tirto.id - Belum lama varian Omicron muncul dan menjadi Variants of Concern (VOC) yang ditetapkan oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), beberapa unggahan di media sosial mengklaim adanya konspirasi mengenai kemunculan varian virus penyebab COVID-19 ini, beserta varian-varian lain yang telah muncul sebelumnya. Salah satunya unggahan oleh akun Facebook Wihar Praboni (tautan).
Akun ini menyatakan pada unggahan tertanggal 4 Desember 2021 bahwa "jadwal tayang” varian-varian COVID-19 telah direncanakan sejak awal, sehingga tidak ada yang perlu ditakutkan. Selain itu, akun ini juga mengunggah foto berisi daftar tanggal rilis varian virus penyebab COVID-19, mulai dari Delta, Kappa, Omicron, dan varian lain. Penamaan varian SARS-CoV-2 dengan alfabet Yunani ini adalah sistem penamaan varian virus penyebab COVID-19 yang ditetapkan dan disepakati oleh GISAID, Nextstrain, Pango, dan WHO.
Selain itu, pada unggahan ini, di samping tabel terdapat pula logo World Economic Forum (WEF), John Hopkins University, dan WHO.
Selain itu, unggahan ini juga mencantumkan situs Investigasi.org yang memuat artikel berjudul “Fakta Sebenarnya tentang Omicron”.
Lantas, bagaimanakah fakta yang sebenarnya?
Penelusuran Fakta
Tirto berusaha menelusuri situs Investigasi.org yang direferensikan oleh akun Facebook Wihar Praboni. Namun, artikel yang dijadikan referensi tersebut sama sekali tak memuat jadwal rilis varian Omicron, seperti yang disampaikan sebelumnya.
Kemudian, artikel situs Investigasi.org berjudul “Fakta Sebenarnya tentang Omicron” adalah narasi yang menyebut bahwa media dan pemerintah menyebar ketakutan mengenai virus Omicron, yang disertai oleh tangkapan layar judul dan sebagian berita dari media di Indonesia dan juga luar negeri. Tanpa referensi valid, potongan-potongan berita ini bisa jadi keluar dari konteks hanya untuk mendukung narasi yang disampaikan. Selain itu, artikel ini juga menyebut bahwa vaksin sama sekali tidak berguna untuk melawan varian Omicron.
Selanjutnya, kami akan berfokus pada informasi mengenai tanggal rilis varian COVID-19.
Tirto juga menelusuri asal mula foto yang dibagikan akun Wihar Praboni melalui situs pencari foto, Yandex. Hasil penelusuran menunjukkan foto tersebut banyak tersebar di media sosial Twitter dan Instagram. Sementara itu, penelusuran tidak menunjukkan foto ini merupakan bagian dari berita, jurnal ilmiah, laporan WHO, atau pun WEF.
Beberapa link Twitter di Yandex yang kami buka juga menunjukkan unggahan ini baru dibagikan, yakni sekitar September hingga Oktober 2021. Misalnya di sini, sini, dan sini.
Namun, sebetulnya lembaga pemeriksa fakta Reuters telah menemukan unggahan ini pada Juli 2021, ketika varian Delta menyarang dan menyebabkan kenaikan jumlah kasus dan angka kematian yang signifikan di berbagai negara. Namun, lagi-lagi, unggahan tersebut tidak mereferensikan asal dokumen asli yang dimaksud.
Sementara itu, seperti yang juga dikonfirmasi oleh Reuters, tangkapan layar tersebut tidak dikeluarkan oleh badan mana pun. Ketika dihubungi oleh juru bicara Reuters, WEF, WHO dan Bill and Melinda Gates Foundation mengonfirmasi bahwa dokumen tersebut tidak ada hubungannya dengan organisasi mereka.
"Ini adalah dokumen palsu dan tidak ada hubungannya dengan World Economic Forum," Peter Vanham, Kepala Komunikasi di Chairman's Office WEF mengatakan pada Reuters melalui email.
Sementara itu, Bill and Melinda Gates Foundation juga menyatakan bahwa klaim tersebut "palsu". "Kami tidak tahu apa-apa tentang tabel tersebut atau asal-usulnya," katanya, mengutip dari Reuters.
Juru bicara WHO juga menyatakan hal serupa pada Reuters. “Ini bukan dokumen WHO."
Hanya John Hopkins University yang tidak segera menanggapi, menurut Reuters.
