tirto.id - Pada 13 Juli 2014, sekitar 75 ribu pasang mata di stadion jadi saksi saat Jerman menumbangkan Argentina 1-0 di partai pamungkas Piala Dunia 2014. Gol semata wayang Jerman ditoreh oleh Mario Gotze di menit ke-113, masa perpanjangan waktu.
“Andre Schurrle mengumpan bola yang luar biasa hingga saya mudah mengendalikannya. Dan entah bagaimana, bola lalu masuk ke jaring gawang,” kata Gotze, mengomentari gol bersejarah empat tahun lalu.
Dalam pertandingan final yang dilangsungkan di Stadion Maraca, Brasil, Gotze bukanlah yang bermain sejak menit awal pertandingan. Gotze masuk di menit ke-88, menggantikan Miroslav Klose, pemain yang telah mencetak 16 gol di semua Piala Dunia hingga saat itu.
Keputusan Low menggeser pemain senior dengan yang lebih muda pada pertandingan sangat penting saat itu tentu jadi keputusan yang berat. Namun, Darcy Norman, tim analisis Jerman, dalam pembicaraan di Consumer Electronic Show 2015, sebagaimana diwartakan GeekWire, menyatakan, keputusan mengganti Klose dengan Gotze diambil selepas sang pelatih memperoleh data “training load.” Tim Jerman memang terkenal dengan pendekatan teknologinya dalam menerapkan sepakbola.
Data “training load,” sebagaimana diungkap Norman merupakan kombinasi dari data detak jantung dengan data pergerakan lari pemain. Data ini “menjadi patokan percakapan (strategi)” antara tim analisis dengan pelatih. Low memasukkan Gotze karena ia memiliki data yang bagus. Data-data yang diperoleh itu, tak lain diambil melalui MiCoach, perangkat pelacakan olahragawan yang dirilis Adidas.
Pada CES 2015 itu, Norman mengungkap tim nasional Jerman telah menggunakan MiCoach, untuk mengumpulkan data seperti detak jantung, jarak tempuh lari yang telah dilalui, hingga data performa kesehatan para pemain. Melalui perangkat itu, Low “dapat mengetahui keadaan pemain dengan tepat saat latihan dilakukan.”
Teknologi Pembaca Pemain Sepakbola
Sejak Februari 2015, International Football Association Board (IFAB), organisasi penyusun Law of the Game sepakbola, menyetujui penggunaan sistem pelacakan elektronik secara resmi di dunia sepakbola. Piala Dunia Wanita 2015 di Kanada, merupakan ajang internasional pertama yang secara resmi boleh menggunakan sistem pelacakan elektronik. Menyusul ketuk-palu IFAB, pada Maret 2018 FIFA lantas mengizinkan tim analisis mentransmisikan data dan berkomunikasi dengan pelatih selama pertandingan berlangsung.
Dalam laman resmi FIFA, sistem pelacakan elektronik atau electronic performance and tracking system diartikan sebagai teknologi yang digunakan untuk memonitor dan meningkatkan performa tim dan pemain. Sistem pelacakan, terutama berguna untuk melacak posisi pemain (dan juga bola), tetapi dapat digunakan juga secara kombinasi, menggabungkan sistem pelacakan dengan perangkat microelectromechanical yaitu perangkat yang memiliki sensor seperti accelerometers atau gyroscopes atau heart-rate sensor. Alat-alat ini digunakan untuk dapat memahami kondisi pemain lebih presisi saat pertandingan.
Sistem pelacakan memiliki tiga versi: optical-based tracking system (rekaman video), local positioning system (sensor yang mendeteksi pemain secara lokal, di dalam stadion), dan GPS system. Sistem pelacakan versi local positioning system dan GPS system, menggunakan alat khusus berukuran kecil yang dipasang ke tubuh, menggunakan tali perban elastis, di masing-masing pemain
Sistem pelacakan, terutama yang telah tertanam di microelectromechanical, berguna untuk memperoleh data-data terkait pemain. GPS digunakan untuk melacak posisi pergerakan pemain. Accelerometers berfungsi untuk mengukur kecepatan pemain. Gyroscopes digunakan untuk memperoleh data oritentasi pemain. Magnetometer digunakan untuk melacak arah pergerakan pemain.
Data-data itu, ditambah dengan data pacu jantung dari sensor heart-rate, jadi bahan evaluasi pelatih, apakah seorang pemain bugar atau tidaknya untuk jadi andalan utama, dicadangkan, dimainkan di menit-menit akhir, atau bahkan tidak dibawa ke sebuah pertandingan.
Matt Bloomfield, pemain tengah Wycombe Wanderers, pada BBC mengatakan perangkat pelacakan “melacak segala pergerakan pemain di lapangan" menurut Bloomfield “mengandung data performa pemain, termasuk seberapa jauh berlari dan berapa banyak pemain melakukan sprint.”
“Alat tersebut memberi kami feedback selepas pertandingan dan juga membantu kami saat latihan akan dilangsungkan,” katanya.
