tirto.id - Harga gandum mendapat perhatian lebih di tengah masyarakat dalam beberapa waktu belakangan. Pemicunya adalah pernyataan Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo soal dampak dari kenaikan harga gandum pada mi instan, yang banyak dikonsumsi oleh orang Indonesia. Menurut Syahrul (9/8/2022), kenaikan harga gandum bisa menyebabkan harga mi instan melonjak sampai tiga kali lipat.
Syahrul sendiri berkaca dari kondisi konflik global yang memicu lonjakan harga gandum, sebagai bahan baku produk seperti mi. Beberapa produk turunan gandum lain yang mungkin terdampak adalah roti, biskuit, pasta, sereal, dan pizza.
"Harganya akan mahal banget sementara kita impor [gandum] terus ini," ujarnya.
Indonesia memang masih bergantung sepenuhnya dari negara lain untuk memenuhi kebutuhan gandum, alias impor. Bahkan berdasar data yang dirangkum Food and Agriculture Organization of United Nation (FAO), Indonesia telah menjadi negara pengimpor gandum nomor satu di dunia, pada tahun 2019 dan 2020.
Sementara itu, menurut catatan Badan Pusat Statistik (BPS), dalam enam tahun terakhir, impor gandum dan meslin selalu di atas 10 juta ton. Pertumbuhannya cukup signifikan jika dibandingkan dekade lalu. Pada 2010, impor gandum Indonesia masih sekitar 4,8 juta ton. Perlahan jumlah impor ini naik pada 2015 menjadi 7,4 juta ton. Terakhir, jumlah impor gandum mencapai 11,71 juta ton pada 2021.Melihat asalnya, dalam dua dekade terakhir, setidaknya ada lima negara yang dominan menyuplai gandum ke Indonesia, yakni Australia, Kanada, Ukraina, Argentina, Amerika Serikat, dan Rusia.
Australia menjadi yang paling dominan. Kontribusi negara Kangguru untuk impor gandum ke Indonesia selalu di atas 50 persen antara 2010-2015. Bahkan mereka pernah impor lebih dari 5 juta ton gandum pada 2017.Tahun 2019 dan 2020 saat ekspor dari negara tersebut mulai mengecil, Ukraina dan Kanada mengisi kebutuhan gandum Indonesia. Dalam dua tahun itu Ukraina bahkan menjadi eksportir terbesar dengan kontribusi hampir 3 juta ton/tahun.
Sementara Argentina baru menjadi eksportir gandum ke Indonesia pada 2016. Namun, kontribusinya cukup besar dan pada 2020, bahkan menyuplai 2,6 juta ton atau setara dengan sekitar 26 persen total impor gandum ke Indonesia.
Amerika Serikat, juga cukup konsisten mengekspor gandum ke Indonesia. Kecuali tahun 2020, ketika ekspor mereka mencapai 447 ribu ton, sejak 2010 mereka selalu mengekspor setidaknya setengah juta ton gandum ke Indonesia.
Rusia juga cukup konsisten mengekspor gandumnya ke Indonesia. Sebagai salah satu negara penghasil gandum terbesar di dunia, mereka belum pernah absen mengirim ke Indonesia sejak 2010. Meski kuantitasnya kalah dibanding negara-negara lain, tahun 2017-2018 mereka konsisten menyuplai 1,2 juta ton gandum ke Indonesia
Selain lima negara tersebut, ada juga Moldova dan India yang konsisten menyuplai gandum ke Indonesia, meski jumlahnya cenderung kecil jika dibandingkan enam negara lain.
Suplai Terhantam Perang, Harga Melambung
Menurut data dari Layanan Pertanian Asing Departemen Pertanian AS (USDA), konsumsi gandum Indonesia diperkirakan akan naik 2,2 persen pada tahun 2022 menjadi 9,1 juta juta metrik ton dari tahun sebelumnya.
Padahal, pemasok terbesar kedua gandum ke Indonesia, Ukraina, saat ini masih berperang dengan Rusia, yang juga salah satu importir gandum ke Indonesia. Hal ini menghambat distribusi komoditas dari dua negara tersebut.
Menurut data BPS teranyar, kontribusi Ukraina selama periode Januari-Juli 2022 pada impor gandum Indonesia turun menjadi 0,1 persen dari 4,9 persen di periode yang sama pada 2021. Rusia sendiri tak ada kontribusi sama sekali tahun ini, BPS mencatat. Kini, Australia menjadi penyumbang terbesar, disusul oleh Argentina dan Kanada.
Di tengah kondisi perang ini, di luar faktor lain, impor gandum dan meslin Indonesia telah menurun drastis sebesar 11,5 persen pada periode Januari-Juli 2022 dibanding Januari-Juli 2021.
Kondisi ini diperparah dengan larangan ekspor yang dilakukan sejumlah negara, antara lain Kirgiztan, India, Afghanistan, Aljazair, Ukraina, dan Serbia hingga 31 Desember 2022. Sementara itu, Kazakhstan menahan ekspor hingga 30 September 2022.Produk turunan gandum di Indonesia mulai terpengaruh. Menurut data Sistem Pemantauan Pasar dan Kebutuhan Pokok Kementerian Perdagangan, harga tepung terigu telah melesat sebanyak 18,27 persen ke Rp 12.300 per kg pada 18 Agustus 2022, dari Rp 10.400 per kg pada 3 Januari 2022.
Perlu diketahui bahwa harga gandum dunia saat ini juga sedang tinggi-tingginya. Menurut data International Grains Council atau Dewan Gandum Internasional, per 17 Agustus 2022, harga gandum Argentina Grade 2, Up River, bertengger di 410 dolar AS sudah naik 45 persen dari tahun lalu.