Terkait cara peneliti mendeteksi varian baru, hal ini pernah dijelaskan oleh WEF pada situs mereka. Misalnya, virus SARS-CoV-2 varian Inggris atau Alpha pertama kali ditemukan di Kent, di bagian tenggara Inggris, pada September 2020. Dr Meera Chand adalah salah satu ahli epidemiologi yang memantau pada saat itu.
"Kami segera tahu bahwa kami telah menemukan sesuatu yang sangat mengkhawatirkan," katanya melalui situs Kesehatan Masyarakat Inggris atau Public Health England (PHE).
“Biasanya ketika Anda melihat sampel penelitian, Anda akan melihat banyak kluster kecil yang terdiri dari beberapa jenis strain yang semuanya sedikit berbeda. Tetapi ketika kami melihat Kent, kami melihat sekitar 50 persen sampel yang sangat mirip, membentuk satu kluster besar," tulisnya di situs tersebut.
Lalu, sebuah tim yang terdiri dari para spesialis segera dibentuk untuk mempelajari sampel Kent. Tapi kemudian mereka menemukan masalah. Tidak cukup sampel yang tersedia untuk menjalankan whole genome sequencing. Whole genome sequencingadalah analisis dari seluruh sekuens genom DNA dari sebuah sel pada satu waktu, yang bisa memberikan karakter paling menyeluruh dari genom tersebut, menurut Science Direct. Proses ini penting untuk mengidentifikasi mutasi baru, melacak sumber awal dari virus dan mengisolasi pasien yang memiliki mutasi ini untuk mencegah tersebarnya COVID-19.
Kemudian kembali ke soal varian Alpha, saat itu staf dari laboratorium "lighthouse" setempat, menemukan sebuah masalah. "Lighthouse" lab menurut Layanan Kesehatan Nasional (NHS) Inggris adalah fasilitas dengan throughput tinggi yang didedikasikan untuk mengetes COVID-19 bagi program NHS, Test and Trace/Tes dan Lacak.
Tes-tes di laboratorium-laboratorium itu gagal untuk mendeteksi sebuah gen yang mereka perkirakan akan ditemukan. Ternyata, gen yang hilang inilah karakteristik dari varian COVID baru.
“Awalnya mereka mengira ada masalah dengan tes pengujian. Tes tidak dapat mendeteksi mutasi virus, dan tingkat ketidakberhasilan [mendeteksi itu] terus meningkat sangat tajam," kata Dr. Chand.
Saat itu, dengan penemuan tersebut, menjadi jelas bahwa varian baru ini menyebar dengan cepat. Dari situ bisa disimpulkan bahwa penemuan varian baru virus penyebab COVID-19 tidaklah dilakukan secara serampangan, apalagi direncanakan. Malah, yang terjadi, penemuan terjadi setelah varian baru menyebar.
Selain itu, dalam tangkapan layar Facebook sendiri, beberapa varian virus yang disebutkan di tabel dengan tanggal ditemukan sebenarnya tidak akurat. Varian Delta misalnya, yang diklaim oleh unggahan diluncurkan pada Juni 2021. Hal ini tidak akurat. Varian ini ditemukan pertama kali pada Oktober 2020 di India, menurut data WHO.
Begitu pula varian Epsilon yang menurut tangkapan layar ditemukan pada Juli 2021, padahal menurut WHO, varian yang sebelumnya dikenal dengan kode B.1.427 dan B.1.429 ini, ditemukan di Amerika pada Maret 2020. Varian Zeta juga ditemukan pada April 2020 di Brazil, dan bukan 2021.
Sementara itu, varian Omicron di unggahan tertulis akan diluncurkan pada Mei 2022, padahal varian ini telah diidentifikasi di berbagai negara pada November 2021.
Kesimpulan
Berdasarkan penelusuran fakta yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa tidak benar varian-varian virus SARS-CoV-2 telah ditentukan tanggal rilisnya. Yang terjadi malah peneliti menemukan varian baru setelah varian tersebut menyebar. Lagi pula, tanggal peluncuran di tangkapan layar Facebook tidak sesuai dengan sebenarnya ketika varian ditemukan. Dengan demikian, unggahan tersebut bersifat salah dan menyesatkan (false & misleading).
==============
Tirto mengundang pembaca untuk mengirimkan informasi-informasi yang berpotensi hoaks ke alamat email factcheck@tirto.id atau nomor aduan WhatsApp +6288223870202 (tautan). Apabila terdapat sanggahan atau pun masukan terhadap artikel-artikel periksa fakta maupun periksa data, pembaca dapat mengirimkannya ke alamat email tersebut.
Editor: Farida Susanty