tirto.id - Belakangan, seiring melejitnya popularitas lagu “Ampun Bang Jago”, merek Bank Jago juga ramai dibicarakan, lebih-lebih di kalangan pemain saham. Penyebabnya, sejak pertengahan 2019, harga saham Bank Jago terus meroket mencapai angka di atas 10 ribu rupiah per lembar.
Lantas, setelah Gojek dan GIC Private Limited (perusahaan investasi pelat merah Singapura) menginvestasikan dananya di Bank Jago, performa itu kian menjadi. Per Kamis (15/4), nilai saham Bank Jago bahkan menembus level 11.250 rupiah per lembar. Kenyataan demikian sukses menempatkan ARTO (kode saham Bank Jago) sebagai emiten unggulan dengan kapitalisasi saham sempat mencapai 150 triliun rupiah. Fantastis, bukan?
Tak ada keberhasilan yang dibangun dalam sekali tarikan napas. Jerry Ng, Komisaris Utama PT. Bank Jago Tbk, adalah seorang bankir senior yang sudah mencecap asam garam dinamika industri perbankan tanah air. Lewat tangan dinginnya, Jerry hendak membawa Bank Jago ke posisi yang berbeda dengan kompetitor, yakni menjadi bank digital pertama di Indonesia.
Upaya ke arah sana ditempuh dengan optimalisasi teknologi serta kolaborasi dengan ekosistem digital. Dalam soal teknologi, bank yang dulu bernama Bank Artos ini akan memanfaatkan sistem penyimpanan komputasi awan (cloud) untuk seluruh prosesnya (A-Z), hal yang belum dijajal bank mana pun.
Sedangkan dalam soal kolaborasi dengan ekosistem digital, Bank Jago akan menjajaki kerjasama dengan berbagai platform. Mulai dari e-commerce, aplikasi penyedia jasa transportasi, industri travel, online shop, hiburan, hingga pembayaran digital dan fintech lending. Selain itu, Bank Jago juga akan menyalurkan pembiayaan berbasis partnership dengan menyasar ekosistem fintech dan supply chain.
“Apa yang kami bangun bukan sekadar bank digital. Kami membangun Life Finance Solution: solusi keuangan yang berfokus pada kehidupan sehari-hari,” kata Jerry.
Sedangkan Kharim Siregar, Direktur Utama Bank Jago, menjelaskan bahwa segmen yang disasar pihaknya adalah segmen menengah dan mass market yang umumnya merupakan para pelaku UMKM. “Kami tentu memiliki aspirasi untuk ikut mempercepat digitalisasi UMKM sehingga memiliki daya saing lebih baik lagi,” kata Kharim.
Paling tidak, ada tiga nilai yang ditawarkan Bank Jago kepada nasabah, yakni Mudah, Kolaboratif, dan Inovatif. Sebagai aplikasi life-centric—ya, first fully digital bank in Indonesia ini tampil dalam bentuk aplikasi—Bank Jago berkomitmen memberikan layanan keuangan yang memudahkan urusan hidup sehari-hari. Dengan begitu, nasabah bisa terus menjalani dan menikmati hidup sambil menyusun rencana keuangan, termasuk menyusunnya bersama orang-orang tercinta (aspek kolaboratif).
Sedangkan untuk urusan inovasi, Bank Jago memulainya dari hal paling dasar dalam industri perbankan: rekening. Di Bank Jago, rekening disebut Kantong. Selain menyimpan uang, Kantong Jago—yang sangat mudah digunakan, fleksibel, cepat, dan keamanannya terjamin—dapat dikustomisasi sesuai kebutuhan.
Sekali lagi, semua itu dirancang untuk memberikan solusi finansial yang memudahkan nasabah.
“Dengan Jago, orang tidak perlu memusingkan kegiatan finansial. Didukung keamanan dan kecepatan terbaik di industri, mereka tinggal fokus pada hidup,” kata Peterjan Van Nieuwenhuizen, Direktur Bank Jago.
Sebuah Keharusan
Saat mengisi VIP Forum Digital Banking, salah satu acara pada gelaran BNI Investime Week, Kamis (8/4), Kharim Siregar menerangkan bahwa penetapan positioning Bank Jago sebagai bank digital pertama di Indonesia didasarkan pada kajian mendalam terkait pergeseran tren layanan keuangan digital dan penggunaan teknologi dalam kehidupan sehari-hari.
"Tadinya nasabah datang ke bank, sekarang tidak lagi. Cukup menggunakan aplikasi mobile. Untuk tetap relevan kami mengubah cara memberikan layanan," jelas Kharim.
Kharim menjelaskan, disrupsi digital yang melanda hampir semua sektor ekonomi, termasuk sektor jasa keuangan, telah mengubah lanskap industri perbankan. Sebab itu, kemampuan bank dalam beradaptasi dan memahami kebutuhan nasabah menjadi faktor kunci. Apalagi, saat pandemi Covid-19 membatasi interaksi manusia dan teknologi digital menjadi semacam kebutuhan, layanan keuangan digital bukan lagi sekadar tren, tetapi sudah menjadi keharusan.
“Bagi kami, penerapan teknologi digital itu adalah sesuatu yang sangat penting, keniscayaan yang tak terhindarkan lagi. Tapi, ada yang jauh lebih penting dari itu, yakni memastikan penerapan teknologi digital dapat mendatangkan kebaikan dan memberikan manfaat yang sebesar-besarnya untuk kita semua,” kata Kharim.
Kesiapan Bank Jago menjadi bank digital dikonfirmasi oleh Heru Kristiyana, Kepala Eksekutif Pengawasan Perbankan Otoritas Jasa Keuangan (OJK). “Bank Jago sudah menyiapkan dana inti 7 triliun rupiah untuk siap menjadi bank digital,” katanya. Adapun modal inti bank yang ditetapkan OJK minimal adalah 3 triliun rupiah.
Merintis jalan menuju bank digital pertama di Indonesia tentu tidak mudah: butuh biaya dan kepercayaan yang sama besar. Dengan kecermatan membaca peluang—ditunjang kematangan orang-orang di belakang layar—Bank Jago membuktikan bahwa jalan ke sana tinggal selangkah lagi, dan para nasabah hanya tinggal menikmati.
Melihat kenyataan demikian, masuk akal, bukan, jika saham Bank Jago terus melesat dari hari ke hari?
(JEDA)
Penulis: Tim Media Servis