Menuju konten utama

Berkas Panama Menyerang FIFA

FIFA kembali disorot. Nama Presiden FIFA Gianni Infantino turut disebut dalam Berkas Panama yang menggegerkan itu. Infantino disebut-sebut terlibat dalam kasus suap. Tercatat tujuh pejabat FIFA yang berasal dari Amerika Tengah dan Amerika Latin ditangkap. Pada mulanya mereka membantah pernah terlibat dengan perusahaan yang didakwa kejaksaan AS melakukan suap ini.

Berkas Panama Menyerang FIFA
Presiden FIFA Gianno Infantino. FOTO/SHUTTERSTOCK

tirto.id - Di mana ada gelimang uang, di situ pasti ada tindak penyimpangan. FIFA merupakan salah satu contohnya. Kasus korupsi, penyelewengan, sudah sering menerpa badan tertinggi sepakbola dunia itu. Terbaru, Panama Papers atau Berkas Panama menukil nama FIFA dalam daftarnya. Pada bocoran dokumen dari kantor hukum Mossack Fonseca (Mosfon), terungkap banyak kecurangan yang dilakukan oleh FIFA.

Badai besar menghantam FIFA setelah salah satu dokumen membongkar keterlibatan Presiden FIFA, Gianni Infantino. Namanya dikaitkan dengan duo bersaudara, Hugo dan Mariano Jinkis. Keduanya adalah pelaku kriminal. Jaksa penuntut umum Amerika Serikat menetapkan pemilik perusahaan Cross Trading ini tersangka dalam kasus suap.

Janji-janji manis Infantino hanya bertahan tak kurang dari dua bulan. Sebagai presiden FIFA yang baru, akhir Februari lalu dia menjanjikan tatanan kepengurusan sepakbola era baru, bersih dan bebas korupsi.

Infantino dan Berkas Panama

Hanya berselang 40 hari setelah ucapannya itu, pemerintah Swiss menggerebek markas Asosiasi Sepak Bola Eropa (UEFA) di Nyon, Swiss pada Rabu (7/4/2016). Penggerebekan ini tak lepas dari bocornya informasi korupsi yang melanda FIFA terkait kontrak hak siar televisi di Amerika Selatan.

Hasil penyidikan membuktikan mereka menyuap para pejabat sepakbola hingga 100 juta dolar agar bisa mendominasi hak siar televisi pada beberapa turnamen sepakbola regional di Amerika Selatan selama beberapa tahun.

Penyuapan ini pula yang membuat Biro Investigasi Federal AS (FBI) berani melakukan operasi tangkap tangan di sebuah hotel di Zurich, Swiss pada Mei 2015 silam. Tercatat tujuh pejabat FIFA yang berasal dari Amerika Tengah dan Amerika Latin ditangkap.

Kasus ini menyeret mantan Presiden FIFA, Sepp Blatter dan kroninya. Hancurnya rezim Blatter yang sudah berkuasa di dunia sepakbola lebih dari 18 tahun itu tak akan terjadi tanpa terkuaknya kasus ini. Blatter yang korup tumbang, terpilihlah Infantino.

Nyatanya, Infantino ternyata juga tak bersih-bersih amat. Berkas Panama menyebut keterkaitannya dengan Jinkis bersaudara. Publik pun kembali heboh menyoroti FIFA.

Indikasi keterlibatan Infantino dalam kasus suap terlihat dari kebijakannya yang rela menjual hak siar kepada Cross Trading dengan harga murah pada periode 2006 -2009. Kala itu, Infantino memang masih menjabat sebagai Direktur bagian Hukum, UEFA. Tugasnya berkaitan dengan kerja sama.

Dalam Berkas Panama dipaparkan, untuk membeli Hak Siar Liga Champios, Cross Trading hanya membayar 111.000 dolar atau sekitar Rp1,5 miliar. Hak siar ini lalu dijual kembali kepada stasiun TV Ekuador Teleamazonas seharga 311.700 dolar atau sekitar Rp4,1 miliar.

Cross Trading juga membayar 28.000 dolar atau sekitar Rp368 juta untuk hak siar UEFA Super Cup, lalu menjualnya ke Teleamazonas dengan harga 126.200 dolar atau sekitar Rp1,6 miliar. Kasus ini membuat Cross Trading untung hingga berkali-kali lipat. Masalah muncul saat berkas Panama memaparkan bahwa perusahaan ini adalah perusahaan cangkang.

Meskipun belum ada bukti Infantino mendapat suap, media Inggris The Guardian menilai, penjualan pada pihak ketiga dengan harga yang jauh dari pasar ini merupakan pola korupsi di organisasi sepakbola.

"Gianni Infantino seharusnya orang dengan tangan yang bersih," kata Stefan Szymanski, profesor manajemen olahraga di University of Michigan kepada The Guardian. "Kami belum tahu apa dokumen-dokumen ini benar-benar berarti, tapi ini bisa berpotensi merusak FIFA,” katanya lagi.

Sebagai penyokong Infantino dan rezim FIFA saat ini, UEFA pun angkat bicara. UEFA berkilah, penjualan hak siar itu sudah sesuai dengan syarat yakni dilakukan secara terbuka, kompetitif dengan proses tender. Tawaran dari Cross Trading pun dikatakan mereka 20 persen lebih tinggi ketimbang tawaran lainnya.

