Menuju konten utama

Biosekuriti 3-Zona: Solusi Bisnis Peternakan Unggas di Indonesia

Sistem Biosekuriti 3-Zona diperlukan untuk meningkatkan produktivitas dalam bisnis peternakan unggas.

Biosekuriti 3-Zona: Solusi Bisnis Peternakan Unggas di Indonesia
Peternak memanen telur ayam ras. ANTARA FOTO/Ari Bowo Sucipto.

tirto.id - Selama ini, peternak di Indonesia masih sering menggunakan antibiotik untuk mencegah penyakit ternak. Padahal, antibiotik seharusnya digunakan untuk mengobati. Solusi permasalahan ini sebenarnya sudah ada, yakni dengan menerapkan sistem Biosekuriti 3-Zona.

Bisnis peternakan unggas di Indonesia dibayangi berbagai masalah pelik, mulai dari flu burung yang kasusnya terus berulang, isu penggunaan obat pertumbuhan, hingga pemakaian antibiotik. Ragam persoalan itu tak hanya membikin peternak merugi, tapi ikut menimbulkan dampak kesehatan bagi masyarakat sebagai konsumen.

Di tingkat peternak, flu burung mengakibatkan kematian hewan ternak, bahkan seringkali menularkan virus kepada manusia. Sementara penggunaan antibiotik yang tidak sesuai dosis dan waktu justru dapat membuat unggas kebal. Akibatnya, bakteri bermutasi dan antibiotik yang sama tak mempan lagi digunakan.

Persoalan ini menjadi salah satu bahasan yang mengemuka dalam workshop bertema “Tantangan Baru dalam Penanganan Zoonosis, PIB, dan AMR di Indonesia” yang digelar di Lampung pada Rabu (19/6/2019).

Workshop ini merupakan rangkaian dari acara USAID-FAO Media Fellowship II yang diikuti oleh Organisasi Pangan Dunia (FAO) dan sejumlah lembaga atau instansi terkait hingga Jumat (21/6/2019) mendatang.

“Peternak ini seringkali menggunakan antibiotik sebagai pencegahan, padahal seharusnya ‘kan untuk mengobati,” kata Alfred Kompudu, National Technical Advisor FAO, dalam workshop tersebut.

Sistem Biosekuriti 3-Zona

Residu antibiotik pada unggas nyatanya bisa diteruskan kepada manusia lewat konsumsi produk unggas, sisa feses, air, tanah, dan lingkungan. Pada manusia, dampak kesehatan yang didapat persis seperti resistensi antibiotik pada unggas. Untuk meminimalisir ragam masalah tersebut, sistem Biosekuriti 3-Zona adalah jawaban.

“Sistem ini [Biosekuriti 3-Zona] mampu mengurangi secara signifikan penggunaan antibiotik sebesar 40 persen dan desinfektan sebesar 30 persen,” papar Alfred.

Konsep ini membagi peternakan menjadi tiga wilayah: zona merah, kuning, dan hijau. Zona merah berada di area luar peternakan yang menjadi batas antara media kontaminan dan peternakan.

Zona kuning adalah perantara zona merah dan hijau. Di zona ini orang yang memasuki peternakan harus mandi dan berganti baju kerja, termasuk alas kaki. Sementara zona hijau adalah lokasi peternakan dan pekerja/individu yang sudah steril.

“Peternak yang sudah menerapkan sistem ini mengalami peningkatan laba, perbandingannya 1:10. Jika modal membikin sistem habis Rp1 juta, dia dapat untung bisa Rp10-12 juta,” ujar Alfred.

Dipilihnya Lampung sebagai tempat penyelenggaraan USAID-FAO Media Fellowship II karena prestasi yang ditorehkan PPN Lampung dalam penerapan Biosecuriti 3-Zona.

Sebagian besar peternakan ayam petelur di Lampung berhasil mencegah penyebaran virus flu burung sekaligus meningkatkan produksi telur dengan rata-rata 10 persen per bulan.

Baca juga artikel terkait BISNIS PETERNAKAN atau tulisan lainnya dari Aditya Widya Putri

tirto.id - Hard news
Reporter: Aditya Widya Putri
Penulis: Aditya Widya Putri
Editor: Iswara N Raditya