Menuju konten utama
Perkembangan Bahasa Anak

Benarkah Anak Perempuan Lebih Cepat Bicara Menurut Penelitian?

Benarkah anak perempuan lebih cepat bicara dibanding laki-laki? Bagaimana menurut penelitian ilmiah? Simak penjelasan lengkapnya berikut ini.

Benarkah Anak Perempuan Lebih Cepat Bicara Menurut Penelitian?
Ilustrasi anak perempuan yang sudah bisa bicara. FOTO/iStockphoto

tirto.id - Beberapa orang tua mungkin menemukan fenomena perbedaan kemampuan bahasa antara anak laki-laki dan perempuan. Namun, hal itu acapkali hanya menjadi pembicaraan teras semata. Lantas, benarkah anak perempuan lebih cepat bicara menurut penelitian ilmiah?

Selain gerak tubuh, kemampuan dasar yang dimiliki manusia sejak lahir adalah bahasa. Berkat kemampuan itu juga manusia berkembang dan lebih maju dibanding spesies lain.

Manusia bisa berkomunikasi dengan cara yang tepat dan kompleks. Kompleksitas bahasa manusia dapat digambarkan melalui fakta bahwa rerata remaja Amerika Serikat berusia 20 menyimpan kosakata sekira 42.000.

Hal itu diungkapkan oleh Marc Brysbaert, dkk. dalam penelitiannya bertajuk "Brysbaert M, Stevens M, Mandera P, Keuleers E. How many words do we know? Practical estimates of vocabulary size dependent on word definition, the degree of language input and the participant’s age" (2016).

Belum lagi fakta terkait keberagaman bahasa yang digunakan di seluruh dunia. Di Indonesia saja, setidaknya terdapat 720 bahasa daerah yang dituturkan, berdasarkan data Ethnologue pada 2023.

Bahasa yang dituturkan manusia pada dasarnya ditentukan oleh lingkungan di sekitarnya. Sebagai misal, anak yang dilahirkan di keluarga dan lingkungan Jawa akan menuturkan Bahasa Jawa. Sebab, lingkup terkecil yang berpengaruh besar terhadap perkembangan bahasa anak adalah keluarga.

Maka, para orang tua mesti memahami dasar pengetahuan terkait itu. Setidaknya, jika anaknya yang berusia 5 bulan belum bisa mengucapkan 'mama', mereka tidak perlu tidak waswas.

Sebab, berdasarkan teori perkembangan bahasa anak usia dini, bayi baru bisa mengucapkan kata pertama pada usia 10-17 bulan. Itu adalah tahap perkembangan yang wajar pada anak.

Apakah Perbedaan Gender Memengaruhi Perkembangan Bahasa?

Lebih dari 50 tahun lalu, Dorothea Mccarthy telah menyadari bahwa perkembangan bahasa antara anak laki-laki dan perempuan memang berbeda. Itu dijelaskan melalui naskah penelitiannya berjudul "Some Possible Explanations of Sex Differences in Language Development and Disorders" yang diterbitkan pada 1952 silam.

Namun, kesimpulan tersebut tidak dapat diambil mentah-mentah. Ada faktor lain dalam perkembangan anak yang juga berpengaruh. Salah satunya usia.

Bahkan, beberapa peneliti menilai bahwa peran gender ihwal perkembangan bahasa anak cenderung terbatas. Maksudnya, hanya pada usia tertentu anak perempuan unggul dalam kemampuan berbahasa, tetapi seiring bertambah usia levelnya sama.

Terlepas dari beberapa perbedaan pendapat di kalangan para peneliti, dari segi pemahaman bahasa dan persepsi ucapan, anak perempuan memang cenderung lebih baik. Hal itu berhubungan dengan peningkatan keterhubungan antar-hemisfer atau belahan otak dari area temporal.

Peneliti Universitas Avenue, Vicky Y. Yu, mencoba membuktikan terkait perbedaan kemampuan bahasa antara perempuan dan laki-laki dalam aspek kemampuan pembuatan kata kerja. Ia dan beberapa rekannya melakukan penelitian berdasarkan tugas terhadap beberapa anak lintas gender.

