tirto.id - Banyak mitos terkait proses melahirkan. Kali ini, beredar kabar bahwa melahirkan bayi laki-laki lebih sakit dibandingkan melahirkan bayi perempuan. Sudah ada beberapa artikel yang menuliskan kabar itu. Salah satunya adalah artikel yang berjudul “Mengapa Melahirkan Bayi Laki-laki Lebih Sakit? Ternyata Ini Dia Alasannya!” dari sebuah laman situsweb.
Dua Klaim
Inti artikel tersebut terdiri dua klaim yang merujuk pada penelitian tertentu sebagai bukti dan penguat informasi. Klaim pertama menyebut soal analisis kerusakan yang ditimbulkan oleh ibu yang melahirkan bayi laki-laki. Klaim ini merujuk pada sebuah artikel penelitian Javier Diaz Castro dan Julio Ochoa Herrera dari San Cecilio Clinical Hospital of Granada.
Klaim kedua menyebut bahwa ibu yang mengandung janin laki-laki rentan terkena diabetes gestasional, preeklampsia, dan tekanan darah tinggi saat persalinan. Klaim tersebut disebut bersumber dari Dr. Petra Verburg dari Robinson Research Institute dari University of Adelaide di Australia.
Fakta
Konten yang sama persis—hanya berbeda judul—dengan artikel di atas dapat ditemukan pada sebuah artikel The Asian Parent. Artikel tersebut merupakan artikel saduran alih bahasa dari sebuah artikel berbahasa Inggris dari The Asian Parent Singapura. Dua tautan sumber yang disematkan pada artikel The Asian Parent Singapura tersebut kami telusuri.
Kekeliruan dalam Menyadur
Artikel yang menjadi sumber tulisan, The Sun, dengan mengutip Daily Mail, menulis sebagai berikut: "Javier Diaz-Castro, of University of Granada, Spain, said giving birth to boys was no more painful, but caused greater damage to the mum’s cells – because males are more ‘aggressive’ chemically".
Dalam artikel Daily Mail yang dirujuk The Sun, tertulis: "Javier Diaz-Castro, from the University of Granada in Spain, said that giving birth to a boy would not ‘feel worse in terms of pain – the pain will be the same whether it is a boy or a girl".
Artinya, baik tulisan di The Sun maupun Daily Mail tidak menyatakan bahwa melahirkan bayi laki-laki lebih sakit dibandingkan melahirkan bayi perempuan. Ringkasan artikel pun menegaskan soal itu: "But scientists say the pain of birth is equal regardless of the baby's gender".
Kedua artikel itu, merujuk para peneliti, menyatakan bahwa bayi laki-laki memproduksi radikal bebas dua kali lebih banyak ketimbang bayi perempuan. Oleh karena itu, mempunyai anak laki-laki bisa meningkatkan risiko perempuan terkena masalah jangka panjang seperti depresi, penyakit jantung, dan Alzheimer.
Selain mengutip The Sun, artikel The Asian Parent Singapura juga merujuk pada WebMD yang membahas tentang "serious pregnancy complications are more likely when women are carrying baby boys". Artikel di WebMD menulis dengan merujuk peneliti bahwa jenis kelamin bayi dapat dikaitkan dengan kesehatan ibu dan anak.
Artikel WebMD tersebut merujuk hasil analisis lebih dari setengah juta kelahiran di Australia yang dilakukan Dr. Petra Verburg, dari Robinson Research Institute di University of Adelaide di Australia.
"Boy babies were more likely to be born early, which sets up infants for more health problems. Also, women carrying boys were slightly more likely to have diabetes during pregnancy (gestational diabetes), and pre-eclampsia, a serious high blood pressure condition, when ready to deliver, the study authors said," demikian cuplikan artikel tersebut.
Penelitian Javier Diaz-Castro, dkk yang dikutip The Sun dan Daily Mail secara utuh dapat dilihat pada Pediatric Research volume 80, halaman 595–601 (2016). Penelitian Dr. Petra Verburg yang dipetik WebMD dapat diakses melalui laman ini.
