Menuju konten utama

Asosiasi Peternak Ayam: Kami Bangkrut Jika Pemerintah Tak Bertindak

Asosiasi peternak yang tergabung di Pinsar mengeluhkan peternak ayam yang terus merugi karena harga jual ayam yang tak sebanding dengan biaya pokok produksi (BPP).

Asosiasi Peternak Ayam: Kami Bangkrut Jika Pemerintah Tak Bertindak
Peternak berbagai daerah bersama Pinsar Indonesia, Gopan, PPUN dan Lokataru menggelar aksi di depan istana negara pada Selasa (5/3/2019). Dalam aksinya peternak memberikan ayam ternaknya secara percuma sebagai bentuk protes kepada pemerintah. Tirto.id/Vincent Fabian Thomas.

tirto.id - Wakil Sekretaris Jenderal I Perhimpunan Insan Perunggasan Rakyat (Pinsar), Muhlis Wahyudi mengeluhkan saat ini peternak ayam terus merugi karena harga jual ayam yang tak sebanding dengan biaya pokok produksi (BPP).

Menurut catatan Pinsar, harga jual ayam kini hanya berkisar Rp 15-16 ribu per kg. Sementara itu, BPP yang harus ditanggung peternak berada di kisaran Rp 18-19 ribu per kg.

"Kalau tidak ada tindakan apa-apa dari pemerintah dalam 3 minggu lagi kami bisa bangkrut," ucap Muhlis dalam aksi unjuk rasa bersama peternak di depan Istana Merdeka pada Selasa (5/3/2019).

Muhlis mengatakan tingginya biaya produksi peternak rakyat tidak lain disebabkan karena masih mahalnya harga jagung pakan. Padahal dalam masa panen jagung ini seharusnya harga jagung berada di kisaran Rp 4-4,3 ribu per kg. Namun, kenyataannya harganya masih di kisaran Rp 7-7,5 ribu per kg.

Sedangkan harga anak ayam (DOC) untuk budidaya masih berada di kisaran Rp6 ribuan per kg. Perhitungan ini, kata Muhlis, pun masih harus menambahkan biaya pengangkutan dan sarana prasarana peternak.

Namun, menurut Muhlis, BPP dengan angka seperti itu sebenarnya dapat ditanggulangi bila pemerintah serius menjalankan surat edaran Permendag nomor 82 tahun 2019 tentang harga pembelian daging ayam ras di tingkat peternak. Seharusnya harga jual daging ayam di peternak berada di angka Rp 20-22 ribu per kg, tetapi hingga saat ini fakta lapangan menunjukkan harga masih berada di level yang lama.

Muhlis mengatakan akibat ketidakseriusan pemerintah itu, kondisi keuangan yang terus memburuk mengharuskan para peternak untuk berhutang. Namun, solusi yang sifatnya sementara itu tak dapat menyelamatkan peternak lantaran tidak ada perubahan iklim usaha yang saat ini merugikan peternak rakyat.

"Peternak rakyat mikir cashflow. Kalau gak bisa jual, besok kami mau pakai apa buat pakan dan anak ayam. Jadi utang. Kami gak bisa lanjutkan usaha karena terus utang," ucap Muhlis.

Baca juga artikel terkait PETERNAK AYAM atau tulisan lainnya dari Vincent Fabian Thomas

tirto.id - Ekonomi
Reporter: Vincent Fabian Thomas
Penulis: Vincent Fabian Thomas
Editor: Maya Saputri