Menuju konten utama

Bekal Makan Untuk Anak-Anak dan Investasi Memori

Menurut Dan Giusti, seorang chef di restoran elite, hidangan untuk anak-anak itu mempunyai dimensi kesukarannya sendiri.

Bekal Makan Untuk Anak-Anak dan Investasi Memori
Header Miroso Kotak Bekal. tirto.id/Tino

tirto.id - Dila Bondan, seorang ibu rumah tangga, sejak jam empat pagi sudah menyalakan kompor di dapur rumahnya. Menyiapkan sarapan dan bekal makan siang untuk dua orang anak laki-lakinya, Aga (17) kelas 3 SMA, dan Gagan (11) kelas 5 SD.

Dila bercerita, sering membuat bekal makanan sekolah dengan rasa yang cenderung gurih dan asin, karena anak-anaknya lebih menyukainya dibanding yang manis-manis. Di pagi buta itu, Dila merancang masakan dengan nasi dan berbagai lauk, seperti tahu, tempe, ayam, udang, atau ikan tanpa duri. Satu yang wajib: harus ada sayur dalam bekal itu.

Kalau tidak membekali nasi dan lauk pauk, kadang Dila membuat burger isi daging lengkap dengan salad dan kentang goreng. Atau kadang mie goreng dengan campuran sayuran yang banyak, plus telor ceplok.

Sementara, Reno Andam Suri, penulis buku Rendang Traveler: Menyingkap Bertuahnya Rendang Minang dan Rendang: Minang Legacy to the World ini bercerita, selalu menyiapkan bekal sekolah untuk kedua anaknya dengan menu khas Minang. Dan di sekolah, mereka memakannya langsung dengan tangan, tanpa sendok. Sebuah hal yang, ujar Reno, menjadi pemandangan menu berbeda dibanding menu teman-teman lainnya.

Farah dan Khadijah, kedua anak Reno yang sekarang sudah memasuki bangku kuliah, sejak dulu memang sering mendapat hidangan khas Minang dari ibunya untuk bekal sekolah. Mulai dari rendang batokok, dendeng lambok, asam padeh, hingga pangek daging.

Reno yang juga sempat terlibat menjadi penasihat kuliner dalam film Tabula Rasa ini, mempunyai prinsip bahwa apa yang dimasak di rumah, itulah juga yang menjadi bekal makanan sekolah anak-anaknya, juga bekal suaminya untuk ngantor.

Bekal untuk sekolah dan hidangan anak-anak ini juga menjadi tema paling personal dalam deretan dokumenter David Chang, seorang chef dan tv personality. Dalam episode “Kids Menu”, David Chang dan Grace, istrinya, yang mengungkapkan mempunyai bayangan ketakutan soal kalau tidak bisa meluangkan waktu untuk anak mereka, termasuk memasak hidangan untuknya.

Dalam episode dokumenter Ugly Delicious yang paling emosional itu, terlihat bagaimana menyiapkan menu makanan untuk anak-anak itu ternyata tidak semudah yang diduga.

Selera makan anak-anak adalah ibarat misteri yang kadang sukar ditelusuri, Peter Cho, seorang chef dari restoran Han Oak, bahkan dengan tersenyum getir mengungkapkan;

“Kau tahu bagaimana rasanya menjadi seorang chef, yang anaknya bahkan tak mau makan masakannya?”

Kotak Bekal Sebagai Investasi Kenangan

Lagi-lagi, selera makan anak yang biasanya sepaket dengan bekal makanan sekolah ini adalah persoalan yang bukan main-main. Dan Giusti, seorang chef di restoran berbintang Michelin, bahkan menelurkan gagasan untuk membuat menu khusus anak. Tak cukup di situ, dia kemudian memutuskan untuk bekerja di sebuah dapur sekolah, alih-alih bekerja untuk sebuah restoran mewah. Karena menurutnya, hidangan untuk anak-anak itu mempunyai dimensi kesukarannya sendiri.

Meski mungkin akan terasa sukar dan harus menerka selera anak, membuat bekal pada akhirnya adalah sebuah investasi memori. Santapan-santapan yang dibuatkan oleh orang tua mereka tersebut, akan menjadi semacam ikatan yang akan sangat kuat, ketika kelak mereka jauh dan dipisahkan oleh jarak.