Barry McNeill, petinggi Catapult, perusahaan penyedia sistem pelacakan atlet, sebagaimana diwartakan The Economist, mengatakan penggunaan perangkat pelacakan dalam sepakbola akan melahirkan “tingkat kebugaran pemain yang belum pernah ada sebelumnya.”
Tim Gabbet, sports scientist pada Barcelona FC, mengatakan data-data yang diperoleh dari sistem pelacakan berguna untuk “skenario terburuk.” Menurut Gabbet, pemain bola umumnya mampu berlari dalam pertandingan hingga 10 kilometer, tetapi angka itu tidak akan didapat secara konstan, dari pertandingan ke pertandingan. Pemain kadang memperoleh titik lelah. Ini bisa dibaca melalui data yang diperoleh dari sistem pelacakan.
“Kebugaran bukan hanya tentang berlari lebih cepat dan lebih lama, pemain yang lelah lebih cenderung melakukan kesalahan,” katanya kepada The Economist.
Bloomfield, lebih lanjut mengatakan bahwa “jika statistik seorang pemain menurun, ia mungkin lelah dan dapat diberi istirahat atau PR latihan tertentu.”
Perangkat Khusus Hingga Apple Watch
Sejak 2015, dalam laga pertandingan, tim nasional Brasil memasangkan Apex, sistem pelacakan berbasis GPS buatan STATSports, pada tiap pemain. STATSports mengklaim Apex sebagai “most advanced athlete performance-tracking” Perangkat tersebut menggunakan GPS 18Hz serta accelerometer berukuran 400Hz, yang diklaim untuk mengukur pergerakan atlet. Perangkat itu juga dapat merekam pergerakan pemain dalam 50 metrik data berbeda-beda.
Selain menangkap data pergerakan berbasis GPS, Apex pun menangkap segala data tubuh pemain Brasil, atas berbagai sensor yang ditanam. Data-data yang diperoleh lalu dikirim secara real-time karena Apex mengandung komputer kecil yang bisa digunakan untuk mensinkronisasikan data secara online.
Brasil bukanlah satu-satunya tim sepakbola yang memanfaatkan Apex. Di laman resmi STATSports, untuk level tim nasional, ada juga Inggris. Di level klub, perangkat itu digunakan oleh Arsenal, Manchaster United, Manchaster City, dan Liverpool FC.
Sebagaimana dilaporkan Verdict, tim nasional Amerika Serikat (AS), selepas kegagalan masuk putaran final Piala Dunia 2018, menjalin kerja sama dengan STATSports. Timnas AS, melakukan kontrak senilai $1,5 miliar, untuk memonitor hampir atlet.
Selain Apex, alat khusus yang melacak performa olahragawan juga dirilis oleh Catapult Sports, perusahaan data olahraga yang mulai mengembangkan perangkat serupa Apex sejak tahun 2000.
Catapult Sports, perusahaan yang didirikan oleh Shaun Holthouse dan Igor van de Griendt, mengklaim telah dipercaya menganalisis lebih dari 1.500 tim di 35 jenis olahraga berbeda, termasuk sepakbola. Beberapa tim sepakbola ternama ialah Newcastle United dan Chelsea.
Salah satu produk andalan Catapult Sports ialah OptimEye, perangkat pelacakan elektronik yang memiliki sensor GPS dan GLONASS, yang diklaim mampu mengakses dua satelit berbeda untuk menghasilkan tingkat akurasi posisi atlet yang tinggi, terutama bila pemain bermain di stadion, yang memiliki tingkat keterlihatan langit minim.
Selain itu, OptimEye pun mengandung mikrokomputer di dalamnya, yang sanggup memproses 1.000 data per detik untuk disalurkan hasil analisisnya pada pelatih secara waktu yang sama.
Selain menggunakan perangkat khusus, melacak pergerakan pemain pun dapat dilakukan dengan perangkat yang telah dikenal luas di pasaran: Apple Watch. Dalam laporan Verdict, tim nasional Australia menggunakan Apple Watch untuk memantau performa pemain, khususnya saat sedang latihan dan kegiatan di luar pertandingan.
Salah satu alasan mengapa tim nasional menggunakan Apple Watch, kata Craig Duncan kepala sport scientist Australia, karena zona Asia, zona kualifikasi yang diikuti Australia, sangat luas. Tim nasional Australia harus bertanding di 22 negara berbeda dengan jarak tempuh total sejauh 250 ribu km. Apple Watch berguna untuk memantau fisik para punggawa tim nasional Australia.
Sebagaimana klaim laman resmi Apple, Apple Watch punya segudang sensor yang lebih dari cukup mengukur performa atlet. Apple Watch dilengkapi GPS, GLONASS, hingga QZSS (melacak posisi), barometric altimeter (melacak posisi ketinggian), heart rate sensor (mengukur detak jantung), accelerometer (melacak arah pergerakan), gyroscope (mengukur orientasi), dan blood-oxygen sensor (mengukur kandungan oksigen dalam darah). Dengan berbagai perangkat pelacakan yang digunakan, tim sepakbola dapat meningkatkan performa para pemain.
Kini, pertandingan sepakbola tak hanya soal taktik atau keberuntungan tapi juga sentuhan teknologi.
Editor: Suhendra