tirto.id - Ketua Perhimpunan Bank Milik Negara (Himbara) Maryono mengeluhkan banyaknya bank yang menaikkan suku bunga dana untuk mendapatkan likuiditas. Menurutnya, hal tersebut perlu diatur oleh regulator agar tak berpengaruh buruk bagi penyaluran kredit dan membuat terkereknya bunga kredit perbankan.
"Jadi saya pikir ini asal kita bisa menjaga kondisi ini dan kemudian tidak harus kita berlomba-lomba menaikkan suku bunga dana, saya kira kondisi kita bisa terjaga dengan baik," ujarnya di kompleks Parlemen, Senayan, Selasa (15/1/2019).
Seperti diketahui, di tengah laju kenaikan suku bunga acuan Bank Indonesia (BI) atau 7 Day Repo Rate (7DRR) akhir Desember lalu, sejumlah bank menawarkan bunga tinggi untuk menarik dana dari masyarakat.
Apalagi, sepanjang 2018, 7DRR telah naik sebanyak 6 kali dengan total kenaikan 175 basis poin (bps), terakhir di posisi 6 persen per medio November 2018.
Data Statistik Perbankan Indonesia (SPI) (PDF) yang dirilis Otoritas Jasa Keuangan (OJK) merinci, secara rata-rata tingkat suku bunga simpanan berjangka per September 2018 berkisar antara 6,28 persen sampai dengan 6,46 persen, untuk simpanan berjangka 1 sampai dengan 12 bulan.
Angka tersebut naik dibanding bulan sebelumnya yang berada di level 6,16 persen dan 6,42 persen secara rata-rata untuk simpanan dengan tenor yang sama.
Secara kuartalan, bunga simpanan mahal ini juga mengalami kenaikan dari level 5,69 persen sampai dengan 6,38 persen secara rata-rata untuk simpanan 1 sampai dengan 12 bulan yang berlaku pada Juni 2018.
Meski demikian, kata Maryono, capping suku bunga dana belum perlu diatur, menurutnya hal tersebut juga harus menyesuaikan likuiditas yang diperoleh dengan penyaluran kredit. "Ya dibuat fleksibel aja, lah," imbuhnya.
Penulis: Hendra Friana
Editor: Alexander Haryanto