tirto.id - Pemerintah memutuskan untuk meningkatkan batas minimum nilai saldo rekening keuangan yang wajib dilaporkan lembaga keuangan secara otomatis kepada Direktorat Jenderal Pajak dari semula Rp200 juta menjadi Rp1 miliar.
Kementerian Keuangan dalam siaran persnya Kamis (8/6/2017), menyebutkan keputusan ini diambil setelah memerhatikan masukan dari masyarakat dan pemangku kepentingan agar kebijakan itu lebih mencerminkan rasa keadilan.
Kebijakan ini juga dimaksudkan untuk menunjukkan keberpihakan terhadap pelaku usaha mikro, kecil dan menengah serta memperhatikan aspek kemudahan administratif bagi lembaga keuangan untuk melaksanakannya.
"Dengan perubahan batasan minimum menjadi Rp1 miliar tersebut, maka jumlah rekening yang wajib dilaporkan adalah sekitar 496 ribu rekening atau 0,25 persen dari keseluruhan rekening yang ada di perbankan saat ini," jelas Kemenkeu dalam siaran persnya.
Pemerintah menegaskan bahwa masyarakat tidak perlu resah dan khawatir karena penyampaian informasi keuangan tersebut tidak berarti uang simpanan nasabah akan serta merta dikenakan pajak.
Tujuan pelaporan informasi keuangan ini adalah untuk mendapatkan informasi yang lebih lengkap sesuai standar internasional, sehingga Indonesia dapat berpartisipasi dalam pertukaran informasi keuangan dengan negara lain.
Pemerintah telah memberikan ketegasan dan menjamin kerahasiaan data masyarakat yang disampaikan lembaga keuangan kepada Direktorat Jenderal Pajak.
Bagi pegawai pajak yang membocorkan rahasia wajib pajak atau menggunakan informasi tersebut untuk tujuan selain pemenuhan kewajiban perpajakan, dikenakan sanksi pidana sesuai UU Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan.
Pemerintah menerbitkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 70/PMK.03/2017 tentang Petunjuk Teknis Mengenai Akses Informasi Keuangan untuk Kepentingan Perpajakan yang menetapkan batas minimum saldo wajib dilaporkan Rp200 juta. Peraturan ini dikeluarkan sebagai tindak lanjut penerbitan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 1 Tahun 2017 tentang Akses Informasi Keuangan untuk Kepentingan Perpajakan.
Ketentuan hukum ini diperlukan karena Indonesia akan menghadapi era keterbukaan informasi keuangan untuk keperluan kerja sama perpajakan internasional (AEOI) yang siap diikuti oleh 140 negara di dunia.
Namun, Yustinus Prastowo, Direktur Eksekutif Center For Indonesia Taxation Analysis (CITA) menilai batas minimal itu terlalu kecil.
“Rp200 juta itu terlalu rendah. Harusnya ada skala prioritas agar lebih efektif,” ujarnya kepada Tirto, Selasa (6/6).
Baca mild report tentang: Mengorek Informasi dari Nasabah dengan Saldo Rp200 Juta
Yustinus menjelaskan, pemerintah mungkin akan memiliki lebih banyak database dengan batas minimal yang rendah. Hal ini tentu bagus untuk perpajakan. Akan tetapi, banyaknya data membuat otoritas perpajakan harus mengadministrasi data terlalu banyak. “Ini akan membuat biaya administrasi yang mahal dan hilangnya fokus otoritas pajak,” katanya.
Penulis: Nurul Qomariyah Pramisti
Editor: Nurul Qomariyah Pramisti