Sepertinya, itu juga yang dirasakan oleh Dila dan Reno, yang dalam satu posisi, mereka pun hakikatnya juga seorang anak yang selalu mengenang masakan orang tuanya. Dila mengungkapkan, ibunya suka memasak dan kebiasaan itu menurun padanya.

“Dapur di rumah saya buka 24 jam, Mas. Kalau libur sekolah malah buka 27 jam,” ungkapnya, sambil tertawa.

Sementara Reno, mengungkapkan kenangannya soal bekal makanan sekolahnya yang dulu sering dibuatkan oleh ibunya; roti isi meses yang dipotong kotak kecil-kecil atau nasi goreng kornet, yang menurutnya adalah nasi goreng paling enak sedunia.

Jika dua orang ibu tadi menyuguhkan bekal makanan untuk anak-anaknya, ada pula cerita dua anak muda dari Jakarta Selatan yang membentuk Lazy Susan; sebuah entitas kreasi anak muda yang digawangi Valensia Edgina dan Alyandra Katya.

Lazy Susan yang mempunyai misi untuk menyajikan pengalaman makan yang didesain lebih dalam, dengan menggabungkan unsur kuliner, seni, dan entertainment. Dan kemudian salah satunya menelurkan program “Main Bekel” dalam suguhannya.

“Main Bekel adalah pengalaman di mana user dapat membebaskan inner child mereka melalui ‘bermain’ dengan rasa dan plating untuk menyajikan makananannya sendiri," ujar Katya.

Saat beberapa waktu lalu menyambangi markas mereka di Gandaria, Jakarta Selatan, saya melihat kegiatan Main Bekel itu. Selain bisa berkreasi dengan ngulek sambal sendiri, saat makan pun juga bisa dilakukan dengan sambil menggambar di meja makan dengan crayon yang sudah disiapkan. Sepertinya, bisa menjadi rekomendasi untuk yang kangen sering dimarahi orang tua saat makan dulu, karena makannya disambi bermain.

Lazy Susan dengan sederet programnya, juga seperti meneguhkan tentang generasi yang tidak bisa terpisahkan dari sebuah memori yang dibentuk oleh makanan sejak kecil.

Kisah keteguhan ibu dalam membuat bekal makanan yang dilakukan sekian tahun untuk anaknya, seperti yang dilakukan Dila dan Reno, juga bagaimana kisah keceriaan dalam mentansformasi pengalaman bekal makanan yang dulu dinikmati saat kecil oleh duo Lazy Susan; Valensia dan Katya, mengingatkan tentang sebuah kisah dalam film bekal makanan yang penuh adukan rasa, Bento Harassment (garapan Renpei Tsukamoto, 2019).

Film Jepang yang menceritakan relasi Kaori Mochimaru, seorang ibu, yang bingung bagaimana harus menghadapi anak perempuannya, Futaba Mocchimaru, yang beranjak dewasa dan tak pernah ingin berbicara dengan ibunya. Sebuah kebuntuan komunikasi yang mereka alami sekian tahun, dan sang ibu mencoba terus mengajaknya “bicara” dengan bekal makanan sekolah yang diberikannya sekian tahun pula, sampai si anak nyaris lulus. Sebuah akhir kisah cerita yang kemudian membuat sulit untuk membendung air mata.

Hingga pada satu titik, kotak makanan yang bisa diisi dengan sekian menu di dalamnya, sepertinya bukan lagi soal apa yang terhidang, tapi kepada siapa hidangan itu diberikan. Seperti yang Kaori Mochimaru ungkapkan;

“Yang terpenting dalam membuat bento bekal makanan sekolah adalah pikirkan dengan penuh kasih, tentang orang yang ingin kau buatkan."

Pengalaman yang sepertinya juga bisa dijawab oleh Dila Bondan dan Reno Andam Suri sendiri, yang telah membuatkan bekal makanan untuk orang-orang terkasih mereka yang pergi ke sekolah, selama belasan tahun.

Mari isi kotak bekal makanan untuk orang tersayang, untuk menemani saat mereka pergi.

Baca juga artikel terkait MIROSO atau tulisan lainnya dari Husni Efendi

tirto.id - Miroso
Penulis: Husni Efendi
Editor: Nuran Wibisono