tirto.id - Evakuasi kapal selam KRI Nanggala-402 yang tenggelam di perairan utara Bali beberapa waktu lalu diperkirakan akan sangat berat. Kapal berisikan 53 awak tersebut sudah dinyatakan tenggelam di kedalaman 838 meter tanpa ada yang selamat.
Dosen Teknik Kelautan Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Wisnu Wardhana mengatakan kapal yang terbelah menjadi tiga bagian itu sebenarnya penting untuk menjadi objek penelitian. Namun, ia memperingatkan bahwa evakuasi kapal yang tenggelam sedalam itu penuh dengan risiko.
"Tekanan air di kedalaman 800 meteran sangat besar, jadi pemerintah harus pikir matang-matang. Jangan sampai mencelakakan tim evakuasi, mereka bisa meninggal," kata Wisnu kepada reporter Tirto, Rabu (28/4/2021).
Wisnu menyarankan pemerintah meminta bantuan negara asing dan organisasi penyelamatan kapal internasional untuk melakukan evakuasi korban dan kapal, khususnya yang memang memiliki pengalaman. Negara tersebut punya kemampuan dan juga peralatan memadai.
Ada sejumlah cara yang bisa digunakan untuk mengangkat kapal dari dasar laut. Pertama menggunakan pelampung besar dan diletakkan ke kapal, lalu disuntik udara sehingga struktur kapal bisa terangkat ke permukaan. Atau menggunakan rantai yang diikat ke struktur kapal dan ditarik menggunakan mesin.
"Karena berisiko dan manusia tidak bisa leluasa di kedalaman itu, tim harus menggunakan robot untuk mengevakuasi," tuturnya.
Ia meminta pemerintah lebih memprioritaskan mengevakuasi jenazah kru dibanding mengevakuasi bangkai kapal. "Itu penting sebagai bentuk empati kepada keluarga korban," kata Wisnu.
Pengamat keamanan dari Lembaga Studi Pertahanan dan Studi Strategis Indonesia (LSPSSI) Beni Sukadis mengatakan evakuasi bangkai kapal akan sulit karena Indonesia tak memiliki peralatan evakuasi. "Dengan kondisi laut dalam tersebut, saya enggak yakin itu bisa dilakukan," kata Beni saat dihubungi reporter Tirto, Rabu.
"Kalau dilihat detail, diperlukan peralatan dan keahlian menyelam di laut dalam. Persoalannya kita belum pernah ada evakuasi kapal sedalam ini. Jadi risiko paling besar adalah keselamatan penyelam di dasar laut dengan tekanan tinggi. Jelas bisa membahayakan penyelam," tambahnya.
Hal yang paling mungkin dilakukan, kata Beni, adalah meminta bantuan asing atau organisasi internasional khusus penyelamatan kapal. Misalnya yang pernah evakuasi kapal Kursk Rusia. "Artinya dibutuhkan peralatan dan bantuan dari luar negeri yang tentu akan menghabiskan biaya tinggi," kata dia.
Beni mengatakan pengangkatan bisa dilakukan dengan mengikat beberapa potongan kapal dengan kabel baja yang kemudian diderek naik ke permukaan. "Dan itu tidak gampang. Diperlukan beberapa teknologi hidrolik."
Dengan pertimbangan kesulitan tersebut, beberapa anggota dewan meminta evakuasi kapal dipikirkan ulang.
"Kalau sifatnya untuk sekadar pengingat, sebaiknya ditimbang-timbang lagi. Apakah cocok antara tujuan dengan risiko dan biayanya?" kata anggota Komisi I Bidang Keamanan DPR RI Fraksi PKS, Sukamta, Rabu siang.
Sementara anggota Komisi IV Bidang Kelautan DPR RI Fraksi Partai Demokrat Suhardi Duka mengatakan, "tunda pengangkatan kapal yang biaya tinggi, cukup evakuasi korbannya. Pada saat ekonomi Indonesia stabil, barulah lakukan pengangkatan bangkai kapal."
Kemarin lusa (27/4/2021), Asisten Perencanaan dan Anggaran KASAL Muhammad Ali mengatakan sejumlah kapal TNI AL sudah disiagakan di lokasi pencarian untuk evakuasi. Bahkan, kata dia, kapal MV Swift Rescue milik Singapura masih berada di lokasi untuk membantu.
Sebelumnya, 25 April lalu, KASAL Yudo Margono mengatakan evakuasi KRI Nanggala-402 akan bekerja sama dengan The International Submarine Escape and Rescue Liaison Office (ISMERLO). "Apa yang bisa dilakukan dengan kondisi seperti ini dengan badan tekan yang masih utuh tadi. Apakah ditali, diangkat seperti jangkar, bagaimana nanti akan kita bahas lebih lanjut," kata dia.
TNI AL juga menggandeng Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) untuk membantu mengangkat KRI Nanggala-402. "Karena mereka yang memiliki kemampuan untuk mengangkat kapal tersebut," katanya, Rabu.
Yudo mengatakan hingga saat ini posisi kapal masih belum bergeser. Aparat akan melakukan pengamanan di lokasi tenggelamnya kapal.
Pada Minggu (25/4/2021) lalu Yudo mengaku yakin KRI Nanggala-402 tenggelam bukan karena "human error" karena proses menyelam sudah melalui prosedur yang benar. "Tapi lebih pada faktor alam," katanya.
Namun begitu ini baru sekadar perkiraan. Investigasi akan tetap dilakukan setelah KRI Nanggala-402 berhasil diangkat.
Penulis: Riyan Setiawan & Haris Prabowo
Editor: Rio Apinino