Menurut Reuters, invasi Rusia ke Ukraina serta tantangan pada faktor cuaca di negara-negara pengekspor utama gandum telah mendorong harga gandum menjadi tertinggi sepanjang masa. Reuters juga pada analisis tertanggal 3 Agustus 2022 mencatat bahwa konsumsi gandum global diperkirakan akan turun karena inflasi yang tinggi di berbagai negara juga memaksa konsumen dan perusahaan-perusahaan untuk mencari alternatif dari gandum.
Reuters juga memperkirakan bahwa harga gandum akan semakin tinggi di paruh kedua 2022, sebab negara-negara pengimpor mulai terpengaruh dengan harga gandum yang semakin tinggi.
Berbicara soal permintaan gandum, Indonesia adalah negara yang mengonsumsi mi instan terbesar kedua di dunia. Data Asosiasi Mi Instan Dunia (WINA) menunjukkan, konsumsi mi instan global mencapai 116,56 miliar porsi. Indonesia menduduki peringkat kedua, dengan porsi 12,6 miliar porsi atau 10,84 persen dari konsumsi dunia pada 2020. Pada 2021, tingkat konsumsi mi instan masyarakat Indonesia meningkat menjadi 13,27 miliar porsi, masih bertengger di peringkat kedua.
Melepas Ketergantungan Gandum Masa Depan
Dengan ancaman naiknya harga gandum, sebagai solusi jangka pendek, pada pertengahan tahun 2022, pemerintah Indonesia dan Australia sepakat untuk memperkuat kerja sama dalam ketahanan pangan, termasuk dalam perdagangan komoditas gandum.
"Penting bagi kita untuk memperkuat ketahanan pangan. Kita membahas upaya menjaga keberlanjutan rantai pasok pangan, termasuk gandum, di tengah situasi dunia yang sangat sulit ini," ujar Presiden Jokowi dalam keterangan resmi usai pertemuan bilateral di Istana Kepresidenan (6/6/2022).
Namun, solusi jangka panjang harus mulai dicari untuk mengatasi permasalahan impor gandum ini. Guru Besar Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor, Dwi Andreas Santosa, melihat tren konsumsi pangan lokal dari gandum mengalami peningkatan signifikan.
Berdasar catatannya, porsi pangan gandum di bawah 5 persen pada tahun 1970. Angka ini melonjak naik menjadi 18 persen pada 2010, dan naik lagi mencapai 26 persen pada 2020.
Ada tiga alasan hal ini bisa terjadi menurut dia, mengutip dari BBC News Indonesia. Pertama, harganya yang murah. Sebelum adanya konflik Ukraina-Rusia, harga tepung gandum ada di kisaran Rp 8.500 - Rp 9.000, dibanding dengan harga tepung sorgum dan tapioka yang mencapai Rp 16.000 atau bahkan beras kualitas medium, Rp 10.400.
Alasan kedua, adalah gandum yang sesuai dengan lidah orang Indonesia. Gandum juga mulai mengubah pola makan orang Indonesia.
"Anak sekarang disuruh makan pecel yang merupakan pangan lokal kita mau tidak? Tidak, kan. Tapi kalau ditawari pizza, pasti langsung mau," ujar Andreas.
Terakhir, masalah diversifikasi pangan. Andreas menilai kebijakan menjadikan beras sebagai makanan pokok nasional membuat konsumsi pangan lokal seperti sagu, jagung, dan sorgum menurun.
Dia juga memprediksi, konsumsi gandum di Indonesia 30 tahun mendatang bisa mencapai 50 persen, melampaui beras.
Solusi dari kondisi ini menurut dia adalah melaksanankan diversifikasi pangan dengan sungguh-sungguh. Gayung bersambut, langkah ini juga yang dilirik pemerintah untuk melepas ketergantungan dari produk pangan impor, dalam hal ini gandum.
Kepala Staf Presiden Moeldoko menjelaskan instruksi Presiden Jokowi untuk mempercepat pengembangan sorgum sebagai pengganti gandum.
"Presiden sudah instruksikan pembuatan roadmap produksi dan hilirisasi sorgum hingga 2024 dalam rangka menghadapi krisis pangan," ujarnya (15/8/2022).
Berdasarkan data Direktorat Jenderal Tanaman Pangan, sebaran lahan tanaman sorgum berada di Nusa Tenggara Timur dan Nusa Tenggara Barat. Produktivitas berkisar tiga ton hingga empat ton per hektare. Kemudian di Jawa Tengah dan Jawa Timur produktivitasnya mencapai empat ton hingga lima ton per hektare. Total luas lahan sorgum di seluruh wilayah mencapai sekitar 15 ribu hektare.
Sementara itu, Pelaksana Tugas Deputi Bidang Ketersediaan dan Stabilisasi Pangan Badan Pangan Nasional, Risfaheri menilai semua tanaman pangan lokal Indonesia memiliki potensi untuk memperkuat ketahanan pangan dalam negeri sekaligus menurunkan ketergantungan terhadap impor gandum.
"Bayangkan kalau kita bisa mensubstitusi 10 sampai 30 persen terigu yang ada," kata Risfaheri (11/8/2022), menukil dari Antara.
Tantangannya menurut dia, tepung sorgum atau tepung pangan lokal lain tidak memiliki kandungan gluten yang bersifat mengembang layaknya terigu dari gandum.
Namun, dia optimistis hal tersebut bisa disiasati dengan teknologi pangan. "Barangkali para peneliti bisa merekayasa komoditas pangan kita yang tidak punya sifat mengembang bisa disisipkan mungkin seperti zat yang bisa membuat mengembang," pungkasnya.
Editor: Farida Susanty