Menuju konten utama

Benarkah Ada Bintang yang Mengiringi Kelahiran Yesus?

Segala usaha dilakukan untuk mencari tahu keberadaan "bintang" yang mengiringi kelahiran Yesus ini.

Benarkah Ada Bintang yang Mengiringi Kelahiran Yesus?
The Journey of the Three Kings, oleh Leopold Kupelwieser; 1825. FOTO/sci-news.com

tirto.id - Salah satu ayat dalam Injil Matius menceritakan orang-orang majus yang bertandang ke Yerusalem guna mencari tahu kelahiran Yesus. Kabar itu membuat Peter Barthel amat penasaran. Injil Matius (2:1) menyebutkan, sesudah Yesus dilahirkan di Betlehem di tanah Yudea pada zaman Raja Herod, datanglah orang-orang majus dari timur ke Yerusalem.

Sesampainya di sana, mereka bertanya-tanya kepada Herod. "Di manakah Dia, raja orang Yahudi yang baru dilahirkan itu? Kami telah melihat bintang-Nya di Timur dan kami datang untuk menyembah Dia," sebut Injil Matius (2:2).

Raja Herod dan seluruh Yerusalem merasa terganggu. Melalui penasihatnya, Herod tahu bahwa raja yang bikin penasaran orang-orang majus itu pasti lahir di Betlehem. Ia pun mengarahkan mereka untuk pergi ke sana.

Dalam perjalanan, orang-orang majus menemukan, sebagaimana diceritakan Injil Matius (2:9), bintang yang mereka lihat di timur itu mendahului mereka dan berhenti di atas tempat Yesus berada. Pada berbagai tradisi, "bintang-Nya di Timur" yang menyertai kelahiran Yesus itu jamak disebut sebagai bintang Betlehem atau bintang timur.

Baca juga:

Tiga Majus, Tiga Orang Bijak, dan Tiga Raja

Dalam sebuah artikel berjudul “What, If Anything” yang dimuat dalam The Star of Bethlehem and the Magi (2015), Barthel menilai bintang Betlehem adalah salah satu kisah benda langit yang indah dan memukau. Keterpukauan yang sama memantik para seniman untuk mengabadikannya. Salah satunya tertuang dalam lukisan “The Adoration of the Magi” yang dibuat Leonardo da Vinci dan Domenico Ghirlandaio pada abad ke-15.

Tiga orang majus itu juga kerap disebut "Tiga Orang Bijak" yang berakar dari kata dalam bahasa Yunani "magoi". Sedangkan dua penulis Romawi, Tertullian (160-230 M) dan Origen (185-254 M), menyebut mereka "Tiga Raja".

Alison Barnes dalam artikel di History Today (Desember 2007) berjudul “English Legends of the Three Kings” menjelaskan, nama tiga raja itu muncul pada abad ke-6 dalam manuskrip Yunani Excerpta Latina Barbari. Ketiganya bernama Caspar, Balthasar, dan Melchior.

Kisah ketiganya menjadi populer dalam cerita rakyat Inggris. Melchior merupakan Raja Arabia yang mempersembahkan emas. Balthasar memiliki jenggot dan merupakan Raja Etiopia yang mempersembahkan kemenyan. Caspar merupakan Raja Tarsus yang mempersembahkan dupa.

Suatu kali, Barthel, seorang profesor astrofisika di Kapteyn Institute of the University of Groningen, bertanya kepada seorang teolog mengenai kisah tiga orang majus dan keberadaan bintang tersebut. Beberapa teolog yang dijumpainya menjawab, “Itu hanya sebuah cerita yang dikarang evangelis.” Sementara teolog lainnya berkata, “Bintang itu bukan urusanmu, astronom!”

Bintang Betlehem yang Penuh Teka-teki

Hasil penelitian gurubesar astronomi dan astrofisika Louisiana State University Bradley E. Schaefer yang berjudul “An Astronomical and Historical Evaluation of Molnar’s Solution” menjelaskan, setidaknya ada sejumlah tipe pernyataan orang-orang ketika ditanya mengenai bintang Betlehem.

Pertama, mereka yang menjawab bintang Betlehem adalah dongeng semata yang secara faktual tidak eksis. Kedua, mereka yang mengklaim bahwa kata-kata Matius tersebut menggambarkan keajaiban, yakni sesuatu yang melampaui hukum fisika.

Meski berbeda, kedua jawaban berdampak pada berhentinya usaha pencarian terhadap bintang Betlehem. Jika yang pertama berhenti mencari karena mereka percaya bintang Betlehem tidak ada, yang kedua berhenti karena ia adalah mukjizat.