"Kontrak TV tersebut ditandatangani Gianni Infantino karena dia adalah salah satu dari direksi UEFA yang diberdayakan untuk menandatangani kontrak pada saat itu. Jika anda amati, kontrak itu juga ditandatangani oleh direktur UEFA lain. Ini praktik standar," kata Juru bicara UEFA, kepada awak media.

Masih belum diketahui kenapa Teleamazonas harus membeli hak siar itu lewat pihak ketiga yakni Cross Trading. Menyikapi hal ini, UEFA memberikan penjelasannya.

"Alasan mengapa Cross Trading muncul sebagai mitra kontrak dalam kesepakatan ini karena kami disarankan, merekalah yang jadi pembeli eksklusif dari semua hak siaran olahraga dari Teleamazonas di wilayah Eropa," katanya.

"UEFA punya alasan untuk percaya bahwa ada sesuatu yang mencurigakan atau tidak diinginkan antara Cross Trading dan Teleamazonas. Namun, itu urusan mereka mereka bukan kita. Yang kami tahu adalah Telemazonas memberikan penawaran terbaik. Dan itu sebabnya kami mengambil itu," ucapnya lagi.

Dari pengakuan di atas seolah seperti ada upaya untuk lepas tanggung jawab. Keambiguan ini bisa dilihat dari plin-plannya UEFA terkait dengan kasus ini. Pada mulanya mereka membantah pernah terlibat dengan perusahaan yang didakwa kejaksaan AS melakukan suap ini. Namun, setelah didesak dan Berkas Panama mencuat, UEFA mengakuinya. Selain dengan Cross Trading, mereka terlibat kerja sama dengan sebuah perusahaan Brazil, Traffic Sport Eropa yang juga terlibat kasus suap.

Infantino yang terseret kasus tersebut jelas murka. Sebuah pernyataan kekesalan disampaikan Infantino menyikapi kasus tersebut. "Saya kecewa dan tidak akan menerima bahwa integritas saya sedang diragukan, mengingat bahwa UEFA telah mengungkapkan secara rinci semua fakta mengenai kontrak tersebut," ucapnya.

"Saya langsung menghubungi UEFA untuk mencari kejelasan. Saya melakukan ini karena saya tidak lagi dengan UEFA, dan merekalah yang secara eksklusif memiliki semua informasi kontrak yang berkaitan dengan permintaan ini," tambahnya.

"Seperti saya katakan sebelumnya, saya tidak pernah secara pribadi berurusan dengan Cross Trading atau pemiliknya dalam kaitan proses tender yang dilakukan Tim Pemasaran atas nama UEFA," tegas Infantino.

Sampai saat ini, memang belum ada bukti kuat Infantino terlibat suap. Namun, jika Infantino betul-betul terlibat maka jadi sebuah konklusi penegas bahwa individu-individu yang koruplah yang menghancurkan FIFA dari dalam. "FIFA telah berhasil memposisikan diri bukan sebagai organisasi yang korup tetapi sebagai korban dari individu, yang merupakan pusat untuk kelangsungan hidupnya,” kata Szymanski.

Menyeret Anggota Komite Etik

Selain Infantino, Berkas Panama menyeret nama anggota komite Etik FIFA, Juan Pedro Damiani. Namanya tercantum di sana karena dia berurusan dengan Mosfon dalam hal pembuatan perusahaan cangkang. Damiani pun mundur dari kepengurusan FIFA.

Damiani adalah seorang pengacara berpengaruh dan orang terkaya dari Uruguay. Dia juga presiden Atletico Peñarol Montevideo, tim sepakbola paling populer di sana. Mengelola perusahaan cangkang adalah keahliannya. Berkas Panama menunjukkan bahwa firma hukum JP Damiani merupakan salah satu klien besar dari Mosfon.

Lewat Mosfon, Damiani memiliki lebih dari 400 perusahaan cangkang. Masalah muncul saat beberapa perusaahan cangkang itu dimiliki secara bersamaan dengan para tersangka kasus suap seperti mantan wakil presiden FIFA Eugenio Figueredo, serta Hugo dan Mariano Jinkis.

Pada Berkas Panama, Damiani tercatat juga memiliki saham di perusahaan Cangkang, Cross Trading bersama dengan Hugo dan Mariano Jinkis. Berdasarkan penyidikan pemerintah AS, perusahaan ini diduga sebagai tempat menyimpan uang yang nantinya dipakai untuk menyuap para pejabat-pejabat FIFA. Sebagai seorang pejabat FIFA, Damiani seolah merahasiakan hubungannya dengan Cross Trading.

Terungkapnya kecurangan Cross Trading telah menghancurkan karier Damiani. Sementara karier Infantino sebagai Presiden FIFA berada di ujung tanduk. Infentino bisa saja senasib dengan Blatter. Semua itu gara-gara 11 juta dokumen di Berkas Panama.

Baca juga artikel terkait PAJAK atau tulisan lainnya dari Aqwam Fiazmi Hanifan

tirto.id - Bisnis
Reporter: Aqwam Fiazmi Hanifan
Penulis: Aqwam Fiazmi Hanifan
Editor: Nurul Qomariyah Pramisti