Menuju konten utama

Boleh Saja Pakai Pantyliner Setiap Hari, Asalkan…

Pantyliner menjaga vagina tetap fresh dan kering sehari-hari, namun pemakaian yang sembarangan bisa bikin iritasi dan infeksi.

Boleh Saja Pakai Pantyliner Setiap Hari, Asalkan…
Ilustrasi pantyliner. tirto.id/Quita

tirto.id - Pantyliner, versi mini dan lebih tipis dari pembalut, adalah produk yang mungkin sulit dipisahkan dari keseharianmu dan sebagian besar kaum perempuan.

Pemakaiannya penting untuk menjaga warna celana dalam tetap bersih dari beragam cairan vagina, seperti keputihan dan sisa-sisa menstruasi, di samping juga efisien karena membuatmu tak perlu repot bolak-balik ganti celana dalam.

Tapi tunggu dulu deh, apakah pantyliner aman kalau dipakai setiap hari?

Tak lama setelah gajian di akhir bulan, Nastiti Dewi (28) bergegas menuju supermarket yang berjarak sekitar 2 km dari rumahnya. Ia menarik sebuah troli ukuran sedang dan mendorongnya ke arah lorong produk perawatan tubuh.

Setelah memasukkan losion, sampo, sabun, dan tisu ke dalam troli, Nastiti berbelok dua blok menuju bagian produk kebutuhan perempuan. Di sana, ia mengambil tiga bungkus pantyliner.

Header Diajeng Pantyliner

Header Diajeng Pantyliner. foto/istockphoto

Produk tersebut selalu masuk daftar belanja bulanannya. Meskipun telah beralih menggunakan cangkir menstruasi (menstrual cup) sebagai pengganti pembalut sekali pakai, ia ternyata belum bisa move on dari pantyliner.

“Saya pakai menstrual cup supaya nyaman dan praktis saat haid, pantyliner juga begitu,” kata Nastiti sambil membayar total belanjaan di kasir.

Nastiti tak punya kriteria khusus dalam pemilihan pantyliner. Dia biasa membeli dari merek yang terkenal akan ketipisan produknya. Pembalut dari merek tersebut bahkan ada yang punya ketebalan serupa gabungan lima helai tisu. Umumnya, mereka mengandalkan gel penyerap cairan seperti yang ada di dalam popok bayi sebagai bahan dasar pembalut.

“Nanti kalau ada produk saniter pengganti pantyliner yang bikin enggak perlu bolak-balik ganti atau cuci, mungkin aku akan beli,” ungkapnya.

Nastiti tidak sendiri. Ada banyak perempuan yang ogah repot mengganti celana dalam setiap mulai terasa lembab akibat keputihan, flek, atau terkena sisa air basuhan. Jika seorang perempuan memiliki aktivitas di luar rumah selama 8 jam dan celana dalam harus diganti minimal 4 jam sekali, artinya mereka harus membawa setidaknya dua buah celana cadangan. Bisa dibayangkan kan, ribetnya?

Di samping celana dalam cadangan bisa memenuhi ruang di dalam tas, mengganti celana dalam setiap empat jam sekali adalah kegiatan yang sangat tidak praktis. Apalagi masih banyak yang mungkin malu ketika terlihat melakukan aktivitas terkait kebersihan genital. Membawa celana dalam ke toilet tentu lebih menyusahkan daripada menyelipkan pantyliner di saku yang bisa langsung dilekatkan ke celana dalam.

“Malas harus numpuk banyak cucian. Kalau pakai pantyliner tinggal copot-pasang, enggak perlu susah melepas celana,” tukas Nastiti.

Risiko Kesehatan

“Aku pertama kali pakai karena coba-coba beli, sehabis itu malah iritasi. Kapok!”

Berbeda dari Nastiti yang merasakan banyak manfaat dari pantyliner, Sari (27), pekerja kantoran di wilayah Mampang, Jakarta Selatan ini, merasa sebaliknya. Selain iritasi, Sari juga mengeluhkan keputihan setelah pakai pantyliner. Namun, setelah pemakaian dihentikan, kondisi genitalnya kembali normal seperti sedia kala.