Hasilnya, anak perempuan lebih cepat membuat kata kerja dibanding laki-laki. Namun, itu hanya terlihat jelas pada usia anak-anak. Kemampuan itu menjadi setara pada umur-umur praremaja.

Artinya, jawaban atas pertanyaan 'apakah perkembangan bahasa anak laki-laki dan perempuan berbeda?' adalah iya, tetapi dengan pertimbangan faktor lain. Aspek lain yang juga berpengaruh adalah umur.

Benarkah Anak Perempuan Lebih Cepat Bicara?

Berdasarkan penjelasan di atas dapat diambil kesimpulan awal bahwa anak perempuan cenderung punya kemampuan bahasa lebih baik dibanding laki laki. Akan tetapi, ada beberapa faktor lain yang juga berpengaruh, termasuk usia.

Lantas, bagaimana dengan perkembangan bahasa anak pada awal pasca-kelahiran?

Studi kasus di Kroasia pada 2006 oleh Kovacevic M., Kraljevic, dan Cepanec membuktikan bahwa laki-laki cenderung lebih lemah atau lambat perihal bahasa. Sederhananya, banyak anak lelaki yang cenderung terlambat berbicara pada usia dini.

Dari total sampel yang dijadikan penelitian oleh Kovacevic, ditarik kesimpulan bahwa 70 persen di antaranya tergolong pembicara terlambat. Hanya 30 persen anak yang tergolong cepat menguasai bahasa.

Studi tersebut dilakukan pada anak usia di bawah tiga tahun. Faktanya, terdapat perbedaan sistematis antara anak laki-laki dan perempuan dalam proses perkembangan komunikasi awal, juga terkait perbendaharaan kosakata.

Perihal kosakata, rata-rata anak perempuan punya perbendaharaan lebih banyak dibanding laki-laki pada usia sama.

Sebagai misal, anak perempuan berumur 16 bulan punya perbendaharaan kata sejumlah 95, jauh lebih banyak dibanding laki-laki seusianya, yang hanya punya 25 kata dalam memorinya.

Hal serupa ditegaskan dalam aspek penguasaan berbagai bahasa, baik itu pemahaman, produksi kalimat, maupun perkembangan leksikal dan gramatikal. Misalnya, rerata anak laki-laki mampu memproduksi kombinasi kata, baik dalam bentuk kalimat maupun frasa, 3 bulan lebih lambat dibanding perempuan.

Bahkan, ada kecenderungan patologi komunikasi lebih tinggi pada anak laki-laki. Itu diungkapkan oleh Shir Adani dan Maja Cepanec melalui penelitiannya, "Sex differences in early communication development: behavioral and neurobiological indicators of more vulnerable communication system development in boys" (2019).

Gangguan komunikasi, bahasa, dan pengucapan lebih banyak dialami laki-laki daripada perempuan. Hasil itu konsisten selama beberapa dekade, di banyak wilayah dan populasi seluruh dunia.

Hormon juga berpengaruh terhadap ketimpangan antara perkembangan bahasa bayi laki-laki dan perempuan. Friederici, dkk. lewat publikasi penelitiannya berjudul "Sex hormone testosterone affects language organization in the infant brain" (2008) telah membuktikan hal ini.

Kadar testosteron rendah menunjukkan efek diskriminasi fonologis pada anak usia 4 minggu. Sebaliknya, anak laki-laki dengan kadar testosteron tinggi tidak.

Oleh karena itu, pajanan testosteron prenatal dan neonatal adalah kandidat kuat yang punya peran kausal dalam dimorfisme seksual pada perilaku manusia, termasuk perkembangan sosial. Kesemuanya nanti mengerucut pada faktor risiko untuk kondisi tertentu yang ditandai dengan gangguan sosial.

Baca juga artikel terkait NEW TIMELESS atau tulisan lainnya dari Fadli Nasrudin

tirto.id - Pendidikan
Penulis: Fadli Nasrudin
Editor: Iswara N Raditya