tirto.id - Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan, Kementan, I Ketut Diarmita mengklaim produksi daging dan telur ayam Indonesia saat ini meningkat.
Menurut dia, Indonesia dapat melakukan ekspor ke berbagai negara, karena sedang terjadi surplus daging dan telur ayam.
Kementan mencatat ekspor produk olahan daging ayam berlangsung mulai 2016-September 2018 mencapai 118,81 ton.
"Ini nilai ekspor kita. Kenapa bisa ekspor karena kita melakukan langkah-langkah peningkatan produksi," ucap I Ketut dalam 'Rembuk Petani-Peternak Indonesia 2019' di gedung Perwayangan TMII, Kamis (21/3/2019).
Data Kementan menunjukkan surplus produksi daging ayam sebanyak 269.582 ton atau setara 22.482 ton per bulan.
Hal itu diperoleh dari jumlah kebutuhan daging ayam pada 2018 sebanyak 3.051.276 ton atau 254.273 ton tiap bulannya, lebih tinggi dari final stock broiler (ayam pedaging) sebanyak 3.517.731 ton atau 293.143 tiap bulannya.
Kementan juga mencatat surplus produksi telur ayam ras sebanyak 795.071 ton atau setara 66.256 ton per bulannya.
Nilai itu diperoleh dari kebutuhan telur ayam ras pada 2018 mencapai 1.766.410 ton atau setara 147.201 per bulannya. Sedangkan, potensi produksi telur tahun 2018 mencapai 2.561.481 ton atau setara 213.457 per bulannya.
Koordinator Pusat Kajian Pertanian Pangan dan Advokasi (Pataka), Yeka Hendra Fatika mengatakan berhasil menggenjot produksi daging ayam dan telur, sehingga sekarang surplus.
Namun Yeka mengatakan terdapat ketimpangan yang dialami antara peternak skala besar (integrator) dan mandiri.
Menurut Yeka, keuntungan akibat surplus inni belum cukup dinikmati oleh peternak rakyat. Hanya peternak besar yang diuntungkan.
Ia mencontohkan pada 2014, jumlah peternak unggas rakyat mandiri, tergabung dalam asosiasi PPUN Bogor, kini tersisa 27 orang dari semula 135 orang. Di Lampung dan Palembang, Sumatra Selatan, kata dia, kini hampir tidak ada peternak rakyat.
"Kita surplus tapi ada ketidakadilan. Di mana, ini oversupply, tapi omzet dari bisnis industri ini ratusan triliun rupiah siapa yang menguasai. Ada isu ketimpangan korporasi besar dan yang kena peternak mandiri," ucap Yefa kepada reporter Tirto usai 'Rembuk Petani-Peternak Indonesia 2019' di gedung Perwayangan TMII, Kamis (21/3/2019).
Menurut dia UU 18/2009 tentang Peternakan memberikan tugas kepada pemerintah untuk melindungi peternak mandiri saat sektor budidaya sudah terbuka lebar untuk dimasuki oleh perusahaan besar.
Namun, kata dia, dalam keadaan seperti itu ia meragukan bila pemerintah benar-benar melaksanakan apa yang diamanatkan undang-undang. Hal itu terbukti, kata dia, berupa peternak unggas rakyat yang belum sejahtera.
"Jangan lupa keberhasilan dalam peningkatan produksi juga harus diiringi kesejahteraan peternaknya," ucap Yeka.
Penulis: Vincent Fabian Thomas
Editor: Zakki Amali