Baca juga: "Di Palestina Umat Kristen Melafalkan 'Allah' di Mana-mana"

Selain itu, Schaefer juga mencatat jawaban ketiga, yang muncul dari orang-orang yang bergelut dengan dunia astronomi, sejarah, dan budaya. Bagi mereka, menurut Schaefer, bintang Betlehem menjadi misteri tersendiri yang perlu dipecahkan.

Ditinjau dari segi astronomi, David A. Weintraub, dalam artikelnya di The Conversation, “Can Astronomy Explain the Biblical Star of Bethlehem?”, membeberkan keanehan dalam kesaksian penasihat Herod mengenai bintang Betlehem.

Menurut Weintraub, “Bagaimana mungkin penasihat Raja Herod sendiri tidak mengetahui bintang yang begitu terang dan jelas sehingga bisa membawa orang-orang majus ke Yerusalem?”

Selain itu, bintang Betlehem merupakan bintang di timur. Namun orang-orang majus itu, berdasarkan arahan Herod, justru pergi ke Betlehem yang letaknya di sisi selatan Yerusalem. Entah bagaimana pula bintang Betlehem "berjalan di depan mereka" sampai di tempat bayi Yesus berada.

“Seseorang dapat mengklaim bahwa kata-kata Matius menggambarkan sebuah keajaiban, sesuatu yang melampaui hukum fisika. Tapi Matius memilih kata-katanya dengan hati-hati dan menulis 'bintang-Nya di timur' dua kali, yang menunjukkan bahwa kata-kata ini sangat penting bagi pembacanya,” sebut Weintraub.

Bagi Weintraub, jawaban atas keberadaan bintang Betlehem juga mesti bisa menjelaskan berbagai keanehan tersebut.

Astronomi dan Bintang Betlehem

Menjelang Natal 1603, melalui observatoriumnya di Praha, astronom Johannes Kepler mengamati terjadinya konjungsi planet Jupiter dan Saturnus. Konjungsi merupakan istilah astronomi untuk peristiwa dua atau lebih benda langit yang tampak sejajar di langit.

Bagi Kepler, konjungsi Jupiter dan Saturnus itu spesial karena terjadi di bagian langit di mana rasi Pisces muncul. Menurut kepercayaan orang Yahudi, peristiwa tersebut merupakan penanda datangnya Sang Juru Selamat.

Kepler yakin peristiwa serupa terjadi pada masa lampau. Berdasar perhitungannya, pada 7 SM terjadi konjungsi planet Jupiter dan Saturnus di langit bagian rasi Pisces muncul. Kemudian, pada 6 SM, konjungsi juga terjadi lagi di bagian langit yang sama dan kali ini antara Mars, Jupiter, dan Saturnus.

Baca juga:

Setahun kemudian, 17 Oktober 1604, Kepler mengamati penampakan sebuah supernova (ledakan bintang) yang cukup terang sehingga bisa diamati sepanjang malam dan bahkan terlihat keesokan paginya. Kepler pun terus mengamati fenomena itu hingga supernova tersebut redup sekitar satu tahun kemudian.

Kepler yakin konjungsi planetlah yang menyebabkan supernova. Ia menduga muncul supernova setelah konjungsi planet pada 7 dan 6 SM yang diamatinya itu. Dan bintang Betlehem yang menyertai kelahiran Yesus, dalam keyakinan Kepler, merupakan sebuah supernova.

Sayangnya keyakinan Kepler itu mesti pupus. Para astronom modern kemudian mengerti bahwa posisi planet dan supernova yang jauh itu tidak saling berkaitan dan bahkan tidak saling memengaruhi. Jadi anggapan Kepler salah.

Selain itu, ada yang mengklaim, berdasarkan naskah-naskah Cina kuno yang mencatat fenomena benda langit, telah terjadi supernova pada 5 SM dan 4 SM. Namun klaim ini terbantahkan karena yang dimaksud bukan supernova, melainkan hui-hsing (bintang sapu) dan po-hsing (bintang kabur).

Meski secara harfiah diartikan "bintang", namun ia lebih tepat disebut komet. Dalam berbagai tradisi, komet, meteor, dan gerhana merupakan benda-benda langit yang dianggap sebagai pertanda buruk dan karenanya tidak pas menjadi kandidat bintang Betlehem yang dianggap penanda suka cita kelahiran Sang Juru Selamat.