Sari dan sebagian perempuan yang senasib dengannya, jelas memilih membawa banyak cadangan celana dalam ketimbang aktivitasnya harus terusik gara-gara pemakaian pantyliner.

Header Diajeng Pantyliner

Header Diajeng Pantyliner. foto/istockphoto

Memang, bagi beberapa orang yang kulitnya sensitif, produk ini memang tak cocok digunakan karena bisa memicu risiko kesehatan genital termasuk sensasi terbakar, keputihan, iritasi, infeksi, bahkan memicu jamur dan bakteri.

Dalam studi di American Journal of Obstetrics & Gynecology (2003), tim peneliti Divya A. Patel mengungkap faktor risiko kandidiasis vulvovaginal terhadap 65 perempuan yang terdaftar di klinik genital di Detroit dan Philadelphia. Kondisi tersebut merujuk pada inflamasi vulva dan vagina akibat infeksi jamur Candida sp. Disimpulkan bahwa penggunaan pantyliner berhubungan dengan dua kali peningkatan risiko penyakit yang disebabkan oleh infeksi jamur tersebut. Kolonisasi jamur candida dipicu oleh hipersensitivitas lokal atau reaksi alergi dari penggunaan pantyliner.

“Pada beberapa perempuan, tingkat kelembaban dan suhu perineum yang meningkat bisa menyebabkan kerentanan terhadap infeksi,” tulis peneliti.

Sama seperti pembalut, pantyliner bisa menciptakan kelembaban dan iritasi, terlebih jika produknya disertai pewangi atau parfum.

Tapi kamu tak perlu terlalu khawatir!

Produk-produk untuk perempuan ini biasanya berpotensi membahayakan ketika dipakai secara berlebihan dan tidak diganti dalam jangka waktu panjang, kecuali pada kasus sensitivitas tertentu seperti yang dialami Sari.

Laman Step to Health merangkum beberapa cara yang bisa kamu lakukan agar terhindar dari risiko infeksi saat memakai pantyliner. Pertama, pilihlah pantyliner berpori untuk menjaga pertukaran udara di daerah genital dan meminimalisir kelembaban. Hindari pantyliner yang memiliki alas dan penutup plastik. Sekarang sudah mulai banyak tersedia pantyliner organik yang 100 persen terbuat dari bahan aman, bahkan bisa didaur ulang jadi kompos.

Tapi perlu kamu ingat juga, kebanyakan produk untuk perempuan di pasaran masih bersifat konvensional—mengandung bahan plastik—sehingga limbahnya bisa jadi masalah lingkungan.

Menurut studi dalam Journal of the Institution of Environmental Sciences yang dikutip The Independent, sekitar 700 ribu lembar pantyliner, 2,5 juta tampon dan 1,4 juta lembar pembalut dibuang ke saluran toilet di Inggris Raya setiap hari.

Sementara dalam kurun satu dekade, organisasi Marine Conservation Society berhasil mengumpulkan lebih dari 20 ribu tampon, aplikator (alat bantu pasang tampon) dan pembalut di pesisir pantai Inggris. Mereka tak bisa didaur ulang dan berakhir sebagai limbah.

Langkah kedua adalah mengganti pantyliner minimal setiap 4-6 jam sekali. Jangan lupa cuci tanganmu sebelum dan sesudah memakai produk tersebut.

Terakhir, hentikan pemakaian ketika kamu mendapati gejala peningkatan cairan vagina, perubahan warna pada cairan sekresi, vagina berbau tidak sedap, nyeri dan terbakar saat buang air kecil dan rasa sakit selama hubungan seksual.

Sebelum berisiko lebih lanjut, lebih baik setop dulu, kan?

*Artikel ini pernah tayang di tirto.iddan kini telah diubah sesuai dengan kebutuhan redaksional diajeng.

Baca juga artikel terkait PEMBALUT atau tulisan lainnya dari Aditya Widya Putri

tirto.id - Kesehatan
Penulis: Aditya Widya Putri
Editor: Maulida Sri Handayani & Sekar Kinasih