Menuju konten utama

Basarnas: 60 Ribu Sekolah Berdiri di Daerah Rawan Gempa

Ada beberapa faktor yang harus segera dibenahi untuk mencegah terjadinya kebencanaan seperti di Ponpes Al Khoziny.

Basarnas: 60 Ribu Sekolah Berdiri di Daerah Rawan Gempa
Tim Basarnas membacakan doa untuk korban bangunan mushalla di Pondok Pesantren (Ponpes) Al Khoziny di Kecamatan Buduran, Sidoarjo, Jawa Timur, Selasa (7/10/2025). Kepala Badan SAR Nasional (Kabasarnas), Marsekal Madya TNI Muhammad Syafie, secara resmi menyatakan operasi SAR di lokasi runtuhnya bangunan mushalla ditutup pada Selasa, 7 Oktober 2025 setelah sembilan hari penuh operasi tanpa henti dengan total 171 korban berhasil dievakuasi, terdiri dari 104 korban selamat dan 67 korban meninggal dunia. ANTARA FOTO/Umarul Faruq/nz

tirto.id - Basarnas mengungkap data terkini mengenai sekolah yang berdiri di lokasi rawan gempa di Indonesia. Hal itu disampaikan berkaitan dengan peristiwa robohnya Pondok Pesantren Al Khoziny di Sidoarjo, Jawa Timur, beberapa waktu lalu sebagai langkah antisipasi dan mitigasi.

Sekretaris Utama Basarnas, Abdul Haris Achadi, mengungkapkan bahwa data ini telah dipaparkan dalam rapat lintas sektoral yang dipimpin Menko PMK, kemarin (10/10/2025). Rapat tersebut diselenggarakan untuk membahas penanganan lanjutan dari peristiwa nahas yang menyebabkan 61 santri Pondok Pesantren Al Khoziny santri tewas.

"Ternyata ada 60 ribu sekolah berada di wilayah rawan gempa bumi," ucap Abdul dalam diskusi yang disiarkan secara daring di YouTube Lab Media Komunikasi, Sabtu (11/10/2025).

Abdul menjelaskan bahwa pihaknya juga telah mendata kerawanan di pondok pesantren. Hasilnya menunjukkan 24 ribu ruang kelas pesantren di Indonesia dalam kondisi rusak berat. Data ini, kata Abdul, belum termasuk pemetaan terhadap bangunan Sekolah Rakyat yang programnya baru saja dimulai.

Lebih lanjut, Abdul juga menerangkan bahwa hasil rapat lintas sektoral menunjukan beberapa faktor yang harus segera ditangani untuk mencegah terjadinya kebencanaan serupa. Tak dipungkiri, ketimpangan ketersediaan fasilitas menjadi salah satunya.

"Ketimpangan kapasitas ini menjadi catatan Pak Menko. terdapat kesenjangan besar dan ketersediaan tenaga ahli dan peralatan teknis antara kota besar dan daerah kecil. Kami di Basarnas juga demikian sebenarnya. Kami di Kantor SAR tidak bisa berdiri sendiri di Surabaya, [sehingga juga perlu] mendatangkan [personel] dari Semarang, Jogja, bahkan Jakarta," tutur Abdul.

Menurut Abdul, dalam penanganan peristiwa robohnya Pondok Pesantren Al Khoziniy memang ada kendala terkait kondisi reruntuhannya. Selain itu, bagaimana menenangkan warga sekitar dan keluarga yang ingin segera anaknya ditemukan.

"Reruntuhan yang kompleks menyulitkan operasi evakuasi yang aman dan cepat. Yang dikasih bold merah adalah momentum untuk memperbaiki," ungkap Abdul.

Baca juga artikel terkait MITIGASI BENCANA atau tulisan lainnya dari Ayu Mumpuni

tirto.id - Flash News
Reporter: Ayu Mumpuni
Penulis: Ayu Mumpuni
Editor: Fadrik Aziz Firdausi