, Buni Yani merupakan anggota tim sukses pasangan Prabowo-Sandiaga Uno.
"Ahmad Dhani yang ditahan, kemudian sekarang Buni Yani, nanti ada lagi Dahnil Azhar dipanggil-panggil. Ini apa? Jangan dijadikan hukum sebagai alat politik," katanya.
Eksekusi terpidana ujaran kebencian Buni Yani direncanakan pada Jumat (1/2/2019). Buni sebelumnya divonis bersalah atas kasus ujaran kebencian yang berkaitan dengan kasus penistaan agama mantan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) pada tahun 2016.
Dia mengunggah potongan video pernyataan Ahok terkait surat Al Maidah ayat 51. Unggahan tersebut kemudian viral hingga akhirnya Ahok dihukum karena kasus penistaan agama. Selama proses tersebut, Buni Yani juga dilaporkan ke polisi. Ia pun diadili karena dianggap menyebar ujaran kebencian dan melanggar pasal 28 ayat 2 UU ITE.
Pada putusan tingkat pertama, Buni Yani dinyatakan terbukti bersalah telah melakukan tindak pidana UU ITE yang mengubah, memotong video sambutan Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok di Kepulauan Seribu pada 26 September 2016.
Majelis Hakim memvonis Buni Yani dengan hukuman 18 bulan penjara (1,5 tahun) sebagaimana diatur dalam pasal 32 ayat 1 jo pasal 28 ayat 1 Undang-undang RI nomor 11/2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE). Vonis tersebut terus diperkuat hingga Mahkamah Agung menolak kasasi Buni Yani sehingga tetap dihukum 1,5 tahun penjara.
Penulis: Mohammad Bernie
Editor: Maya Saputri