Tanggapan Dokter
Tirto meminta tanggapan dokter terkait isu di atas. Saat dihubungi (26/8), dr. Ivan R. Sini, SpOG menyatakan bahwa klaim melahirkan bayi laki-laki lebih sakit dibandingkan bayi perempuan, belum didukung bukti klinis yang kuat.
Sekalipun artikel menyertakan beberapa informasi penelitian, pembaca perlu pandai dalam mencernanya. Sebuah penelitian tentu menggunakan dasar studi, baik sampel ataupun metodologi. Terkadang, sebuah penelitian dengan sampel berjumlah tertentu patut dibaca dengan cermat.
"Dalam penelitian ada yang namanya bias. Dan studi yang [dirujuk] artikel tersebut sangat tinggi biasnya. Jumlah sampelnya yang sedikit, metodologinya, dan lain-lain," terangnya.
Meski tak menampik soal rasa nyeri proses melahirkan, Ivan mengingatkan bahwa rasa nyeri itu subjektif. "Namanya bersalin pasti sakit. Tapi kan ambang nyeri orang berbeda-beda. Pain score itu subyektif," tutupnya.
Artinya, rasa sakit melahirkan tidak dipengaruhi oleh jenis kelamin janin atau bayi, melainkan pada batas penerimaan rasa sakit dari sang ibu.
Studi-Studi Pembanding
Nastaran Mohammad Ali Beigi, dkk dalam studinya yang berjudul “Women’s experience of pain during childbirth" pada Iranian Journal of Nursing and Midwifery Research menyebutkan bahwa nyeri persalinan merupakan hasil yang rumit dari interaksi antara banyak faktor mental dan fisiologis.
Maka, terkait dengan pengendalian rasa sakit, tim medis harus memahami pengalaman pasien tentang rasa sakit. Lingkungan sistem pendukung dari ibu yang melahirkan disebut dapat membentuk memori tertentu, serta dapat mengganggu selama nyeri persalinan.
Sementara itu, Cheryl Anderson dalam studinya yang berjudul "Construct Validity of the Childbirth Trauma Index for Adolescents" pada The Journal of Perinatal Education menyatakan bahwa pengalaman trauma psikis pada setiap individu melahirkan bervariasi, termasuk soal pengalaman nyeri.
Artikel itu juga merangkum kategori apa saja yang mendukung terjadinya trauma persalinan. Beberapa di antaranya adalah ketakutan umum, jenis kelahiran (menyangkut jenis operasi atau tidaknya), usia kehamilan bayi, perawatan pranatal; dukungan ayah si bayi, dan sebagainya. Lagi-lagi, tak ada faktor gender bayi sebagai penentu trauma persalinan.
Kesimpulan
Berdasarkan penelusuran di atas, artikel soal sakitnya melahirkan bayi laki-laki merupakan artikel berisi informasi keliru yang disebabkan kekeliruan dalam proses penyaduran. Artikel yang dirujuk tidak berbicara soal “rasa sakit” yang lebih kuat dalam proses persalinan bayi laki-laki. Selain itu, studi-studi pembanding terkait nyeri persalinan dan/atau trauma persalinan sampai saat ini tidak menunjukkan keterkaitan klinis antara rasa sakit ibu dengan jenis kelamin bayi yang dilahirkan.
Dengan demikian, artikel dengan klaim bahwa melahirkan bayi laki-laki lebih sakit dibandingkan bayi perempuan bisa disebut misinformasi. Sejauh ini, belum ada penelitian yang menunjukkan kaitan antara jenis kelamin bayi dengan intensitas rasa sakit ibu yang melahirkannya.
========
Tirto mendapat akses aplikasi CrowdTangle yang menunjukkan sebaran sebuah unggahan (konten) di Facebook, termasuk memprediksi potensi viral unggahan tersebut. Akses tersebut merupakan bagian dari realisasi penunjukan Tirto sebagai pihak ketiga dalam proyek periksa fakta Facebook.
Editor: Maulida Sri Handayani