Lihatlah ke Langit

Usaha pencarian terhadap keberadaan bintang Betlehem pun dilakukan dengan astrologi. Namun, sebelum beranjak ke ranah tersebut, Weintraub menjelaskan, dalam pengamatan benda langit, penting untuk membedakan antara bintang dan planet.

Cara membedakannya sederhana. “Di langit, bintang tetap berada di tempat mereka. Ia hanya terbit dan terbenam setiap malam, tetapi tidak bergerak secara relatif satu sama lain. Itu berbeda dengan planet-planet yang bergerak (relatif terhadap satu sama lain), seolah mengembara melalui bintang-bintang yang tetap itu,” sebut Weintraub.

Baca juga: Apa Kata Ramalan Bintangmu Hari Ini?

Selain itu, baik planet, matahari, dan bulan bergerak dengan kecepatan yang berbeda. Hal itu menyebabkan pergerakan mereka di langit tampak saling mendahului dan tumpang tindih.

Konsekuensinya, kadang-kadang matahari dan planet terbit di lokasi horizon yang sama sehingga planet tampak lenyap karena terhalangi cahaya matahari. Dan, ada kalanya juga ketika keduanya terbit cukup berjauhan sehingga memungkinkan mata manusia melihat cahaya dari planet tersebut. Dalam astrologi, peristiwa planet muncul kembali untuk pertama kalinya dan muncul di langit pagi beberapa saat sebelum matahari terbit setelah terhalangi cahaya matahari selama berbulan-bulan disebut "heliacal".

Infografik 3 Orang Bijak & Bintang Bethlehem

Dengan menelaah studi yang dilakukan astronom Rutgers University Michael R. Molnar, The Star of Bethlehem: the Legacy of the Magi (1999), Weintraub menjelaskan kata “di timur” yang dimaksud dalam Injil Matius merupakan terjemahan harfiah dari frasa “en te anatole” dalam bahasa Yunani. Frasa tersebut merupakan istilah astrologi Yunani Kuno untuk menyebut peristiwa heliacal.

“Secara khusus, kemunculan kembali planet seperti Jupiter dianggap astrolog Yunani Kuno sebagai simbol penting bagi siapa saja yang lahir pada hari itu. Dengan demikian, "bintang-Nya di timur" mengacu pada peristiwa astronomi dengan makna astrologi dalam konteks astrologi Yunani kuno,” sebut Weintraub.

Selain kata “di timur”, Weintraub juga menjelaskan bahwa kata “berhenti di atas” yang terdapat dalam kalimat “bintang yang mereka lihat di timur itu mendahului mereka hingga tiba dan berhenti di atas tempat dimana Yesus berada” juga mesti dipahami dalam konteks astrologi Yunani Kuno.

Menurut Weintraub, kata “berhenti di atas” merupakan terjemahan dari kata “epano” dalam bahasa Yunani. Dalam astrologi Yunani Kuno, istilah tersebut digunakan merujuk peristiwa sebuah planet berhenti bergerak dan mengubah arah: yang semula bergerak ke arah barat menjadi ke arah timur.

“(Secara astronomis) hal ini terjadi ketika Bumi yang mengorbit matahari lebih cepat dari Mars, Jupiter, atau Saturnus sehingga ia mendahului planet tersebut,” sebut Weintraub.

Baca juga: Al Idrisi Sang Ilmuwan Muslim Pembuat Peta Bola Dunia

Weintraub mencatat, pada 17 April 6 SM, terjadi heliacal Jupiter pada pagi hari dan berlangsung hingga 19 Desember 6 SM ketika planet itu berhenti bergerak ke barat. Ia diam sebentar, dan mulai bergerak ke timur.

Menurut Weintraub, Molnar percaya tiga orang majus adalah para astrolog. Mereka juga tahu nubuat Perjanjian Lama yang menyatakan seorang raja baru akan lahir dari keluarga Daud. Jika tiga orang majusnya Matius benar-benar melakukan perjalanan untuk mencari raja yang baru lahir, bintang Betlehem itu tidak membimbing mereka, ia hanya memberi petunjuk waktu yang tepat untuk berangkat.

“Matius menulis itu untuk meyakinkan pembacanya bahwa Yesus adalah Sang Juru Selamat. Dengan menyematkan petunjuk astrologis dalam Injilnya, dia percaya kisah bintang Betlehem akan menjadi bukti yang meyakinkan para pembacanya,” sebut Weintraub.

Baca juga artikel terkait NATAL atau tulisan lainnya dari Husein Abdulsalam

tirto.id - Sosial budaya
Reporter: Husein Abdulsalam
Penulis: Husein Abdulsalam
Editor: Ivan Aulia Ahsan