Menuju konten utama

Berbagai Kesulitan Hidup Pasien HIV/AIDS saat Pandemi COVID-19

Pelayanan kesehatan yang terhenti hingga kritisnya stok obat mengancam nyawa orang dengan HIV/AIDS (ODHA) di kala pandemi COVID-19.

Berbagai Kesulitan Hidup Pasien HIV/AIDS saat Pandemi COVID-19
Ilustrasi HIV di tengah pandemi Covid. FOTO/iStockphoto

tirto.id - Pagebluk kali ini memukul hidup banyak orang, namun kelompok marginal seperti orang dengan HIV/AIDS (ODHA) mendapat pukulan berkali lipat beratnya. Pelayanan kesehatan yang terhenti hingga kritisnya stok Antiretroviral (ARV) mengancam nyawa mereka.

“Layanan mobil Voluntary Counselling and Testing (VCT) gratis berhenti, ada gangguan untuk mendapat ARV secara teratur,” ungkap Linda Rae Bannett, seorang Antropolog Medis dari Universitas Melbourne dalam Pertemuan Ilmiah Keluarga Berencana (KB) dan Kesehatan Reproduksi (KR) secara virtual, Selasa (29/6/2021).

Program mobil VCT memungkinkan petugas kesehatan mendeteksi secara dini ODHA dengan melakukan konseling serta pengambilan sampel darah pada kelompok beresiko. Praktis terhentinya layanan mobil VCT membuka celah kasus infeksi HIV baru tidak terdeteksi.

“Proses rujukan juga lebih rumit karena protokol pencegahan Covid-19. Jadi memperlambat akses layanan ODHA , termasuk anak dengan HIV,” kata Linda.

Sebagian ODHA juga khawatir tertular COVID-19 saat berkunjung ke rumah sakit atau tempat tes COVID-19. Walhasil tingkat kesehatan pada ODHA akan menurun, karena tak mengakses obat secara teratur, bahkan berisiko meningkatkan angka kematian.

Model UNICEF, lembaga PBB yang fokus pada penanganan masalah perempuan dan anak memprediksi dampak pandemi pada 25 persen populasi orang dengan HIV memunculkan 178 ribu kasus infeksi baru dan 189 ribu kematian pada anak 0-14 tahun.

Itu baru hitungan untuk kelompok anak dan perempuan, belum termasuk kasus keseluruhan.

Kesulitan lain penanganan HIV di tengah pandemi terkait dengan adanya aturan pembatasan kegiatan masyarakat. Akibat aturan ini pendapatan dan mobilitas masyarakat jadi berkurang, sehingga sebagian orang memilih pindah tempat tinggal atau pulang ke kampung halaman.

“Keadaannya diperparah dengan pengurangan petugas kesehatan di Poliklinik HIV karena dialihkan untuk penanganan COVID-19.”

Menurut perempuan yang menjabat sebagai Kepala Pendidikan dan Pembelajaran Institut Nossal untuk Kesehatan Global Universitas Melbourne ini pemerintah harus segera melakukan penyesuaian.

Pertama dengan menjamin pasokan ARV tetap tinggi. Ia menyarankan agar ARV masuk ke katalog obat esensial (TLD, jenis ARV baru sudah masuk katalog obat beberapa minggu lalu). Obat yang terdaftar dalam katalog harganya jauh lebih murah sehingga dapat menekan biaya kesehatan.

Sementara untuk menjaga persediaan ARV, ODHA disarankan berbagi ARV sampai persediaan kembali normal. Sementara solusi untuk mereka yang pindah domisili atau terhalang transportasi adalah mengirim pasokan ARV dari puskesmas langsung ke ODHA.

“Terakhir sediakan konseling virtual untuk ODHA dan konseling rutin untuk manajemen ARV,” pungkasnya.

Baca juga artikel terkait HIV AIDS atau tulisan lainnya dari Aditya Widya Putri

tirto.id - Kesehatan
Reporter: Aditya Widya Putri
Penulis: Aditya Widya Putri
Editor: Bayu Septianto