Menuju konten utama

PPUN: Industri Besar Kuasai 80% Pasar Ayam Rugikan Peternak

Penguasaan industri ayam terintegrasi memukul peternak ayam mandiri, karena biaya produksi jadi lebih besar dari sisi pakan dan pembiakan.

PPUN: Industri Besar Kuasai 80% Pasar Ayam Rugikan Peternak
Pekerja memberi pakan ternak ayam di Limbangan, Kabupaten Garut, Jawa Barat, Selasa (12/6). ANTARA FOTO/M Agung Rajasa.

tirto.id - Perhimpunan Peternak Unggas Nusantara (PPUN) menilai penguasaan 80 persen pasar ayam oleh 3 perusahaan ayam terintergasi (menguasai sektor produksi hulu-hilir) menimbulkan masalah.

Hal ini dipicu, dengan pangsa pasar besar yang dikuasai, perusahaan dapat menentukan harga daging ayam yang dijual di pasaran.

“Iya 3 perusahaan saja sudah 80 persen pangsa pasarnya. Mereka jual ayam mahal aja laku. Niatnya memang untuk memusnahkan kami biar bisa dimonopoli [...] Kami gak bisa pengaruhin apa-apa,” tambah Guntur,” ucap anggota sekaligus perwakilan PPUN, Guntur Rotua usai menemui komisioner Ombudsman, Jumat (8/3/2019).

Menurut Surat Edaran Menteri Perdagangan 82/M-DAG/SD/1/2019 harga daging ayam ras per kilogram sebesar Rp20 ribu-Rp22 ribu.

Namun, PPUN menemukan, harga ayam per kilogram bertahan kisaran Rp16-17 ribu. Akibat hal ini, peternak mandiri yang bergerak dalam skala kecil menjadi terpukul lantaran biaya produksi membengkak.

Guntur juga mengatakan penguasaan pasar oleh peternak terintergasi ini terlihat dari keleluasaan mereka menentukan harga jual sarana produksi peternakan (sapronak).

Sapronak merupakan sektor hulu dalam peternakan ayam yang terdiri atas anak ayam (DOC), pakan, dan obat-obatan untuk ayam.

Guntur juga menilai perusahaan terintegrasi mampu menjual sapronaknya dengan harga lebih murah untuk keperluan sektor pembiakan ayam yang juga dikuasai perusahaan besar.

Dengan hal itu, kata dia, biaya produksi ayam perusahaan terintegrasi dapat ditekan semurah mungkin, sehingga dapat dijual dengan harga di bawah surat edaran menteri perdagangan.

Ia mencontohkan, harga DOC yang seharusnya Rp5.500 per ekor sesuai permendag, tetapi dijual oleh perusahaan seharga Rp 6.000 per ekor.

Kemudian, lanjut dia, harga pakan yang dinilai lebih tinggi Rp700-Rp800 per kilogram dari harga seharusnya. Padahal, kata dia, harga jagung telah turun akibat impor dan panen raya.

Guntur juga mengatakan, saat berurusan dengan pembiakkan ayam oleh peternak mandiri, sapronak dijual lebih mahal yang berakibat pada peningkatan biaya produksi.

"Kami terlalu kecil untuk memengaruhi pasar ayam dan sapronaknya. Tolong lah kami tidak minta harga ayam harus tinggi. Tapi adil," ucap Guntur.

Baca juga artikel terkait PETERNAK AYAM atau tulisan lainnya dari Vincent Fabian Thomas

tirto.id - Bisnis
Reporter: Vincent Fabian Thomas
Penulis: Vincent Fabian Thomas
Editor: Zakki Amali